https://www.harianterbit.com/nasional/read/111614/Soal-Pemilihan-Anggota-Kabinet-Jokowi-Disebut-Masih-Tersandera-Megawati


*Soal Pemilihan Anggota Kabinet, Jokowi Disebut Masih `Tersandera` Megawati*

Safari

Senin, 14 Oktober 2019 - 11:04 WIB

*Jakarta, Hanter* - Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024 Ma'ruf Amin
mengatakan proses penyusunan struktur kabinet masih dalam proses
penyempurnaan sehingga masih belum dapat diumumkan. Sementara itu, sejumlah
pengamat menyebut, pemilihan kabinet kementerian yang merupakan hak
perogratif Presiden terpilih Joko Widodo ‘tersandera’ oleh Ketua Umum PDI
Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

“Pak Jokowi tersandera Bu Mega, iya. Pak Jokowi gak bisa mengabaikan Bu
Mega dalam penentuan dan pemilihan kabinet menteri," kata pengamat politik
dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun di kawasan Cikini,
Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/10).

Ketersanderaan ini, kata Ubedilah ditengarai karena Mega berjasa menjadikan
Jokowi menjadi orang nomor satu di Indonesia. “Karena hal ini, keputusan
utama pemilihan kabinet menteri diduga sebagian besar ada di tangan
Megawati,” papar Ubedillah Badrun.

Terkait bergabungnya Partai Demokrat dalam koalisi pemerintahan, menurut
Ubedillah, sepertinya diterima Jokowi setengah hati. "Saya melihat pak
Jokowi masih setengah hati menerima Demokrat. Karena betapa pun pak Jokowi
adalah petugas partai dalam kacamata PDIP. Jadi pak Jokowi mesti komunikasi
dengan bu Megawati," kata dia.

*Cinta Segitiga*

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari menyebut
penyusunan kabinet kementerian pada periode kedua Joko Widodo menjabat
diwarnai dengan 'cinta segitiga'.

Cinta segitiga ini kata dia, terjadi antara Jokowi, poros Teuku Umar yakni
PDI Perjuangan dan poros Gondangdia atau Partai NasDem.

"Saya menyebut penyusunan kabinet ini cinta segitiga antara Jokowi dengan
poros Gondangdia, dan Poros Teuku Umar," kata Qodari di daerah Cikini,
Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/10), seperti dilansir CNN INdonesia.

Sebagai Presiden terpilih, lanjut Qodari, Jokowi memang sedang berusaha
menjaga keseimbangan di dalam parpol koalisi yang mendukungnya.
Keseimbangan ini, kata dia, tentu berhubungan dengan poros Gondangdia dan
Teuku Umar yang nampaknya sedang cukup tegang.

Kedua poros ini memang memiliki pemikiran yang berbeda soal pemilihan
partai di koalisi untuk masuk kabinet Jokowi. Dugaan dia, inilah yang
membuat Jokowi nampak goyah dalam menentukan pilihan para pembantunya di
kabinet mendatang.

"Pak Jokowi memerlukan dua-duanya, tapi dua-duanya juga punya motivasi
berbeda. Misal dari poros Gondangdia, tidak mau ada partai baru masuk
karena jatah menterinya bisa berkurang. Tapi dari kacamata Teuku Umar ya
mungkin memikirkan nanti 2024 barangkali bisa koalisi dengan Partai
Gerindra, dengan Prabowo," katanya.

Sementara itu, sambung Qodari, keduanya bersitegang soal boleh atau tidak
bolehnya partai lain masuk dalam kabinet, Jokowi justru berpikir untuk
mempertahankan yang ada dan menambah kekuatan. Hal inilah yang menyebabkan
sulitnya mengambil langkah negosiasi yang berujung pada win-win solution.

"Dari kacamata Pak Jokowi saya sekarang melihat koalisi baru 60 persen.
Kalau 60 persen kan ada apa-apa nanti tinggal 50 persen, susah. Jadi mau
tambah kursi partai menjadi 70 persen," katanya.

*Ingkar Janji*

Dihubungi terpisah, pengamat politik dari Institute for Strategic and
Development (ISDS) Aminudin mengatakan, jika Jokowi  sulit lepas dari
sandera Megawati maka Jokowi ingkar janji lagi di Pilpres 2019 yang
mengobral janji merampingkan birokrasi. Oleh karena itu yang dilakukan
Jokowi akan membuat pemborosan birokrasi dan anggaran negara yang berlipat.

"Karena uang negara yang seharusnya lebih banyak dialokasikan untuk
kesejahteraan rakyat banyak dan pelayanan publik makin banyak tersedot
untuk kepentingan elite," ujar Aminudin kepada Harian Terbit, Senin
(14/10/2019).

Sementara itu pengamat sosial politik dari Lembaga Kajian dan Analisa
Sosial (LeKAS) Karnali Faisal menegaskan korelasi antara Megawati sebagai
Ketua Umum PDIP dan Jokowi sebagai kader partai merupakan potret ideal
dalam dunia politik. Partai mendorong kader terbaiknya untuk dicalonkan
sebagai pemimpin pada semua jenjang jabatan dalam perhelatan pemilihan.

"Korelasi tersebut akan lebih baik lagi jika pasca terpilih sebagi
bupati/gubernur/presiden, partai memberikan kebebasan sepenuhnya bagi kader
yang terpilih dalam menentukan para pembantu di pemerintahannya," jelasnya.

"Kita berharap Megawati atau siapapun yang merasa berjasa mengantarkan
Jokowi terpilih kembali sebagai presiden untuk memberikan ruang yang lebih
luas dalam menentukan menteri-menteri di pemerintahan periode mendatang.
Ini tentu saja dalam rangka menjaga kepercayaan publik," tegasnya.

Kirim email ke