http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/10/28/ofr8zn382-utang-negara-membengkak-dinilai-tak-selalu-berdampak-buruk

Jumat, 28 Oktober 2016, 18:23 WIB
Utang Negara Membengkak Dinilai tak Selalu Berdampak Buruk
Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
johndillon.ie 
Utang/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasio utang pemerintah yang cukup besar dalam 
anggaran negara dinilai tak selalu buruk. Hal itu jika pemanfaatannya 
disalurkan ke sektor produktif.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla merincikan, sekitar 20 persen dari 
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 ditujukan untuk membayar 
utang pemerintah. Nominalnya hampir mencapai Rp 500 triliun.

Selain itu, berdasarkan penjelasan APBN 2017, pembiayaan utang ditujukan untuk 
menutupi defisit anggaran Rp 330,2 triliun. JK bahkan mengatakan bahwa belanja 
subsidi pada masa pemerintahan sebelumnya, yaitu Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono, dalam dua tahun saja sudah mencapai Rp 390 triliun atau sekitar 30 
persen dari APBN.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Eko Listianto 
menilai, penjelasan perkara utang yang dilakukan untuk membayar utang di masa 
lalu adalah konskuensi dari kebijakan pemerintah yang mau tak mau harus 
dilakukan demi menjaga pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, persoalan utang ini bukan perkara rezim dan pemerintahan. Bahkan ia 
menyebutkan bahwa utang di era kepemimpinan Presiden Jokowi justru menunjukkan 
tren meningkat, dengan tujuan pembangunan infrastruktur. Artinya, menurutnya, 
utang bukan suatu hal yang selalu buruk ketika pemanfaatannya bisa disalurkan 
ke sektor produktif.

"Ini bukan masalah rezim ya. Kebijakan defisit APBN itu kan memang dari tahun 
ke tahun memang begitu. Jadi kalau dilihat dari sisi kebijakan, ini konsekuensi 
dari kebijakan fiskal yang defisit," kata Eko, Jumat (28/10).

Terlebih lagi, di pemerintahan Jokowi ini justru pemerintah harus mengalami 
shortfall (realisasi lebih rendah dari target) penerimaan pajak yang cukup 
tinggi. Penerimaan pajak yang seret pun membuat pemerintah tetal menerbitkan 
surat utang negara untuk menutup defisit. Kebijakan utang, kata dia, juga 
menjadi konsekuensi ketika anggaran pemerintah selalu defisit.

Hal itu, kata dia, sebetulnya bisa diperbaiki namun dalam waktu yang cukup lama 
dengan cara menekan utang secara perlahan dan di satu sisi menggenjot 
penerimaan negara khususnya dari pajak. Hanya saja, menekan utang memiliki 
implikasi politis yakni berkurangnya pembangunan infrastruktur. Terlebih, 
pemerintah sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur.

"Nah dari periode ke periode kan meningkat utang kita. Apalagi peningkatan 
utang terbesar justru di dua tahun di Jokowi ini, karena ada shortfall yang 
cukup besar sehingga meningkat. Walaupun belum jatuh tempo," ujarnya.

Pembiayaan utang untuk tahun ini disalurkan sebanyak Rp 384,690 triliun, 
pembiayaan investasi negatif Rp 47,488 triliun, pemberian pinjaman negatif Rp 
6,409 triliun, kewajiban penjaminan negatif Rp 924,1 miliar, dan pembiayaan 
lainnya sebesar Rp 300,0 miliar. 

Kirim email ke