-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1931-matinya-keulamaan




Rabu 09 September 2020, 05:00 WIB 

Matinya Keulamaan 

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  Matinya Keulamaan Dok.MI/EBET Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group. 
KEPAKARAN, kata Tom Nichols dalam buku The Death of Expertise, telah mati. 
Tengah berlangsung fenomena matinya kepakaran. Yang membunuhnya mereka yang 
mendadak pintar, pakar, dan berilmu, yang hanya berguru pada 
informasi-informasi di internet yang tak terjamin kebenarannya. Mereka kemudian 
memperlihatkan kepakarannya melalui internet atau media sosial. Orang berilmu, 
orang pandai, dan pakar, dalam bahasa Arab disebut alim ulama. Makna ulama lalu 
mengalami penyempitan menjadi orang yang memiliki ilmu agama Islam. Kita kadang 
menyebut ulama atau mereka yang memiliki ilmu agama Islam itu sebagai ustaz. 
Serupa fenomena mendadak jadi pakar, fenomena mendadak jadi ulama atau ustaz 
pun terjadi dewasa ini. Para ustaz atau ulama dadakan ini memperoleh ilmu agama 
Islam dengan nyantri di internet. Mereka lalu berdakwah melalui media sosial. 
Media arus utama, terutama televisi, ikut-ikutan memberi 'panggung' kepada 
mereka. Matinya keulamaan pun mulai menggejala. Ada yang menyebut mereka yang 
mendadak jadi ulama itu sebagai ulama jadi-jadian. Ada pula yang menyebut 
mereka ulama instan. Serupa mi instan yang siap disantap tanpa repot-repot 
mengolahnya, ulama instan tak perlu repot-repot berolah pikir dengan belajar di 
pondok pesantren. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ketika menjadi Ketua PBNU 
mengatakan akan datang suatu masa orang yang bukan 'keturunan' pesantren 
dipanggil ustaz. Maksud Gus Dur, bakal banyak orang menjadi ustaz tanpa harus 
belajar di pesantren. Ramalan Gus Dur kini terbukti. Dalam bahasa KH Ma'ruf 
Amin yang kini menjabat wapres, banyak yang tidak mondok, tetapi jadi ulama. 
Ma'ruf Amin menyebut mereka sebagai orang yang diulamakan, bukan ulama 
sungguhan. Celakanya, umat gemar mendengar ceramah ulama jadi-jadian atau 
instan ini. Bahkan, ada umat yang mengultuskan para ulama model begini 
sampai-sampai mereka menuding siapa pun yang mengkritik ulama tersebut sebagai 
penista ulama. Para ulama instan ini menarik hati umat biasanya dengan ceramah 
keras, mengumbar ujaran kebencian, memaki, dan mengafirkan yang berbeda, kadang 
sembari melucu. Media arus utama, terutama televisi, kerap menampilkan mereka 
karena gaya dan konten mereka dirasa bisa meningkatkan rating. KH Ma'ruf Amin 
menyebut ustaz atau ulama yang gemar memaki sebagai almakiyun, ahli memaki. 
Kementerian Agama berencana melaksanakan program ulama, ustaz, dai, atau 
penceramah besertifikat. Tujuannya meningkatkan kompetensi dan kualitas 
pemahaman moderasi beragama serta wawasan kebangsaan. Program ulama 
besertifikat, sertifikasi ulama, atau apa pun itu namanya kontan memicu 
polemik. Polemik ini muncul bukan baru sekarang ketika Kementerian Agama 
menggagasnya, melainkan sejak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menggagas 
program serupa pada 2012. Ada yang mengatakan tidak setuju ulama disertifikasi 
karena dalam Islam dikatakan bahkan orang yang mengerti satu ayat sekalipun 
diwajibkan berdakwah. Persoalannya bagaimana kalau satu-satunya ayat yang 
dimengerti dan didakwahkannya ayat kebencian atau ayat makian? Program dai 
besertifikat menjadikan ustaz atau ulama mengerti lebih banyak ayat kebaikan. 
Di negara lain, seperti Singapura, Uni Emirat Arab, Malaysia, bahkan Arab 
Saudi, ulama juga disertifikasi. Guru atau wartawan yang mengajarkan atau 
menginformasikan ilmu dan pengetahuan duniawi saja harus disertifikasi, masa 
ustaz yang mengajarkan ilmu duniawi plus ukhrawi tak disertifikasi? Program 
ulama besertifikat ini kiranya bertujuan mengatasi kehadiran atau keberadaan 
ulama dadakan, ulama jadi-jadian, dan ulama instan. Program ulama besertifikat 
menghindarkan kita dari fenomena matinya keulamaan. Namun, Kementerian Agama 
harus konsisten dan tegas bila sungguh-sungguh ingin menjalankan program ulama 
besertifikat ini. Mengikuti program ini semestinya bukan kesukarelaan, 
melainkan keharusan bagi siapa pun yang disebut atau ingin disebut ulama.  

Sumber: https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1931-matinya-keulamaan






Kirim email ke