*Mengapa Ketidaktahuan Lebih Penting dari Pengetahuan ?*

IGNORAMUS  :  ORANG YANG TIDAK TAHU.

Saat menjalani sidang doktor untuk menguji disertasinya, Andi Hakim
Nasution (mantan rektor IPB) mendapat pertanyaan aneh dari seorang dewan
penguji.

Secara tiba-tiba sang penguji bertanya tentang penyakit yang menyerang
hewan tertentu. Ia sempat berpikir, “Mengapa dia bertanya tentang ini ?Dan
apa pula subyek yang ditanyakannya ?” sambil memikirkan istilah asing yang
ditanyakan dosen pengujinya.

Setelah merenung, dengan berat hati, calon doktor tadi menghela nafas dan
berkata, “Maaf, saya tidak tahu…”.

Mendengar jawaban itu, tiba-tiba sang penguji merasa lega. Ia tersenyum dan
memandang dengan puas melihat mahasiswanya tidak dapat menjawab pertanyaan
yang ia berikan.

Calon doktor statistika eksperimental itu tertunduk lesu. Perjuangan riset
bertahun-tahun bisa saja hancur karena sebuah pertanyaan istilah asing yang
ia sendiri baru pertama kali mendengarnya. Tapi ternyata dia diumumkan
lulus !

Saat berjabat tangan, dia bertanya kepada dosen penguji tadi.

“Apa jawaban dari pertanyaan yang Anda tanyakan ?” tanyanya penasaran.

“Saya tidak tahu”, jawab sang penguji tersenyum.

“ _Pardon me_?… Maaf…?”

“Iya, itu jawabannya. Saya sendiri tidak tahu jawabannya. Saya menanyakan
hal yang sebenarnya tidak ada. Anda sudah menjawab semua pertanyaan kami
dengan sangat baik saat ujian. Tapi di situlah masalahnya. Kita sebagai
ilmuwan terkadang harus mengetahui ada hal-hal yang tidak bisa kita
ketahui. Saya ingin Anda belajar hal tersebut”.

Cerita yang saya ambil dari buku lawas “Pola Induksi Seorang
Eksperimentalis” itu menegaskan sebuah pelajaran : ketidaktahuan lebih
penting dari pengetahuan.

Hal ini menjadi relevan karena manusia modern begitu mengagungkan kalimat
“pengetahuan adalah kekuatan”, sehingga kita seringkali tidak mau mengakui
ketidaktahuan kita sendiri.

Lihatlah saat netizen berusaha berdebat tentang topic yang tidak ia kuasai,
calon pegawai yang berusaha membuat pewawancaranya terkesan, atau anggota
dewan yang ingin terlihat hebat didepan rakyat. Semuanya berusaha terlihat
“Maha Tahu”.

Kita seringkali lupa dan tidak mau mengakui jika sumber pengetahuan
sesungguhnya ada pada ketidaktahuan. Karena seorang ilmuwan pada dasarnya
adalah seorang ignoramus : orang yang tidak tahu.

Perbedaan ilmuwan dan orang biasa ada pada langkah selanjutnya : apakah dia
itu mau jujur mengakui ketidaktahuannya? Maukah ia mencari pengetahuan baru
untuk menjawab ketidaktahuan itu ?

Menerapkan pola pikir seorang ignoramus, berarti kita harus merayakan
ketidaktahuan.

Ketidaktahuan adalah tanda jika masih banyak pelajaran yang bisa kita
temukan. Tak perlu malu dan menutup-nutupi. Kita hanya perlu jujur pada
diri sendiri : masih banyak yang harus kita pelajari.

Jika pengetahuan adalah kekuatan, maka ketidaktahuan adalah ibu dari
pengetahuan.

T E T A P  S E M A N G A T   !

Kirim email ke