-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1976-psbb-butuh-keteladanan


Selasa 07 April 2020, 05:05 WIB

PSBB Butuh Keteladanan

Administrator | Editorial
 

REGULASI dibuat untuk segera dijalankan, bukan untuk didiskusikan. Apalagi 
kalau regulasi itu dibuat untuk mengatasi kondisi darurat, kendati banyak 
kekurangannya, tetap harus segera diterapkan.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan 
Sosial Berskala Besar (PSBB) disusun untuk mengatasi kondisi darurat kesehatan 
masyarakat. Peraturan itu memang belum sempurna tapi kehadirannya sangat 
dibutuhkan dan ditunggu-tunggu masyarakat.

Ada yang menyoroti bahwa permenkes itu sangat birokratis sehingga tidak 
memperlihatkan kedaruratan pandemi. Akan tetapi, negara memang membutuhkan 
aturan dan birokrasi yang mestinya masih ada ruang yang dinamis untuk dikelola 
secara profesional.

Karena itulah, daripada terus-menerus berdebat kusir soal permenkes, kiranya 
amatlah bijak bila ketentuan dalam regulasi itu dilaksanakan secepatnya secara 
konsisten.

Pemprov DKI Jakarta sudah mengajukan usulan PSBB ke Menteri Kesehatan sesuai 
yang dimintakan dalam ketentuan perundang-undangan. Usulan itu memang mental 
karena Pemprov DKI belum mencantumkan persyaratan data peningkatan, penyebaran, 
dan kejadian transmisi lokal. Pun demikian dengan syarat kesiapan ketersediaan 
kebutuhan dasar warga, prasarana kesehatan, jaring pengaman sosial, dan aspek 
keamanan.

DKI diberi waktu dua hari untuk melengkapi. Kemudian, sesuai permenkes, 
penetapan PSBB oleh Menkes dilakukan dalam jangka waktu dua hari sejak diterima 
permohonan dari kepala daerah. Itu pun bila usulan dinilai sudah lengkap.

Waktu empat hari bisa terbuang sia-sia tetapi begitulah birokrasi pemerintahan 
padahal penularan covid-19 tidak menghadapi halangan birokrasi. Betul, bahwa 
segala kebijakan harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan agar tertib dan 
selaras dengan garis besar kebijakan nasional. Jangan sampai kekakuan membuat 
seakan-akan birokrasi adalah tuhan.

Penyederhanaan birokrasi PSBB bisa saja dilakukan. Misalnya, pusat cukup 
menggunakan data penularan hari ke hari yang dihimpun dari daerah. Pemda 
mestinya tinggal menyodorkan kelengkapan rencana aksi yang juga mencakup 
kesiapan prasarana kesehatan, aspek jaring pengaman sosial, hingga keamanan.

Bila pun ada persyaratan yang masih perlu dilengkapi, tim bentukan Menkes bisa 
langsung memulai kajian untuk merumuskan rekomendasi. Tentu isi rekomendasi 
bukan hanya soal layak atau tidak PSBB ditetapkan di daerah yang bersangkutan. 
Tim bisa ikut memperkaya usulan rencana aksi yang sebaiknya ditempuh pemda.

Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus bergerak cepat 
mengimplementasikan kebijakan PSBB. Jika memang memerlukan PSBB, pemda mesti 
cepat mengusulkan sehingga Menteri Kesehatan dapat cepat pula memutuskan.

Tidak kalah penting pula keteladanan pejabat publik. Jangan malah mereka 
sendiri yang menginjak-injak imbauan pemerintah dengan memaksakan menggelar 
acara yang membuat berkumpulnya lebih dari 10 orang secara fisik. Contohnya, 
pemilihan wakil gubernur DKI Jakarta oleh DPRD dan pemilihan ketua Mahkamah 
Agung yang berlangsung kemarin.

Perlu kesadaran kolektif mematuhi rambu-rambu pembatasan sosial, karena patuh 
aturan bukan hanya kewajiban masyarakat awam. Melawan wabah covid-19 adalah 
kerja bareng sekaligus tanggung jawab seluruh elemen bangsa.
 







Kirim email ke