Rumah Gerakan 98 Kecam Pernyataan Menyesatkan Titiek Soeharto Soal Reformasi
UNKNOWN  SUNDAY, 19 MARCH 2017  BERITA, POLITIK


Beritaterheboh.com - Berbagai kalangan menyayangkan pernyataan anggota DPR RI 
Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto bahwa reformasi tidak membuat 
Indonesia lebih baik dibandingkan era Orde Baru. Putri Soeharto ini dinilai 
mengabaikan banyak pencapaian di era reformasi, antara lain adanya penguatan 
peran masyarakat sipil dalam proses pembangunan nasional.

“Kami menilai pernyataan Titiek Soeharto itu menyesatkan, seolah mengabaikan 
fakta jika ada perbedaan sangat besar masa Orde Baru dengan masa Reformasi,” 
kata Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Rumah Gerakan (RG) 98 Wawan 
Purwandi dalam rilisnya di Jakarta, Senin (13/3/2017). 

Dia menjelaskan, sejak Orde Baru runtuh, terjadi perubahan besar-besaran dalam 
tatanan berbangsa dan bernegara. Menurutnya, jika sebelumnya semua aktivitas 
pembangunan serba bersifat sentralistik, maka reformasi membuat proses 
pembangunan dilakukan dengan sistem desentralisasi yang ditandai oleh pelibatan 
aktif masyarakat. 

"Belum lagi di zaman Orde Baru banyak kejahatan kemanusiaan seperti pelanggaran 
HAM, penculikan dan penghilangan aktifis, teror dan intimidasi, kejahatan kerah 
putih, korupsi yang merajalela, dan sebagainya," ujarnya.

Wawan mengatakan, reformasi membuat partisipasi, transparansi, dan 
akuntabilitas di tiap level legislatif, eksekutif, dan yudikatif bertumbuh, 
bahkan telah menjadi keharusan. 

“Penguatan peran masyarakat sipil terjadi di era Reformasi. Masyarakat tidak 
hanya menjadi objek pembangunan seperti di masa Orde Baru, tetapi mereka juga 
bisa berperan aktif sebagai subjek pembangunan," ujarnya.

Penguatan peran masyarakat , kata Wawan, dapat dilihat dari berbagai bidang 
seperti desentralisasi politik, ekonomi dan administratif. Dia mencontohkan di 
bidang politik, pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah 
merupakan buah reformasi.  

"Jika di masa Orde Baru tentu hal tersebut tidak dimungkinkan, karena kuatnya 
intervensi penguasa dalam menentukan pemimpin-pemimpin pemerintahan," katanya. 

Dalam bidang ekonomi, katanya, juga terjadi perubahan besar yaitu munculnya 
sistem desentralisasi fiskal, yang memungkinkan transfer anggaran dari pusat ke 
daerah jauh lebih besar dibandingkan saat Orde Baru. 
“Di masa Reformasi ini pengakuan terhadap peran masyarakat dilakukan dari level 
provinsi, kabupaten hingga di level desa dengan diundangkannya UU No 23/2014 
tentang Pemerintah Daerah dan UU No 6/2014 tentang Desa," ujarnya.

Kedua UU tersebut, katanya, menjamin pendanaan pembangunan daerah dan desa, 
sehingga bisa dialokasikan untuk membiayai kebutuhan dasar dan pelayanan 
publik. Hal tersebut pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat 
desa.

Wawan mengatakan, jika saat ini masih dijumpai ketimpangan sosial, maka hal 
tersebut hanya dampak dari mental Orde Baru yang belum semuanya terkikis.

“Sejak reformasi hal itu pelahan diubah, tentu tidak bisa dengan sim salabim 
semua bisa berubah dengan waktu cepat. Namun kami melihat sudah ada perubahan 
mendasar jika dibandingkan masa Orde Baru," pungkasnya.

"Kami curiga pernyataan Titiek Soeharto hanya mencoba mengelabui masyarakat 
dengan iming-iming kesejahteraan semu seperti pada masa orba. Masyarakat hanya 
dicekoki dengan jargon sembako murah, BBM murah, dan kondisi damai tanpa 
mengetahui jika semuanya diciptakan dengan timbunan utang dan moncong senapan,” 
katanya. 

Menurut Wawan, masa orba peran masyarakat dalam proses pembangunan nasional 
justru dikebiri. Kondisi tersebut jauh berbeda jika dibandingkan dengan kondisi 
saat ini di mana peran masyarakat terus diperkuat baik dalam proses menentukan 
kebijakan maupun pelaksanaan kebijkakan pembangunan di lapangan.

Misalnya saja dalam bidang politik, Wawan mencontohkan adanya pelaksanaan 
pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah secara langsung. Padahal sebelum 
reformasi, hal tersebut tidak mungkin terjadi. Selain itu, dalam bidang ekonomi 
juga telah terjadi perubahan sangat besar di mana dengan sistem desentralisasi 
transfer anggaran ke daerah jauh lebih besar dibandingkan saat orde baru. 

Wawan menilai jika masih dijumpai berbagai ketimpangan sosial hal tersebut 
merupakan sisa dampak pola pembangunan yang dilakukan di masa orde baru yang 
hanya difokuskan di Pulau Jawa. Menurut Wawan, berbagai regulasi pembangunan 
juga dirancang untuk menguntungkan kelompok-kelompok tertentu sehingga 
ketimpangan pembangunan masih terasa.

"Sejak reformasi hal itu perlahan diubah, tentu tidak bisa dengan sim salabim 
semua bisa berubah dengan waktu cepat. Namun kami melihat sudah ada perubahan 
mendasar jika dibandingkan masa orde baru," ujar Wawan.(indonesiasatu.co dan 
tempo.co)


baca juga: - Anang Hermansyah Kritik Habis-habisan Anies Baswedan, Bocorkan 
Mengapa Anies Didepak dari Kabinet  

- Presiden Jokowi Emang 'Gila'  

- Ridwan Kamil: Mari Kita Lawan Mereka yang Kutip Ayat untuk Tebar Kebencian 
 

Kirim email ke