-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1808-tuhan-tidak-mudik Rabu 22 April 2020, 05:30 WIB Tuhan tidak Mudik Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group | Editorial Tuhan tidak Mudik MI/tiyok Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group. PADA 1981 terbit buku When Bad Things Happen to Good People karangan Harold Kushner. Kushner dikenal sebagai rabi Yahudi dan filsuf. Kushner dalam buku itu tidak hendak membahas pandemi covid-19, tidak serupa Slavoj Zizek melalui buku Pandemic: Covid-19 Shakes the World, misalnya. Akan tetapi, saya hendak memakai pemikiran Kushner untuk menganalisis pandemi covid-19. Mari kita ambil mudik sebagai pokok analisis. Presiden Jokowi kemarin memutuskan melarang mudik demi memutus penyebaran covid-19. Mudik dikhawatirkan memicu gelombang kedua pandemi covid-19 di Indonesia. Pelarangan mudik berlaku efektif mulai 24 April 2020, tetapi sanksi bagi pelanggar berlaku efektif mulai 7 Mei 2020. Orang masih berpeluang mudik sejak Presiden mengumumkan hingga setidaknya 24 April. Boleh jadi tidak sedikit yang nekat mudik melalui jalur-jalur tikus. Bahkan sudah ada yang mudik karena ketiadaan pekerjaan di perantauan akibat social distancing atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kembali ke Kushner, dia dalam bukunya menyimpulkan bahwa Tuhan tidak ikut campur menyebabkan penderitaan; pun Tuhan tidak melindungi manusia dari penderitaan tersebut. Ia mencatat tiga penyebab penderitaan manusia. Pertama, penderitaan kadang terjadi tanpa ada alasan sama sekali. Ia terjadi secara acak. Kita berada di tempat pada waktu yang keliru. Itu kebetulan belaka dan kita tidak perlu mencari alasan mengapa itu terjadi. Misalnya, kita mudik dan ternyata kampung halaman kita menjadi klaster atau episentrum baru convid-19, lalu kita menderita sakit karena virus korona; kita berada di tempat dan waktu yang salah. Oleh karena itu, di rumah saja, tak usah mudik. Kedua, tidak ada pengecualian buat orang baik untuk tak tertimpa penderitaan. Penderitaan bekerja karena hukum alam. Hukum alam itu buta. Tidak ada alasan moral di baliknya. Tuhan tidak mengganggu kerja hukum alam. Tuhan tidak ikut campur tangan menyelamatkan orang-orang baik dari gempa bumi atau penyakit. Tuhan juga tidak mengirim bencana untuk menghukum mereka yang berdosa. Tuhan menciptakan hukum alam dan tidak ingin secara rutin mengganggu hukum alam demi alasan moral. Covid-19 tidak pandang bulu. Dia tidak pilih-pilih sasaran. Covid-19 menyerang orang baik dan orang jahat. Virus korona menjangkiti jemaah tablig atau jemaat gereja, juga narapidana. Tuhan tidak ikut campur menuntun virus korona untuk menjangkiti orang jahat saja. Tuhan tidak mengirim pandemi covid-19 untuk menghukum mereka yang berdosa saja. Melalui hukum alam yang diciptakan-Nya, Tuhan membebaskan virus korona memilih sasaran, termasuk orang-orang baik. Orang-orang baik di kampung halaman, seperti orangtua, sanak saudara, atau handai tolan kita, bisa terjangkit covid-19 gara-gara kita nekat mudik. Jangan pernah berpikir Tuhan akan mencegah orangtua kita di kampung halaman terjangkit virus korona karena dia orang baik. Ketiga, Tuhan memberi kita ruang untuk bergerak atau bertindak. Beberapa penderitaan disebabkan tindakan-tindakan orang yang tidak berjalan di jalan yang benar. Kemampuan kita bertindak memilih antara yang baik dan yang jahat adalah yang membuat kita disebut manusia. Jika Tuhan turut campur terhadap tindakan kita melakukan kejahatan atau kebaikan, itu akan membuat kita bukan manusia. Tuhan tidak mudik, tidak punya urusan dengan mudik. Tuhan tidak menyuruh atau melarang kita mudik. Tuhan memberi kita kebebasan untuk mudik atau tidak mudik. Akan tetapi, jika memaksa mudik di masa pendemi covid-19, kita menempuh jalan sesat, bisa membuat orang lain, termasuk orangtua kita yang baik itu menderita terjangkit virus korona. Jika tidak mudik, kita menempuh jalan benar, mencegah orangtua, sanak keluarga, dan handai tolan terjangkit covid-19. Kemampuan kita memilih mudik atau tidak mudik membuat kita tetap manusia. Akan tetapi, bila memilih tidak mudik, kita manusia baik dan bila memilih mudik, kita manusia tidak baik. Kebanyakan kita, kalau tak boleh dibilang seluruhnya, pada dasarnya ingin menjadi orang baik. Memaksa mudik tidak membuat kita ‘berhadapan’ dengan Tuhan. Memaksa mudik membuat kita berhadapan dengan negara yang memutuskan melarang mudik. Lebih ngeri lagi, memaksa mudik membuat kita berhadapan dengan penderitaan terjangkit virus korona.