Peneliti LIPI: Isu Kebangkitan PKI adalah Hoaxi
  
|  
|   
|   
|   |    |

   |

  |
|  
|   |  
Peneliti LIPI: Isu Kebangkitan PKI adalah <i>Hoax</i>
 Peneliti utama LIPI, dan pakar sejarah Indonesia Dr Asvi Warman Adam 
mengatakan, isu kebangkitan PKI yang muncul...  |   |

  |

  |

 
Diskusi bertajuk "Kebangkitan PKI: Isu Atau Realitas?" di Balai Sarwono, 
Jakarta, Rabu 14 Juni 2017.
Oleh: / GOR | Kamis, 15 Juni 2017 | 23:30 WIB

Jakarta - Peneliti utama LIPI, dan pakar sejarah Indonesia Dr Asvi Warman Adam 
mengatakan, isu kebangkitan PKI yang muncul saat ini merupakan “mimpi di siang 
bolong”. Pasalnya, berbagai berita, informasi terkait munculnya PKI belum dapat 
dibuktikan kebenarannya alias hoax.Demikian dikemukakan Asvi dalam diskusi 
bertajuk “Kebangkitan PKI: Isu Atau Realitas?” di Balai Sarwono, Jakarta, Rabu 
(14/6).Selain Asvim, diskusi juga menghadirkan pengamat politik dari 
Universitas Presiden, mantan Menristek Kabinet Gusdur Prof Dr Muhammad AS Hikam 
APU, Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dr Tubagus Hasanuddin, dan 
Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UI Dr Ade 
Armando. Hadir sebagai “Penanggap Utama” yaitu Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat 
(DPP) Partai Nasional Indonesia Marhaenis (PNI Marhaenis) Sukmawati 
Soekarnoputri.Ikut hadir di antara peserta diskusi yang berjumlah 200 orang itu 
antara lain, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965/1966 Bedjo 
Untung, dan sejarawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Baskara T Wardaya 
SJ. Diskusi dipandu Pemimpin Redaksi Indonews.id, Asri Hadi.Asvi mempertanyakan 
kebenaran berita bahwa saat ini PKI sudah terbentuk dengan struktur dari pusat 
hingga daerah. Diberitakan, PKI sudah memiliki anggota mencapai 15 juta orang, 
yang dipimpin Wahyu Setiaji. Bahkan, muncul tuduhan bahwa Presiden Joko Widodo 
merupakan anak seorang PKI.Menurut Asvi, tuduhan Jokowi merupakan anak PKI 
tidak berdasar. “Joko Widodo lahir tahun 1961. Ayah Joko Widodo bernama 
Widjiatno yang kelak menjadi Notomihardjo, dan Ibu Joko Widodo adalah Sujiatmi. 
Silsilah Jokowi sangat jelas, jadi tidak mungkin anak seorang PKI, atau 
terlibat dalam PKI,” ujarnya.Asvi mengatakan, kebangkitan PKI saat ini hanya 
isu yang sengaja dihembuskan kelompok tertentu untuk mengacaukan situasi 
politik. Mengutip pendapat Peneliti Utama LIPI Sjamsuddin Haris, Asvi 
mengatakan, keruhnya situasi politik saat ini dilakukan oleh operator 
profesional yang menggandeng tiga kekuatan yaitu pebisnis hitam -yang tidak 
bisa melakukan korupsi akibat kebijakan Jokowi - politisi busuk, dan radikalis 
agama.“Gabungan tiga kelompok ini dan digerakkan oleh operator profesional ini 
yang membuat politik kita keruh,” ujar Asvi.Politisi PDI Perjuangan Tubagus 
Hasanuddin mengatakan pihaknya sudah melakukan penelitian dan penyidikan ke 
lapangan terkait isu kebangkitan PKI tersebut. Namun, anggota Komisi I DPR RI 
ini memastikan kabar tersebut tidak benar.“Ada memang 3 atau 4 kasus hanya 
mencetak kaos yang berlambang palu arit dan itu tidak ada pendalaman bahwa 
mencetak kaos berlambang palu arit itu bagian dari membangkitkan komunis. Perlu 
dicatat bahwa kalau ada kebangkitan komunis maka selesaikan saja secara hukum. 
Dan kalau ada kader PDIP yang mencoba mendukung komunis atau membangkitkan 
ideologi komunis, saya kira laporkan saja jangan ragu-ragu,” tegas Tubagus.Dia 
mengatakan bahwa ideologi komunisme sudah tidak populer sebagai gerakan 
perjuangan. “Komunisme sudah tidak popuper. Coba tunjukkan ke saya di dunia 
bahwa komunis itu eksis, kecuali di Korea Utara,” ujarnya.Menurutnya, ada tiga 
kekuatan ekstrim yang bisa menghancurkan yaitu ekstrim kiri (Eki), ekstrim 
kanan (Eka) dan ekstrim yang lain (Ela). Setiap kekacauan bisa diklasifikasi 
berasal dari tiga kelompok tersebut.Mantan Sekretaris Militer (Sekmil) Presiden 
Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono ini menyayangkan isu PKI 
selalu muncul setiap jelang Pilpres, yang bertujuan untuk mendelegitimasi 
pemerintahan dan presiden terpilih.Saat ini, katanya, muncul isu baru yang akan 
mengganggu pemerintahan – selain PKI – yaitu paham khilafah. “Karena itu, ke 
depan, pemerintahan siapa saja yang terbentuk, selalu berhadapan dengan dua isu 
ini, yaitu komunis dan khilafah,” ujarnya.Kekuatan Baru Ideologi Islam
AS Hikam mengatakan pertanyaan tentang benar tidaknya kebangkitan PKI tidak 
relevan dijawab. Pasalnya, isu kebangkitan PKI itu bisa diciptakan untuk 
memunculkan persepsi tertentu. “Jangan tanya PKI itu ada atau tidak, karena itu 
soal persepsi dan bisa diciptakan. Oleh karena itu saya menganggap isu PKI ini 
adalah persoalan faktual saja,” ujarnya.Hikam mengatakan, persepsi bahwa 
ideologi komunis sudah mati hanya bisa dipastikan dari tidak ada lagi orang 
yang menganut ideologi tersebut. Ideologi tidak pernah mati selama masih ada di 
dalam hati, dan pikiran.Namun, Hikam mengatakan, komunisme sudah tidak memiliki 
kekuatan besar. Komunisme saat ini bahkan kalah pamor dibanding ideologi Islam. 
“Sekarang yang paling powerfull justru ideologi Islam, bukan komunisme. Karena 
ideologi komunis tidak muncul, dan yang muncul malah Islam. Kasus penistaan 
agama itu adalah the power of ideology. Jangan anggap remeh pada ideologi. 
Ideologi masih menjadi the most powerfull,” ujarnya.Pengamat politik dari 
Universitas Presiden ini mengatakan, ada empat faktor munculnya isu kebangkitan 
PKI, yaitu faktor ideologi, faktor lingkungan strategis dan kemanan nasional, 
faktor legal dan HAM, dan faktor politik.Faktor ideologis munculnya PKI, kata 
Hikam, karena ideologi pada hakikatnya tidak pernah mati, seperti halnya 
komunisme. Selain itu, karena adanya kekosongan wacana dan praksis ideologi 
Pancasila pasca Orde Baru. Hal ini karena hegemoni ideologi Pancasila seperti 
masa Orba sudah lemah bahkan nyaris tidak ada. Yang tak kalah penting, kata 
Hikam, munculnya isu PKI terjadi karena munculnya ideologi alternatif seperti 
Islamisme dan Neoliberalisme.Mengelola Isu PKI
Hikam mengatakan, isu PKI efektif menjadi musuh bersama kelompok Islam Politik, 
dengan menggalang kekuatan politik tertentu. Hal terlihat dari munculnya 
ceramah-ceramah keagamaan untuk melawan komunis. Pemanasan misalnya sudah 
dilakukan pada pilkada DKI melalui seruan jangan memilih pemimpin 
non-Islam.“Isu komunis sangat atraktif dan strategis untuk ciptakan musuh 
ideologis bersama kelompok Islam dan kelompok strategis lain termasuk TNI,” 
ujarnya.Menurut Hikam, tokoh politik di belakang kelompok Islam Politik akan 
diuntungkan dengan isu komunis tersebut. Mereka mendapat amunisi bagi 
pendukungnya untuk melakukan “perang politik” melawan oposisi.Menjelang Pilpres 
2019, kata Hikam, isu PKI tersebut akan dikapitalisasi oleh lawan politik 
Presiden Jokowi bagi kepentingannya. Kelompok tersebut juga akan mempengaruhi 
kelompok strategis lain seperti TNI, NU dan Muhammadiyah. Kelompok islam 
politik tersebut akan berusaha keras mempengaruhi TNI menjadi menjadi “kawan 
seperjalanan” dengan menggunakan isu ancaman KGB. Karena itu, Hikam meminta TNI 
untuk tidak termakan isu.“TNI harus hati-hati pada isu PKI, jangan sampai masuk 
dalam ‘jebakan batman’. Bahaya kalau kelompok ini bergabung dengan TNI, karena 
akan bahaya sekali. TNI harus hati-hati, jangan sampai kelompok strategis ini 
dipaketkan dengan kelompok ekstrim kanan, juga kelompok NU dan Muhammadiyah 
jangan sampai ikut terpengaruh,” ujarnya.Isu kebangkitan PKI saat ini, kata 
Hikam, masih berada pada perbatasan fakta dan alat propaganda. Karena itu, 
perlu sikap tegas dan terukur dari Pemerintah dan Presiden Jokowi agar isu ini 
tidak dimanfaatkan sebagai senjata politik yang mengganggu keamanan nasional. 
Untuk itu, penguatan ideologi Pancasila perlu terus dilakukan sebagai benteng 
terhadap ideologi lain yang bisa menjadi ancaman bangsa. “Bagaimanapun, 
Presiden Jokowi harus tetap menanggapi isu kebangkitan PKI tersebut,” 
ujarnya.Ade Armando mengatakan, kebenaran kebangkitan PKI tidak terlalu 
penting. Pasalnya, kebangkitan PKI bisa saja merupakan kebohongan yang terus 
dipropagandakan. Karena itu, yang paling penting bagi Ade, yaitu apakah isu 
tersebut menimbulkan ancaman bagi negara atau tidak. “Komunisme dipakai sebagai 
alat untuk menghantam lawan,” ujarnya.Ade mengatakan, isu PKI yang disematkan 
pada Jokowi cukup ampuh menggerus popularitas dan elektabilitasnya. Terbukti, 
Jokowi hanya terpaut 6% di atas Prabowo Subianto dalam Pilpres 2014 lalu. “Isu 
PKI ini cukup ampuh karena Jokowi hanya menang 6%, tidak besar amat,” 
ujarnya.Sama seperti para narasumber, Sukmawati menampik bangkitnya kembali 
PKI. Sukmawati juga membantah sinyalemen hubungan baik pemerintah Indonesia 
dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai bukti bangkitnya PKI.“Kalau 
sekarang Indonesia kembali lagi ada hubungan dengan RRT, kenapa tidak? Karena 
super ekonomi sekarang ini adalah RRT. Raja Arab Saudi juga kerja sama (dengan 
RRT). Amerika Serikat juga pinjam duit untuk pembangunannya. Kalau Indonesia 
perlu dana untuk pembangunan negara, jangan bohong dan bodoh,” pungkasnya.


Sumber: PR

Kirim email ke