Terlepas dari ceita dibawah ini, seorang teman baik (Alm GJH) menceritakan 
perbedaan antara nyamuk di Indonesia dan di Europa, katanya nyamuk di Indonesia 
lebih sopan. Menurut sobat sebelum menggit nyamuk Indonesia terbang 
berputar-putar keliling orang yang mau digigit dengan suara nying-nying, 
seoalah dia  bilang permisi, permisi saya mau minum darahmu, baru dia hinggapi 
tubuh yang mau digigit, sedangkan nyamuk di Europa tanpa permisi langsung dia 
tikam menghisap darah. Jadi katanya  alangkat sngat sopan santum nyamuk di 
Indonesia. Benar atau tidaknya pendapatnya, walahualam terserah pendapat Anda.

http://www.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2016/09/28/101711/lebih-baik-mati-ditembak-peluru-dari-pada-mati-digigit-nyamuk.html

Lebih Baik Mati Ditembak Peluru dari pada Mati Digigit Nyamuk!
Rabu, 28 September 2016 - 10:18 WIB
Tanamkan keperdulian pada kebenaran, bangsa dan Negara, kepemilikan harta yang 
dimiliki bangsa yang tak bertepi pada anak kita mulai sekarang

 
Anak-anak dan kekayaan alam Indonesia [Foto: dari m.pulsk.com]oleh : Elly Risman



LIMA hari lagi kita akan merayakan peringatan G 30 S PKI, yaitu suatu kejadian 
dimana Partai Komunis Indonesia dalam upaya menegakkan kekuasaannya melakukan 
pembunuhan keji terhadap tujuh Jendral kita.

Saya tidak ingin membahas peristiwa tersebut, tetapi saya ingin berbagi dengan 
anda pengalaman masa remaja saya, bagaimana ayah saya membangun rasa kebangsaan 
atau Nasionalisme dalam diri saya sejak remaja.

Pasca peristiwa G30 S PKI banyak kebijakan pemerintah yang dinilai banyak fihak 
termasuk mahasiswa tidak memihak rakyat, misalnya devaluasi nilai rupiah dari 
Rp. 1000 jadi Rp 1, menaikan harga minyak bumi dll. Maka dibentuklah Kesatuan 
Aksi Mahasiswa Indonesia/KAMI, 10 Januari 1966 yang mengajukan TRITURA pada 
presiden.

Tritura adalah TRI TUntutan Rakyat yang berisi :1. Bubaran PKI, 2. Retooling 
(Penggantian/Pembersihan) Kabinet dari unsur PKI dan Turunkan harga bahan pokok.

Suatu sore, ayah saya seperti biasa duduk duduk dengan kami, ibu saya, saya dan 
beberapa paman bercerita tentang Tritura dan demo mahasiswa serta pelajar.

Diujung pembicaraan itu, ayah saya mengatakan, setengah instruksi : “Elly ikut 
tuh berjuang dengan mahasiswa dan pelajar pelajar itu. Apa yang mereka 
perjuangkan itu benar.Pemudalah yang harus tegak dan berdiri membela rakyatnya. 
Waktu ayah muda, ayah berjuang juga melawan penjajah. Sekarang kalian berjuang 
membela yang benar, bela Kebenaran!” tegas ayah saya.

Mulai hari itu saya berusia 14 tahun bergabung dengan KAPI (Kesatuan Aksi 
Pelajar Indonesia).

Saya ikut hampir semua kegiatan dari rapat, demo, P3K ( kebetulan saya sudah 
kursus sejak SMP kelas 1), dan dapur umum. Dalam rapat Presidium Kesatuan Aksi, 
saya paling muda.

Walau rapat sampai malam, ayah dan ibu saya selalu mendukung. Beliau 
mendengarkan ‘laporan pandangan mata’setiap saya pulang dan tetap menyemangati.

Beliau selalu menutupnya dengan :”Pegang kepercayaan yang ayah berikan sama 
Elly ya!”.

Tanggal 24 Februari 1966, mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam KAMI dan 
KAPI melakukan demo di lapangan Banteng, Jakarta dengan tuntutan yang sama 
TRITURA.

Dalam usaha mengendalikan massa mahasiswa dan pelajar ini pihak aparat 
menggunakan senjata.

Terdengar letusan senjata api yang kemudian diketahui menembus dada salah 
seorang mahasiswa kedokteran UI bernama Arif Rahman Hakim. Peserta demo semakin 
banyak dan penuh semangat bergerak kearah istana dengan berbagai yel yel..Saya 
berada dalam kerumunan itu..

Di depan istana terdengar tembakan lagi dan kini yang gugur adalah seorang 
pelajar SMP seperti saya, kemudian diketahui namanya : Ikhwan Ridwan Rais (Saya 
terbayang wajah sedih ibu bapaknya yang kehilangan anak tunggalnya).

Semua demonstran bubar, kucar –kacir, ketakutan! Saya ingat benar, saya berlari 
tidak berhenti.

Rumah kami terletak dua blok dari Merdeka Utara. Saya menyebrang jalan Merdeka 
Utara masuk jalan Pecenongan dan diujungnya belok kiri ke Sawah Besar.

Ayah dan ibu saya serta beberapa paman serta Bibi saya yang datang dari Aceh 
mengikuti Kongres Muhammadiyah sedang duduk duduk di beranda depan minum teh. 
Melihat saya berlari lari, ayah saya berdiri,mengikat sarungnya dan menghampiri 
saya dengan tergopoh gopoh.

Sambil memegang kedua bahu saya, beliau bertanya: ”Ada apa nak hah..? ada 
apa?”. Lalu saya menceritakan apa yang terjadi.

Tanpa saya duga, ayah saya memandang saya tajam lalu tangan kirinya memegang 
bahu kanan saya dan berkata: ”Kenapa Elly pulang nak?”

Saya menjawab bingung : “Takuut yah!”

Ayah saya mengangkat tangan kanannya tinggi sekali, menunjuk kearah istana dan 
berkata dengan tegasnya: ”Ayah bilang Elly BALIK!, Balik ke Istana!”

Saya memandang ayah saya dengan rasa takut, heran, bingung campur aduk jadi 
satu.

Yang keluar dari mulut saya cuma :”Haah?”

Ayah saya meneruskan perintahnya dengan menundukkan sedikit kepalanya sehingga 
matanya sejajar dengan mata saya dan mengucapkan kalimat diatas

”Ayah lebih suka anak ayah mati ditembak peluru, dari pada mati di kamar 
(sambil menujuk arah kamar tidur saya), digigit nyamuk, Faham?. Balik!

Saya berdiri mematung, dan datanglah malaikat penyelamat saya: ibu saya 
tersayang.

Beliau langsung ambil posisi, berdiri didepan saya dan berhadapan dengan ayah 
saya. Dengan pelahan beliau mengatakan : “Elly, capek Yah, dan dia lagi 
ketakutan!.

Beliau menoleh ke belakang dimana saya sedang berlindung: “Iya kan nak ?’Saya 
mengangguk dan dengan kencang meremas tangan kiri ibu saya yang diulurkannya 
kebelakang tubuhnya .

“Elly juga lapar Yah! Dan memastikan sambil menengok belakang lagi, dan saya 
mengangguk ‘Juga belum sembahyang’, iya kan nak ?” tanya nya pada saya.

Ayah saya langsung duduk dan dengan pelan mengatakan : Yah sudah sana, makan 
dan sholat dulu, abis itu balik lagi ke istana!”

Sambil makan ibu saya mendengarkan cerita saya yang menakutkan tegang dan seru.

Setelah sholat ibu saya mendekati saya dan mengatakan: Patuh sama apa yang 
disuruh ayahmu, balik tapi jangan sampai ke istana ya, sampai Pecenongan saja. 
Kalau ada demo ikut demo .. tapi jangan sampai ke istana!”…ulangnya lagi.

(Terharu… mengenang semuanya… Ya Allah sayangilah kedua orang tuaku, 
sebagaimana beliau menyayangiku dulu..)

Bukan sekali ayah dan ibu saya mengajarkan saya untuk berjuang bagi kepentingan 
orang banyak.

***

Umur 12 tahun saya diajak ayah saya ke Notaris, yang saat itu tahun 1963, 
sangat jarang di Jakarta. Saya diajak ayah saya untuk menyaksikan beliau 
membuat akte pendidirian sebuah Yayasan Pendidikan untuk Aceh. Di situ saya 
belajar apa itu Notaris, akte dan yayasan.

Teringat sekali saya diusia sepuh dengan enam cucu ini, apa yang dikatakan ayah 
saya: “Ini yayasan pendidikan untuk Aceh. Nanti kalau Elly sudah besar bergerak 
dalam pendidikan ya nak, dan jangan pernah tinggalkan Aceh. Pendidikan itu 
sangat penting, karena pendidikanlah yang ‘Memanusiakan Manusia!”.

Saya tidak faham apa yang dikatakan ayah saya, maka saya tanyakan pada beliau 
dan beliau menjelaskannya dan memastikan saya mengerti apa yang dimaksudkannya.

Banyak lagi kisah yang tak mungkin saya tuturkan disini, tapi apa yang saya 
ingin sampaikan pada Anda adalah bahwa kecintaan pada tanah air, bangsa dan 
kedaulatan negeri itu dimulai dari rumah. Akarnya  di PENGASUHAN!

Marilah mulai menanamkan rasa cinta dan keperdulian pada kebenaran, kebanggaan 
pada bangsa dan Negara, kampung halaman, kepemilikan terhadap harta yang 
dimiliki bangsa , di bawah tanah, di atasnya dan di kedalaman samudra yang 
terbentang seolah tak bertepi.

Seperti ayah dan ibu saya,anda bisa duduk dengan anak anda bercerita tentang 
daerah dimana anda berasal saja dulu.

Apa potensi yang dimiliki, bagaimana selama ini diolah dan dimanfaatkan, 
bagaimana pembagian hasil dengan pusat, apakah penduduk menikmatinya apakah 
tidak?

Bagaimana kedepan teknologi digunakan untuk memanfaatkannya dan mensejahterakan 
dan mencerdaskan orang kampung Anda.

Saya teringat, ketika suatu hari anak bungsu saya berlari lari turun tangga dan 
menangis sedih.

Ketika sudah tenang, dia bercerita dia baru saja menemukan betapa sebenarnya 
ketika tanah Irian yang sekarang digali emasnya oleh Freeport, saat di temukan 
dulu emas ada di permukaan tanah setebal 60 cm!

Pada usia 10 tahun dia juga pernah jadi pembicara di Musium Bahari, dan dengan 
gaya kekanak-kanakannya mengimbau Menteri Perhubungan waktu itu (Kita belum 
punya Menteri Kelautan apalagi Menko Maritim) untuk menyelamatkan terumbu 
karang.

Ketika dia usia TK, saya menunjukkan menceritakan padanya sebuah buku tebal 
yang ditulis oleh kenalan kami anggota kelompok penyelam dunia Guy De La 
Valdene hasil foto foto indah dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang kemudian 
lepas ke tangan Malaysia.

Kini, Pilkada diselenggarakan hampir serentak di seluruh propinsi. Jangan 
biarkan kesempatan emas ini berlalu.

Berceritalah pada anak Anda diatas 10 tahun, tentang apa itu Pilkada bagaimana 
prosesnya.

Ada berapa calon yang maju dan siapa mereka, latar belakangnya, partai yang 
mereka wakili atau calon independent.

Sodorkanlah data data atau ajarkan mereka untuk mencarinya sendiri dengan 
pendampingan, karena internet tidak selamanya aman.

Berusahalah seadil dan seterbuka mungkin, biarkan anak mengalami proses 
Berfikir, Memilih dan Mengambil Keputusan (BMM) untuk dan atas namanya sendiri, 
pemimpin yang mana menurut dia yang pantas jadi pemenangnya dan apa alasannya.

Negara kita sekarang ini menghadapi banyak sekali tantangan dan ancaman 
menyangkut kedaulatan dan kekayaan alamnya.

Anak anak kitalah pemiliknya dimasa datang.

Sejak kecil mereka harus tahu dan sadar akan hak dan kewajibannya dan juga 
kebanggan menjadi anak Indonesia. Kalau bukan kita yang mengenalkannya dan 
menanamkan rasa Kebangsaan dan Nasionalisme, lalu siapa?

Anda, seperti saya, pasti akan terkejut kejut mendengarkan pendapat dan 
pemikirannya.

Ayo kita ciptakan pemimpin dan negarawan masa depan , disamping mengerjakan 
PeEr dan tugas les lainnya, cobalah menanamkam nilai nilai mulia mulai sekarang 
dan jangan berhenti sampai semangat nasionalisme membara di dadanya!

Penulis adalah Psikolog dan Pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati. Tulisandiambil 
dari Facebook dan atas izin penulis. Artikel ini #Terinspirasi dari Pilgub DKI


Rep: Admin Hidcom

Editor: Cholis Akbar

Kirim email ke