https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190212204542-92-368682/kutukan-raja-sawit-di-era-sby-hingga-jokowi?



Kutukan Raja Sawit di Era SBY hingga Jokowi

*Anugerah Perkasa*, CNN Indonesia | Jumat, 15/02/2019 10:01 WIB

Bagikan :

[image: Kutukan Raja Sawit di Era SBY hingga Jokowi]Jokowi meresmikan
peremajaan sawit di Musi Banyuasin, Oktober 2017. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Jakarta, CNN Indonesia --

Pesan pendek Nurman Nuri melesat masuk ke sebuah ponsel pada 24 Agustus
2017. Dia semakin kecewa terhadap Pemerintah *Provinsi Jambi
<https://www.cnnindonesia.com/tag/jambi>* dan Pemerintah Kabupaten
Batanghari gara-gara *urusan sawit <https://www.cnnindonesia.com/tag/sawit>*
*.*

Kedua instansi tersebut dinilai gagal menyelesaikan *konflik menahun
<https://www.cnnindonesia.com/tag/konflik-agraria>*Suku Anak Dalam dengan
satu perusahaan sawit. *"Kami SAD sangat kecewa dengan Pemprov dan Pemkab
karena mereka saling lempar,"* tulis Nurman, siang itu.



Nurman adalah salah satu warga Suku Anak Dalam, berumur 56 tahun. Kulitnya
sawo matang dan berambut lurus.


Dia dan ratusan warga Suku Anak Dalam lain pernah bolak-balik dari Jambi ke
Jakarta sepanjang 2012-2013. Sebagian mereka bikin aksi ekstrem jalan kaki
dari Jambi menuju ibukota bersama dengan para petani lainnya untuk protes
konflik tanah berkepanjangan.


Nurman sempat tinggal di Dusun Tanah Menang, Kecamatan Bajubang, Batanghari
namun kini harus berpindah-pindah karena konflik tersebut.


Lihat juga:

'Swasembada Pangan Kau Kejar, Banjir Impor Ku Dapat'
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190214072706-92-369120/swasembada-pangan-kau-kejar-banjir-impor-ku-dapat/>


Masalah Suku Anak Dalam memang tak kunjung usai sejak 2012. Kelompok
masyarakat adat maupun sebagian petani dari Jambi mulai disingkirkan dari
kampung halaman mereka, karena ekspansi bisnis sawit, kertas hingga
restorasi hutan.



Nurman pun mengirimkan berbagai macam surat protes: ke Gubernur, Menteri
Kehutanan-yang belum melebur dengan Kementerian Lingkungan Hidup-hingga
yang terahir, Presiden Joko Widodo.



Namun, usaha Suku Anak Dalam macam sia-sia.



Di era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sawit sudah menjadi
'raja' tersendiri. Berdasarkan studi Greenomics Indonesia, kawasan hutan
yang dilepaskan untuk perkebunan sepanjang 2004-2017 mencapai 2,4 juta
hektare. Khusus sawit, porsinya bahkan mencapai 90 persen lebih.



"Lebih dari 2,2 juta hektare atau setara lebih 33 kali lipat luas DKI
Jakarta," kata Vanda Mutia Dewi, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia
beberapa waktu lalu.


Lihat juga:

Janji Surga Pertumbuhan 7 Persen ala Jokowi
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190213162821-532-369005/janji-surga-pertumbuhan-7-persen-ala-jokowi/>


SBY sendiri memimpin pemerintahan selama dua periode yakni 2004-2009 serta
2009-2014. Di masa pemerintahannya, SBY menggaungkan konsep Trilogi
Pembangunan: *pro-poor*, *pro-growth* hingga *pro-growth*.


Namun, cerita Suku Anak Dalam macam tak ada di dalamnya.

SBY saat memberikan keterangan pers. Dia menjabat Presiden selama dua
periode yakni 2004-2009 dan 2009-2014. (CNN Indonesia/Safir Makki).



Indonesia kini menjadi produsen terbesar minyak mentah sawit dengan total
produksi mencapai 42 juta ton. Angka itu membuat Indonesia mengalahkan
tetangganya: Malaysia dan Thailand. Lompatan produksi itu pun ditunjang
peningkatan lahan sawit.


Studi terbaru TuK Indonesia menunjukkan area yang ditanami sawit sepanjang
2007-2017 meroket hingga 82 persen. Rinciannya, dari 6,8 juta ha pada 2007
melonjak jadi 12,3 juta ha pada 2017.


"Area hampir seluas Bali terus-menerus dikonversi menjadi
perkebunan sawit," demikian TuK Indonesia.
Lihat juga:

*Jokowi Ancam Rebut Kembali Konsesi Lahan Raksasa untuk Rakyat
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190208154513-92-367530/jokowi-ancam-rebut-kembali-konsesi-lahan-raksasa-untuk-rakyat/>*



Studi itu mengungkap 3,8 juta ha lahan sawit dari total lahan 12,3 juta ha
yang ditanami, dikuasai 25 grup bisnis raksasa. Sebagian besar mereka masuk
dalam kategori orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes dengan aset
mencapai US$2-US$6 miliar.



Puluhan raja sawit itu punya konsesi tanah berskala puluhan sampai ratusan
ribu hektare, yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Produksi minyak
mentah sawitpun terbentang dari 16 ribu hinga 2 juta ton.



Di era SBY hingga Jokowi, sawit memang jadi komoditas andalan karena bikin
ekonomi tumbuh.



Selama memimpin 10 tahun misalnya, pertumbuhan di era SBY sempat mencuat
6,2 persen pada 2010. Namun, sawit macam menjelma kutukan di kampung
Nurman-rumah yang digusur hingga konflik tanah tak berkesudahan.



Kini, sedikitnya 1.769 konflik tanah meletus dalam 4 tahun terakhir selama
pemerintahan Jokowi.


Ilustrasi pekerja di perkebunan sawit. (Foto: CNN Indonesia/Agustiyanti)



*Konflik Tanah Terbesar*


Catatan Akhir Tahun 2018 Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan
konflik terbesar tahun lalu datang dari perkebunan, terutama sawit, yang
mencapai 144 kasus. Konflik itu didominasi antara warga dengan perusahaan
perkebunan swasta.


Jambi sendiri masuk dalam sepuluh besar provinsi dengan luasan tanah yang
didera konflik agraria, yakni 17.327 ha.


"Ketimbang menyelesaikannya," kata Sekjen KPA Dewi Kartika, "dalam banyak
kesempatan, Presiden Jokowi selalu menekankan izin-izin di sektor
perkebunan bukan lahir dari era pemerintahannya."


Namun, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) gara-gara sawit merupakan mitos.



Lihat juga:

*Luhut Minta PGN Ikut Kembangkan 'Green Diesel' pada 2020
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190204142600-85-366355/luhut-minta-pgn-ikut-kembangkan-green-diesel-pada-2020/>*



Asosiasi pengusaha itu, mengutip data pengaduan Komnas HAM sepanjang
2011-2016, menegaskan pelbagai kasus yang masuk ke lembaga negara tersebut
justru bukan berasal dari daerah sentra sawit.


Komnas HAM sebelumnya mencatat ada lima provinsi terbesar yang mengadukan
kasus HAM sepanjang periode itu, yakni DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa
Timur, Jawa Barat dan Sumatera Barat.


"Daerah-daerah yang banyak pengaduan pelanggaran HAM," demikian Gapki dalam
rilisnya, "sebagian besar bukanlah daerah utama perkebunan sawit."


Gapki juga membantah komoditas sawit penyebab konflik agraria atau turut
menyebabkan kebakaran hutan dan lahan pada 2015 lalu. Sama dengan
pelanggaran HAM, asosiasi itu menganggap hubungan sebab akibat tersebut
merupakan mitos belaka.


Di balik persoalan itu, pamor minyak sawit justru terus meroket di era
Jokowi. Presiden hingga para menteri terus menyerukan agar negara-negara
Eropa tak termakan kampanye negatif soal kerusakan lingkungan dan
pelanggaran HAM.


"Ada kampanye tidak benar terhadap sawit," kata Menko Perekonomian Darmin
Nasution. "Padahal, sawit sangat berkaitan dengan kehidupan orang banyak."



"Masalah *human rights* sudah diselesaikan," kata Menko Kemaritiman Luhut
Pandjaitan pada tahun lalu. "Jadi bukan *issue* lagi."


Namun ucapan sang menteri bisa jadi tak sepenuhnya tepat.


Lihat juga:

*3,3 Juta Ha Tanah Kalimantan Dikuasai 25 Konglomerat Sawit
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190130123639-92-365032/33-juta-ha-tanah-kalimantan-dikuasai-25-konglomerat-sawit/>*



KPA mencatat 41 orang tewas akibat konflik agraria-di sektor sawit,
tambang, hingga hutan-dalam 4 tahun terakhir. Selain itu, ada 546 orang
yang diduga dianiaya, 51 orang tertembak hingga 900 lebih petani
dikriminalisasi terkait dengan kasus tanah.



"Dibandingkan tahun sebelumnya," kata Sekjen KPA Dewi Kartika, "Terjadi
peningkatan empat kali lipat luasan konflik agraria di sektor perkebunan."


"Kami akan memanggil perusahaan dan pihak terkait bulan depan," kata
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara. "Kasus itu berdampak pada 70 ribu
orang Suku Anak Dalam dan petani Jambi."




*Sertifikat Lahan*


Jokowi sendiri punya cara untuk merampungkan masalah tersebut. Salah
satunya, melalui pembagian sertifikat kepemilikan lahan. Pada Desember
2018, dia berkunjung ke Jambi untuk membagikan sertifikat tanah kepada 6
ribu warga.


Dia menyentil konflik, namun tak spesifik soal Suku Anak Dalam. "Setiap
saya berkunjung, yang saya dengar, sengketa lahan, sengketa tanah, dan di
mana-mana."


Jokowi memang 'membombardir' program bagi-bagi sertifikat tanah, termasuk
di Jambi. Nurman pun sempat berharap solusi atas Suku Anak Dalam, ketika
dirinya menyaksikan sosok presiden di kawasan Hutan Pinus pada Desember
lalu.


Namun, jauh panggang dari api.
Lihat juga:

*Harta 29 Taipan Sawit Diprediksi Setara 67 Persen APBN 2017
<https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190130145254-92-365111/harta-29-taipan-sawit-diprediksi-setara-67-persen-apbn-2017/>*



Kekecewaannya pun bertambah setelah menonton debat pertama soal HAM antara
Jokowi-Ma'ruf Amin serta Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada 17 Januari
lalu. Diketahui, Partai Demokrat yang dipimpin SBY sendiri, telah
memutuskan untuk memenangkan pasangan Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019.


Dari Jambi, Nurman tak menemukan satu suara pun tentang persoalan HAM dan
tanah dalam tayangan televisi saat itu. "Jika tak ada perhatian untuk Suku
Anak Dalam," kata dia, "bisa jadi golput."

Kirim email ke