TNI di Nduga lindungi rakyat bukan untuk membunuh
Jumat, 21 Desember 2018 10:23 WIB
TNI di Nduga lindungi rakyat bukan untuk membunuh
KELUARGA KORBAN KKB NDUGA Petugas gabungan TNI dan Polri mendata
keluarga korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Bandara
Mozes Kilangin Timika, Mimika, Papua, Kamis (6/12/2018). Sebanyak
delapan dari 16 jenazah yang sudah ditemukan aparat gabungan TNI dan
Polri berhasil dievakuasi ke Timika. ANTARA FOTO/Jeremias
Rahadat/sgd/ama. (ANTARA FOTO/Jeremias Rahadat)
Kodam XVII/Cenderawasih tidak akan menarik pasukan dari Kabupaten Nduga
Jayapura (ANTARA News) - Pejabat Kodam XVII/Cenderawasih menyatakan
kehadiran aparat TNI di Kabupaten Nduga untuk melindungi rakyat dari
kekejaman kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB), bukan untuk
membunuh rakyat.
Demikian pernyataan Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel
Inf M Aidi di Jayapura, Jumat, guna menyikapi seruan Gubernur Papua
Lukas Enembe dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Yunus Wonda
serta para pimpinan Fraksi DPRP, Kamis (20/12).
Para pemimpin eksekutif dan legislatif sebelumnya di Papua meminta
kepada Presiden RI, Panglima TNI dan Kapolri agar menarik seluruh aparat
TNI dan Polri yang sedang melaksanakan tugas pengamanan di Kabupaten
Nduga pascaterjadinya tindakan pembantaian secara keji terhadap puluhan
orang pahlawan pembangunan Papua di Puncak Kabo, Distrik Yigi Kabupaten
Nduga pada awal Desember.
"Saya sudah baca seruan tersebut yang diberitakan oleh beberapa media.
Seruan tersebut menunjukkan bahwa Gubernur dan Ketua DRPP serta para
pihak tidak memahami tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) sebagai
pemimpin, pejabat dan wakil rakyat," katanya.
Bahwa seorang gubernur adalah wakil dan perpanjangan tangan pemerintah
pusat dan Negara Republik Indonesia (NKRI) di daerah. Gubernur
berkewajiban menjamin segala program nasional harus sukses dan berjalan
dengan lancar di wilayahnya. Bukan sebaliknya malah gubernur bersikap
menentang kebijakan nasional.
"Kehadiran TNI dan Polri di Nduga termasuk di daerah lain di seluruh
wilayah NKRI adalah untuk mengemban tugas negara guna melindungi segenap
rakyat dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kok, gubernur dan ketua DPRP
malah melarang kami bertugas, sedangkan para gerombolan separatis yang
nyata-nyata telah melakukan pelanggaran hukum dengan membantai rakyat,
mengangkat senjata untuk melawan kedaulatan negara malah didukung dan
dilindungi," katanya.
Hingga kini, kata dia, masih ada empat orang korban pembantaian oleh
KKSB yang belum diketahui nasibnya dan entah dimana rimbanya.
"Bapak gubernur, ketua DPRP, para ketua fraksi DPRP, pemerhati HAM dan
seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, apakah saudara-saudari semua
dapat memahami bagaimana perasaan duka keluarga korban yang setiap saat
menanyakan kepada TNI-Polri tentang nasib keluarganya yang masih
hilang," katanya dengan nada bertanya.
Apalagi kalau mereka mendengar bahwa TNI dan Polri telah menghentikan
pencarian karena perintah gubernur dan DPRP? Dimana hati nurani
saudara-saudari sebagai manusia ciptaan Tuhan apalagi sebagai pemimpin.
Bagaimana kalau hal tersebut terjadi pada Anda, lanjutnya.
Sebagaimana yang tertuang dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2014 Tentang
Pemerintan Daerah pasal 67 berbunyi, kewajiban kepala daerah dan wakil
kepala daerah meliputi: khususnya poin; a. memegang teguh dan
mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan NKRI. Lalu, pada poin f yakni melaksanakan program
strategis nasional.
Dengan demikian, kata dia, bila Gubernur Lukas Enembe bersikap mendukung
perjuangan separatis Papua merdeka dan menolak kebijakan progam
strategis nasional maka tela melanggar UU negara dan patut dituntut
sesuai dengan hukum.
"Gubernur adalah ketua Forkopimda di daerah dengan anggotanya meliputi
Pangdam, Kapolda, Ketua Pengadilan dan Kepala Kejaksaan," katanya.
Dengan posisi sebagai gubernur, seharusnya melaksanakan rapat Forkopimda
untuk bersama-sama membahas tentang upaya menumpas gerakan separatis di
wilayahnya. Bukan membuat pertanyataan yang seakan-akan mejadi juru
bicara gerombolan separatis dan menyudutkan peranan TNI-Polri dalam
penegakan hukum.
"Kodam XVII/Cenderawasih tidak akan menarik pasukan dari Kabupaten
Nduga, karena selaku prajurit di lapangan, hari raya bukanlah alasan
untuk ditarik dari penugasan, karena kami yakin Tuhan pun juga maha tahu
akan kondisi itu. Sebagian besar prajurit kami juga umat Kristiani,"
katanya.?
"Pangdam dan Kapolda juga hamba Tuhan. Kami parjurit sudah terbiasa
merayakan hari raya di daerah penugasan, di gunung, di hutan, di tengah
laut atau dimana pun kami ditugaskan. Dan tidak ada masalah dengan
perayaan Natal di Mbua dan Yigi kompleks, rakyat dan aparat keamanan
khususnya umat Kristiani akan melaksanakan ibadah secara bersama-sama,"
sambungnya.
Menurut dia, pada 6 Desember 2018, di Mbua dilaksanakan ibadah bersama
antara rakyat dan TNI di Gerja Mbua yang dipimpin oleh Pendeta Nataniel
Tabuni yang merupakan Koordinator Gereja se-Kabupaten Nduga, yang
dihadiri oleh Danrem 172/PWY Kolonel J Binsar P Sianipar.
"Di sini, saya ingin mnegaskan bahwa terjadinya tidakan kekerasan yang
memakan korban dan mengakibatkan trauma terhadap rakyat di Nduga
termasuk di daerah mana pun di seluruh Indonesia bukan disebabkan karena
hadirnya aparat keamanan TNI dan Polri di daerah tersebut," katanya.
Tetapi kekerasan itu terjadi karena adanya pelanggaran hukum, karena
adanya gerombolan separatis yang mempersenjatai diri secara illegal,
melakukan pembantaian secara keji terhadap rakyat sipil yang tidak berdosa.
"Ingat, mempersentai diri sendiri cara illegal itu sudah merupakan
pelanggaran hukum berat yang tidak pernah dibenarkan dari sudut pandang
hukum mana pun di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Tapi kalau
aparat keamanan yang diminta untuk meletakkan senjata, itu adalah
kesalahan terbesar," katanya.
"Jadi menurut saya, gubernur dan Ketua DPRP serta pihak mana pun tidak
sepantasnya meminta aparat keamanan TNI dan Polri ditarik dari Nduga dan
di daerah tersebut telah terjadi pelanggaran hukum berat yang harus
mendapatkan penindakan hukum," katanya.
Justru apabila, TNI dan Polri tidak hadir, padahal nyata-nyata di tempat
tersebut telah terjadi pelanggaran hukum berat maka patut di sebut TNI
dan Polri atau negara telah melakukan tindakan pembiaran. Sehingga,
sudah seharusnya bila gubernur dan Ketua DPRP sebagai seorang pemimpin
dan wakil rakyat yang bijak, tidak harus meminta aparat keamanan TNI dan
Polri yang ditarik.
"Tetapi para pelaku pembantaian itulah yang harus didesak untuk
menyerahkan diri beserta senjatanya kepada pihak yang berwajib guna
menjalani proses hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Bukankah gerombolan separatis pimpinan Egianus Kogoya telah menyatakan
bahwa merekalah yang bertanggung jawab, telah melakukan pembantaian
terhadap puluhan karyawan PT Isataka Karya," katanya.
Jika mereka memang bertanggung jawab, lanjut dia, harusnya jangan
menjadi pengecut dan bersembunyi kemudian kemana-mana berkoar-koar
seolah-olah mereka yang teraniaya, sedangkan aparat keamanan dituduh
sebagai penjahat kemanusiaan.
"Kami, TNI dan Polri bukan datang untuk menakut-nakuti rakyat apalagi
membunuh rakyat. Yang kami cari adalah mereka para pelaku pembantaian.
Rakyat dan aparat TNI serta Polri bisa merayakan Natal bersama di daerah
tersebut. Rakyat tidak perlu merasa terganggu atas kehadiran di Mbua dan
Yigi Kompleks. Yang merasa terganggu adalah mereka para pelaku kejahatan
yang berlumuran dosa telah membatai warga sipil yang tidak berdaya,"
katanya.
Kepada para kelompok-kelompok berkepentingan, para pejabat birokrat,
wakil rakyat, akademisi, tokoh agama, aktivis, pemerhati HAM dan
lain-lain yang selalu berkomentar miring menyudutkan aparat TNI dan
Polri, seakan-akan tidak ada sesuatu pun yang benar yang dilakukan oleh
TNI dan Polri.
"Instropeksi diri saudara-saudari, berhentilah mengatas namakan rakyat,
seolah-olah saudara adalah dewa pelindung dan penyelamat rakyat, karena
belum tentu juga seberapa besar peranan saudara untuk memihak kepada
kepentingan rakyat," katanya.
*Bantuan TNI dan Polri*
Ketika rakyat sipil atau anggota TNI dan Polri yang jadi korban oleh
kebiadaban para KKSB, semua pihak diam, bungkam seribu bahasa. Tetapi
manakala yang menjadi korban adalah pihak KKSB dari pihak saudara,
langsung bereaksi bagaikan cacing kepanasan. Ini semua indikatornya apa?
Saat Asmat dilanda musibah KLB campak dan gizi buruk, TNI adalah
institusi pertama yang terjun langsung dengan mengerahkan segala sumber
dayanya dipimpin langsung oleh Pangdam XVII/Cenderawasih dan Panglima TNI.
"Tapi kami tidak pernah tahu bantuan apa yang telah diberikan oleh
pemerintah provinsi dan wakil rakyat terhadap warga Asmat, bahkan
mungkin satu kalipun pemerintah provinsi dalam hal ini Gubernur Lukas
Enembe tidak pernah menengok warganya yang menderita di Asmat," katanya
mencontohkan tindakan TNI untuk membantu rakyat Papua.
Lalu, ketika bencana embun beku melanda di Distrik Kuyawage di Kabupaten
Lanny Jaya pada Jli 2015, yang mengakibatkan ratusan masyarakat eksodus
mengungsi ke Tiom.
Dandim Jayawijaya dan Kapolres Lanny Jaya beserta jajaranya yang paling
pertama mendirikan tenda-tenda pengungsian, membangun dapur umum,
menjemput para pengungsi sampai ke pucuk-pucuk gunung.
"Kondisi seperti itu pun kami masih diganggu dengan tembakan oleh KKSB
pimpinan Enden Wanimbo. Tapi kami tidak pernah mendengar bantuan apa
yang diberikan pemerintah provinsi dan wakil rakyat terhadap warga
Kuyawage," katanya.
Hampir bersamaan itu, di Mbua dilanda penyakit dan puluhan bayi
dilaporkan meninggal pada periode Oktober hingga November 2015, Kodim
1702/Jayawijaya adalah institusi pertama yang mengirim bahan makanan,
lauk pauk, pakaian, selimut dan lain-lain ke Mbua dan saat itu disambut
oleh Pendeta Natalies Tabuni koordinator gereja se-Kabupaten Nduga.
"Tapi kami pun tidak pernah mendengar bantuan apa yang telah diberikan
oleh pemerintah provinsi dan wakil rakyat maupun pemerintah Kabupaten
Nduga terhadap rakyatnya di Mbua," katanya.
Termasuk persoalan kemanusiaan lainnya yang melanda Papua selama ini,
apakah itu wabah penyakit, bencana longsor, gempa bumi, banjir,
kebakaran hutan, konflik sosial dan lain-lain, TNI selalu hadir sebagai
garda terdepan untuk meringankan beban warga yang menderita.
"Kami, TNI dan Polri tidak butuh dipuji dan disanjung terhadap apa yang
telah kami lakukan untuk rakyat, karena memang itulah tugas dan
kewajiban kami untuk melindungi segenap rakyat dan seluruh tumpah darah
kami," katanya.
Bahwa memang benar, prajurit TNI dilatih, dididik dan disiapkan untuk
membunuh dan terbunuh, tapi para prajurit adalah orang-orang yang paling
menghargai kehidupan, karena selalu siap mempertaruhkan kehidupannya
sendiri untuk menjamin kehidupan rakyat dan kehidupan yang lebih besar.
"Selaku prajurit TNI dan pribadi saya sangat hormat dan bangga kepada
Wali Kota Jayapura DR Benhur Tommy Mano atas peryataan sikapnya yang
tetap setia kepada NKRI dan menentang sistem yang tidak demokratis
berlangsung di tanah Papua ini, yaitu sistem Noken," katanya.
Wali Kota Jayapura, kata dia, telah mempresentasikan dirinya sebagai
negarawan sejati yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan golongan, kelompok apalagi kepentingan pribadi.
"Bapak Wali Kota Jayapura patut menjadi contoh dan panutan bagi setiap
kepala daerah, setiap pemimpin termasuk setiap tokoh bangsa di seluruh
wilayah NKRI," katanya mencontohkan sikap kenegarawanan seorang pemimpin
daerah.
*Baca juga:Pejabat Polda: Polri dan TNI alat negara lindungi rakyat
<https://www.antaranews.com/berita/779969/pejabat-polda-polri-dan-tni-alat-negara-lindungi-rakyat>
Baca juga:Pembangunan trans-Papua di Nduga direncanakan diambil alih TNI
<https://www.antaranews.com/berita/777740/pembangunan-trans-papua-di-nduga-direncanakan-diambil-alih-tni>
Baca juga:Danrem: Setiap hari KKB tembak pos TNI-Polri
<https://www.antaranews.com/berita/777708/danrem-setiap-hari-kkb-tembak-pos-tni-polri>*
Pewarta:Alfian Rumagit
Editor: Edy Sujatmiko
---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com