Artikel <https://www.antaranews.com/slug/artikel>
Mengulik kehadiran kendaraan listrik sebagai solusi
Oleh Juwita Trisna Rahayu Sabtu, 31 Agustus 2019 13:42 WIB
Mengulik kehadiran kendaraan listrik sebagai solusi
Bus listrik tipe MD12-E produksi PT Mobil Anak Bangsa perdana melintasi
jalanan Jakarta setelah lolos uji tipe oleh Kementerian Perhubungan.
(ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar
Panjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Perindustrian
Airlangga Hartarto dan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Mohamad Nasir hari ini, Sabtu (31/8) menjajal kendaraan listrik di
kawasan Silang Monas, Jakarta dalam pameran yang bertajuk “Kendaraan
Listrik sebagai Solusi Pengurangan Polusi Udara dan Penggunaan BBM Jenis
Kendaraan Listrik”.
Sejak terbitnya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang
Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, seluruh
pemangku kepentingan didorong untuk segera mewujudkan apa yang termaktub
dalam aturan tersebut.
Bahkan, sejumlah kemudahan pun ditawarkan bagi mereka yang menggunakan
kendaraan listrik, di antaranya bebas dari ganjil genap dan biaya parkir.
“Bisa saja mobil listrik tidak kena biaya parkir, bahkan kalau di kota
di negara lain ada jalur khusus mobil listrik,” kata Direktur Jenderal
Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiadi.
Sejumlah perlakuan khusus itu tentunya merupakan kewenangan pemerintah
daerah, untuk itu Dirjen Perhubungan Darat mengupayakan dengan mengirim
surat kepada pemda untuk mempertimbangkan usulan tersebut.
Tidak tanggung-tanggung, Ia juga merancang dalam program beli jasa
atau/buy the service/, yakni pengadaan bus kerja sama dengan swasta di
lima kota besar untuk dimulai dengan bus listrik pada 2021.
Artinya, Kemenhub harus merogoh kantong anggaran yang lebih dalam lagi
karena investasi pengadaan bus listrik harganya dua kali lipat, yakni
Rp4 miliar per unit dari harga bus berbahan bakar fosil senilai Rp2
miliar per unit.
Kendaraan listrik juga disebut-sebut akan mengisi calon jalan-jalan
protokol ibu kota baru di Kalimantan Timur sebagai angkutan massal.
“Di ibu kota baru nanti, kami akan siapkan konektivitas transportasi
yang terintegrasi antarmodanya melalui angkutan massal dan berkonsep
ramah lingkungan atau minim emisi,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya
Sumadi.
*Baca juga:Regulasi kendaraan listrik, pengisian baterai bisa di
perumahan
<https://www.antaranews.com/berita/1014822/regulasi-kendaraan-listrik-pengisian-baterai-bisa-di-perumahan>*
*Baca juga:Kendaraan listrik akan dibebaskan dari pajak kendaraan
bermotor
<https://www.antaranews.com/berita/1013406/kendaraan-listrik-akan-dibebaskan-dari-pajak-kendaraan-bermotor>*
*Pangkas Biaya Operasional*
Jika dikaji lebih lanjut, kendaraan listrik bisa memangkas penggunaan
bahan bakar fosil yang tentunya berimbas pada pengurangan polusi udara.
Direktur Teknik PT Mobil Anak Bangsa, selaku perusahaan yang memproduksi
bus listrik, Bambang Tri Soepandji menghitung pengurangan biaya
operasional dari sisi bahan bakar bisa mencapai 65 persen.
“Misalnya, acuan solar per liter bus di Jakarta itu Rp5.150 dan itu
subsidi, kalau solar satu liter bisa dua kilometer, per kilometernya
butuh biaya sekitar Rp2600-an,” ujarnya.
Sementara itu, lanjut dia, pemakaian listrik per kilometer hanya 0,85
kwh di mana saat ini PLN bisa menjual Rp1.650 per kwh dan juga menjual
Rp770 per kwh.
“Hitungannya satu kilometer kira-kira tarifnya kurang dari Rp770 per
kilometer, nah kalau solar per kilometer itu Rp2.600-an,” katanya.
Penghematan biaya operasional ini dinilai bisa menutupi biaya investasi
yang besarnya dua kali lipat dari mobil berbahan bakar fosil ditambah
dengan minimnya biaya perawatan.
Untuk pengisian daya bus MAB tipe Electric Bus MD12-E dengan 12 baterai
berkapasitas 259,2 Kwh dibutuhkan waktu selama tiga jam dan mampu
menempuh kecepatan maksimal sampai 70 kilometer per jam dengan jarak
hingga 250 kilometer per jam dalam daya yang penuh.
Pesanan pun mulai berdatangan kepada MAB, yakni dari Perum PPD 100 unit,
Garuda Indonesia empat unit, Angkasa Pura II, Perum Damri, Transjakarta
dan perusahaan asal Jepang Mistui untuk kebutuhan antar jemput karyawan.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin menyatakan pihaknya
mendorong optimalisasi operasional kendaraan listrik di wilayah Bandara
Internasional Soekarno-Hatta.
Adapun saat ini di Soekarno-Hatta juga telah beroperasi angkutan massal
berbasis listrik yakni kereta bandara dan skytrain, serta mobil golf di
dalam terminal. Taksi Blue Bird juga sudah mengoperasikan kendaraan
listrik Tesla dan BYD khusus untuk layanan di Soekarno-Hatta.
Pengemudi Taksi Bluebird Zaefri sudah menggunakan mobil listrik BYD
untuk bekerja selama empat bulan dan mengaku tidak ada kendala.
“Lebih nyaman, kedap suara dan kalau banjir masih aman, setengah ban
masih aman,” ujarnya.
Namun, Ia meminta pemerintah untuk memperbanyak Stasiun Pengisian
Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di setiap penyangga ibu kota.
“Harapannya pemerintah mendorong/charging/di setiap penyangga ibu kota
seperti Depok, Bekasi dan Tangerang karena kita kan area Jabodetabek.
Alhamdulillah di BPPT Thamrin, Terminal 3 Soetta dan Puspitek Serpong
gratis,” katanya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan
menyebutkan saat ini sekitar 2.000 unit SPKLU yang sudah beroperasi, dan
untuk mendukung kebijakan tersebut, perlu adanya penambahan SPKLU agar
memudahkan pengguna menemukan lokasi pengisian ulang baterai.
"Ada sekitar 7.500 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang
dioperasikan di bawah Pertamina, dan itu bisa kerja sama untuk
dipasangkan SPKLU. Kemudian bisa dipasang juga di kantor-kantor publik
atau pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah," kata Jonan.
*Selaraskan Tujuan dari Hulu*
Namun, menurut Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata Djoko
Setijowarno, pengadaan kendaraan listrik saja tidak cukup tanpa adanya
keselarasan tujuan antarkementerian.
Tujuan di Kemenhub untuk mengalihkan masyarakat ke angkutan umum
sehingga mengurangi kemacetan, di Kementerian ESDM untuk menghemat BBM,
Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk mengurangi polusi tidak
akan jalan apabila di Kementerian Perindustrian terus menggenjot
produksi mobil berbahan bakar fosil.
“Soal mobil listrik ini harus dibereskan dari hulu, mungkin bisa dicek
dulu itu Indikator Kinerja Utama (IKU) Kemenperin apakah masih akan
meningkatkan produksi, kalau memang ya nanti tidak akan sejalan,” kata
Djoko.
Selain itu juga perlu dibenahi dari sisi kendaraan lainnya, seperti
sepeda motor, sebab jenis kendaraan tersebut paling banyak melintasi
jalanan Jakarta, yakni 75 persen, sementara itu kendaraan pribadi 23
persen dan angkutan umum tertinggal jauh hingga dua persen.
Bukan hanya di Jakarta, di setiap daerah penggunaan sepeda motor juga
paling banyak di antara kendaraan lainnya yang juga dipicu adanya
kemudahan pembelian dengan kredit ringan serta angkutan umum di daerah
yang tidak mendukung.
*Baca juga:AP II optimalisasi gunakan mobil listrik di Soekarno-hatta
<https://www.antaranews.com/berita/1036694/ap-ii-optimalisasi-gunakan-mobil-listrik-di-soekarno-hatta>
Baca juga:Kemenhub nyatakan kesiapan sediakan kendaraan listrik di ibu
kota baru
<https://www.antaranews.com/berita/1035680/kemenhub-nyatakan-kesiapan-sediakan-kendaraan-listrik-di-ibu-kota-baru>
Baca juga:Menteri ESDM minta pemda fasilitasi pengisian kendaraan
listrik
<https://www.antaranews.com/berita/1029336/menteri-esdm-minta-pemda-fasilitasi-pengisian-kendaraan-listrik>*
Oleh Juwita Trisna Rahayu
Editor: Subagyo
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com