-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1917-pagar-di-tubir-kemiskinan


Pagar di Tubir Kemiskinan

Penulis: Media Indonesia Pada: Jumat 31 Januari 2020, 05:05 WIB Editorial MI
 

SAMPAI sekarang, kemiskinan itu tidak pernah lari dari Indonesia. Hanya 
beranjak. Benar adanya bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia sudah berada pada 
angka satu digit, 9,41% dari total jumlah penduduk.

Namun, lonceng peringatan berbunyi lantang dari Bank Dunia bahwa 115 juta 
penduduk Indonesia berada pada kategori menjelang kelas menengah. Mereka belum 
masuk pada kategori kelas menengah yang jumlahnya sekitar 52 juta jiwa atau 20% 
dari populasi Indonesia.

Memang mereka punya potensi untuk naik kelas, tetapi juga justru bisa turun 
kelas kembali ke dalam kemiskinan. Hampir separuh penduduk Indonesia itu rentan 
kembali miskin saat mengalami turbulensi ekonomi, rawan terpuruk hanya karena 
faktor seperti gejolak harga pangan atau sakit panjang.

Menjadi keniscayaan bagi pemerintah untuk membangun pagar agar 115 juta orang 
yang berada di tubir garis ketidakmampuan itu tidak kembali terpuruk. 
Pemerintah harus menyadari bahwa kategori tersebut juga perlu mendapat 
kebijakan dan program afirmatif.

Karena itulah, butuh kebijakan yang tak sekadar fokus pada perlindungan sosial 
yang bersifat sementara, tetapi juga kebijakan yang bersifat pemberdayaan, 
berupa pemberian insentif yang memadai. Berikanlah pancing dan kail alih-alih 
menyodorkan ikan.

Apalagi pemerintahan ini punya modal kuat, yakni paradigma ekonomi yang 
berpihak pada program pemerataan pembangunan. Artinya, tak hanya bisa mendorong 
pertumbuhan ekonomi, hal itu juga bisa membantu dalam mengurangi kemiskinan dan 
kesenjangan.

Dengan demikian, mereka yang masih rentan ini tetap harus mendapat prioritas 
bantuan pendidikan meskipun tak lagi berhak memperoleh bantuan pangan nontunai 
(BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Begitu juga dalam peningkatan 
produktivitas tenaga kerja.

Pasalnya, sampai sekarang produktivitas bangsa kita masih cukup rendah. 
Padahal, produktivitas yang tinggi akan memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat 
sehingga angka kemiskinan akan makin mudah diminimalkan.

Peningkatan produktivitas lewat pemberdayaan sumber daya manusia inilah yang 
mampu memutus kemiskinan itu sendiri, bukan sebaliknya, melahirkan generasi 
miskin kembali.

Selain itu, peningkatan kondisi ekonomi penduduk kelas ini juga akan mengerek 
pertumbuhan ekonomi bangsa karena mereka merupakan sumber dari hampir setengah 
total konsumsi rumah tangga di Indonesia.

Pada tahap selanjutnya, tentu ketersediaan lapangan kerja. Penciptaan lapangan 
kerja tidak cukup hanya dari anggaran pemerintah, tetapi juga harus dari 
investasi. Di situlah substansi peringatan dari Bank Dunia bahwa di tengah 
masih berlanjutnya kelesuan ekonomi global, tidak mudah untuk menciptakan 
lapangan kerja.

Karena itu, upaya pemerintah untuk mempermudah kesempatan berusaha lewat 
rencana pembahasan omnibus law patut didukung, antara lain kebijakan untuk 
memangkas perizinan sehingga investasi lebih gampang mengalir, industri yang 
kuat, dan mendorong partisipasi UMKM.

Hal itu mendorong masyarakat untuk meraih kondisi ekonomi yang benar-benar 
kuat, tidak rapuh. Masyarakat yang benar-benar mampu mengentaskan diri berkat 
kemandirian ekonomi, bukan dientaskan bantuan-bantuan sosial yang bersifat 
sementara.






Reply via email to