-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>


https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1928-sumbar-makin-pancasilais



Sabtu 05 September 2020, 05:00 WIB 

Sumbar makin Pancasilais 

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  Sumbar makin Pancasilais MI/Ebet Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group.. 
KEARIFAN lokal Minang, bila dicocok-cocokkan, sangat cocok dengan Pancasila. 
Adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah sejalan dengan Ketuhanan yang Maha 
Esa. Saitiak saayam, sasakik sasanan, sahino samalu, ma nan ado samo dimakan, 
nan indak samo dicari, cocok dengan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Di 
mano bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang setara dengan nasionalisme, 
kebangsaan, sila Persatuan Indonesia. Randah tak dapek dilangkah, tinggi tak 
dapek awak panjek sesuai dengan prinsip musyawarah mufakat dalam sila 
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan 
Perwakilan. Rumah gadang sebagai rumah bersama cocok dengan prinsip sosialisme 
Indonesia dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Namun, 
apakah itu semua menjadi ukuran orang Minang sangat Pancasilais? Jangan-jangan 
kecocokan itu cuma kebetulan karena nilai-nilai yang ada dalam kearifan lokal 
Minang dan Pancasila bersifat relatif universal? Falsafah Jawa sangkan paraning 
dumadi bahwa asal dan tujuan hidup ialah Tuhan, misalnya, sejalan dengan sila 
Ketuhanan yang Maha Esa. Pun prinsip tauhid dalam Islam sejalan dengan sila 
pertama Pancasila. Lalu, konsep kasih dalam Kristen cocok dengan prinsip 
kemanusiaan dalam Pancasila. Jangan lupa, ide kesetaraan dalam Marxisme juga 
sebanding dengan prinsip keadilan sosial dalam Pancasila. Bahkan, organisasi 
yang menjadikan Pancasila sebagai dasar pembentukannya belum tentu Pancasilais. 
Dasar pembentukan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia ialah Pancasila. Namun, 
kita meragukan HTI Pancasilais karena dia dicurigai memperjuangkan khilafahisme 
yang bertentangan dengan Pancasila sehingga negara membubarkannya. Namun, kita 
tidak meragukan Partai Persatuan Pembangunan sebagai Pancasilais meski Islam 
menjadi ideologinya. Kita tidak meragukan tokoh-tokoh Minang, seperti Mohammad 
Yamin, Mohammad Hatta, atau Haji Agus Salim, yang berkontribusi pada 
kemerdekaan sebagai Pancasilais. Namun, secara post factum, kita mengecap 
tokoh-tokoh komunis semacam Aidit atau Wikana sebagai tidak Pancasilais, meski 
mereka berkontribusi bagi kemerdekaan Indonesia. HTI, bila dilihat dari dasar 
pembentukan organisasi bisa dikatakan Pancasilais, tetapi bila dilihat dari 
berbagai kegiatannya, banyak yang dinilai bertentangan dengan Pancasila. PPP 
bila dilihat dari ideologinya tidak Pancasilais, tetapi bila dilihat dari 
kegiatan politik yang dilakoninya sangat Pancasilais. Bila melihat kontribusi 
Aidit pada kemerdekaan, kita boleh menyebutnya Pancasilais, tetapi ketika kita 
melihat pemberontakan yang dipimpinnya pascakemerdekaan, kita mengecapnya 
anti-Pancasila. Kearifan lokal Minang seperti disebut di atas sangat 
Pancasilais, tetapi sejumlah kasus intoleransi yang terjadi di sana tidak 
Pancasilais. Oleh karena itu, persoalan sesungguhnya bukanlah apakah kita 
Pancasilais atau tidak Pancasilais, melainkan seberapa Pancasilais kita. 
Pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang menyebutkan semoga Sumbar memang 
mendukung negara Pancasila semestinya kita letakkan dalam konteks itu. Puan 
tidak sedang meragukan ‘Pancasialisme’ orang Minang. Puan tidak sedang sesumbar 
dia paling Pancasilais. Puan sedang mendorong, mendoakan, mengharapkan, Sumbar 
makin Pancasilais, betulbetul Pancasilais, Pancasilaismenya mendekati sempurna. 
Yang namanya doa pastilah mengharapkan kebaikan. Mengapa kita berprasangka 
buruk pada doa berharap kebaikan? Pada dasarnya tidak ada ukuran eksak atau 
standar objektif untuk mengatakan seseorang atau sekelompok orang tidak 
Pancasilais atau Pancasilais. Kecilnya suara PDIP atau kekalahan Jokowi dalam 
dua pilpres di Sumbar tidak bisa dijadikan ukuran Sumbar tidak Pancasilais atau 
Pancasilais. Pun, Puan sama sekali tidak mengatakan itu. Tafsir politisi atau 
pengamat yang menduga-duga kekalahan PDIP dan Jokowi menjadi dasar pernyataan 
Puan. Karena tak ada ukuran eksak Pancasilais atau tidak Pancasilais, 
pembubaran HTI pun diperkarakan ke pengadilan. Satu anggota DPR mempertanyakan 
apa ukurannya HTI tidak Pancasilais sehingga dibubarkan, padahal dasar 
pembentukan organisasi tersebut Pancasila. Namun, pengadilan mengukuhkan 
pembubaran HTI. Meski begitu, pembubaran HTI sesekali muncul sebagai polemik 
karena, ya itu tadi, tidak ada ukuran pasti Pancasilais atau tidak Pancasilais. 
Ada satu masa penerapan nilai-nilai Pancasila kendur, tetapi di waktu lain 
kencang. Ada wilayah yang konsisten toleran atau Pancasilais, tetapi wilayah 
lain toleransi atau penerapan nilainilai Pancasilanya kendur. Sesekali bahkan 
sering kali muncul gangguan bagi pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena 
itu, membumikan Pancasila menjadi kegiatan tanpa henti, proses pantang 
menyerah. Sekali lagi, berprasangka baik saja bahwa pernyataan Puan merupakan 
upaya untuk makin membumikan Pancasila di Sumbar.

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1928-sumbar-makin-pancasilais







Kirim email ke