Tragedi 163 Majalah Tempo Dan Nawa Cita TRAGIS. Kata ini saya rasa adalah yg paling kena untuk menggambarkan nasib supremasi hukum di Indonesia di era yg oleh sementara orang disebut era “reformasi”.. Pasal 1, ayat (3) Konstitusi RI menyatakan bahwa Indonesia adalah sebuah negara hukum. Salah satu ciri penting sebuah negara hukum ialah diberlakukannya dengan konsisten asas “Tidak seorangpun bersalah sampai saat hal yang sebaliknya dibuktikan oleh instansi yg berwenang” ("praduga tak bersalah”, ”praesumptio innocentiae“). Dalam membahas kasus pemuatan kartun oleh majalah TEMPO (yg ditafsirkan oleh FPI sebagai penghinanan terhadp Habib Riziek) ada tiga hal yg perlu dicermati. Pertama, harus jelas bahwa hanya instansi ygberwenang, yakni Dewan Pers atau Pengadilan, yg berhak memutuskan berdasarkan barang bukti dan alat bukti syah yg ada, apakah pemuatan kartun oleh majalah TEMPO merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, Undang-Undang Pers atau hukum yg berlaku lainnya. Kedua, sesuai dengan asas "praduga tak bersalah”, sampai saat kedua instansi menjatuhkan putusan bersalah-atau-tidak kepada majalah TEMPO, sampai saat itu pula majalah ini berstatus sebagai “tidak bersalah”. Ketiga, seandainya, katakanlah, kedua instansi menyatakan bahwa majalah TEMPO bersalah, maka hanya kedua instansi tersebut pula yg berwenang menentukan berat-ringan-nya sanksi/hukuman yg dijatuhkan. Walaupun majalah TEMPO hidup di negara RI yg mengklaim sebagai negara hukum, negara didasarkan pada rule of law, namun tragedi yg menimpanya pada 16 Maret 2018 membuktikan untuk kesekian kalinya bahwa rule of law di Indonesia bukanlah sesuatu yg sungguh-sungguh dapat diandalkan. Kapan dan di manapun selalu terdapat kemungkinan terjadinya pembuldoseran rule of law oleh rule of force. Pada hari Jumat 16 Maret 2018, ratusan pendemo yg terdiri dari orang orang FPI dan orang orang organisasi lain yg sepaham dengannya telah menggeruduk kantor majalah TEMPO. Mereka mengancam majalah ini dengan menyatakan: "Kami tidak akan pulang sebelum Tempo benar-benar meminta maaf. Tempo harus minta maaf hari ini, kalau tidak kita sikat." [CTR, CNN Indonesia | Jumat, 16/03/2018] Para pendemo itu membenum dirinya sendiri sebagai “JPU” (“Jaksa Penuntut Umum”) sekaligus “Hakim”. Dengan gaya sebagi seorang “JPU” mereka menuntut majalah TEMPO “benar-benar meminta maaf” pada hari itu juga (16 Maret 2018). Ya, majalah TEMPO harus “benar-benar meminta maaf” atas perbuatan yg masih belum jelas statusnya. Seterusnya, dengan pretensi sebagai seorang “Hakim”, mereka menjatakan jika majalah TEMPO tidak memenuhi tuntutan tsb, mereka akan menjahtuhkan hukuman “kita sikat”. Didasarkan pengalaman di berbagai kerusuhan di masa lampau, di dalam terminologi “sikat” yg dipakai para pendemo tsb tersirat sejumlah pengertian seperti “pengrusakan”, “pembakaran”, “penjarahan” dan “penganiayaan”. Berbagai tindakan anarkis ini tentu saja bisa mempengaruhi perputaran roda perusahaan yg secara tak terhidarkan membawa dampak pada karyawan/karyawati majalah TEMPO. Dampak ini bisa berbetuk, misalnya, pengurangan (secara terpaksa) tenaga kerja, merumahkan sejumlah personel, dsb. Oleh karena itu, langkah kompromi (tapi jelas tidak menyerah) yg diambil Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli sepenuhnya bisa saya mengerti. “Kalau kartun majalah Tempo menimbulkan ketersinggungan kami meminta maaf" -- ucap Arif Zulkifli. Sebuah ucapan yg jelas diucapkan lantaran terpaksa, demi melindungi lahan nafkah sejumlah karyawan/karyawati majalah TEMPO. Adanya perlidungan hukum yg nyata oleh negara terhadap hak segenap warga negara adalah juga termasuk ciri penting sebuah negara hukum. Di Indonesia, hak atas kebebasan mengeluarkan pendapat adalah hak warga negara yg dijamin Konstitusi RI, Pasal 28E. Negara harus dengan tegas dan jelas menunjukkan supremasinya terhadap siapapun yg “main hakim sendiri”. Saya akan sangat menghargai Jokowi seandainya dia berani dengan konsisiten, adekuat menegakkan kedaulatan hukum sebagaimana diamanatkan Konstitusi RI dan yg dijanjikannya sendiri dalam “Nawa Cita”-nya: "Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, .......” [Kompas.com - 21/05/2014, 07:54WIB] Noroyono23/03/2018
[GELORA45] Tragedi 163 Majalah Tempo Dan Nawa Cita
Noroyono 1963 noroyono1...@yahoo.com [GELORA45] Fri, 23 Mar 2018 10:48:14 -0700
- [GELORA45] Tragedi 163 Maj... Noroyono 1963 noroyono1...@yahoo.com [GELORA45]
- [GELORA45] Re: Traged... marthaja...@yahoo.com [GELORA45]
- Re: [GELORA45] Re... kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]