https://news.detik.com/kolom/d-4558270/utang-dan-trauma-krisis-ekonomi-1998
Selasa 21 Mei 2019, 12:30 WIB
KolomUtang dan Trauma Krisis Ekonomi 1998
Sintong Arfiyansyah - detikNews


 *Jakarta* -
Di antara berbagai isu ekonomi terkini di Indonesia, tentu utang menjadi
salah satu hal yang sangat disoroti. Utang pemerintah acapkali menjadi
pesakitan karena sering dikritisi. Semakin bertambahnya jumlah utang, maka
kinerja pemerintahan semakin dipertanyakan. Membahas utang Indonesia, pasti
tidak pernah lepas dari sebuah peristiwa sejarah traumatik Krisis Ekonomi
1998. Peristiwa ini adalah asal-muasal utang mendapatkan sorotan yang cukup
tajam.

Krisis moneter yang kemudian berlanjut menjadi krisis ekonomi hingga
terjadinya Reformasi pada 21 Mei 1998 tersebut adalah peristiwa besar yang
masih menyisakan luka mendalam dan traumatik bagi masyarakat Indonesia.
Bank Dunia mengindentifikasi bahwa akumulasi utang swasta luar negeri
Indonesia yang begitu cepat dari 1992 hingga Juli 1997 dengan jatuh tempo
rata-rata hanya 18 bulan adalah salah satu penyebab utama krisis di era
itu. Hal ini memunculkan idiom bahwa utang laksana tokoh antagonis yang
merusak ekonomi sebuah negara.

Saat ini gelombang krisis ekonomi tersebut telah dilalui dengan baik
melalui reformasi birokrasi sistem keuangan dan kebijakan fiskal. Walaupun
demikian jumlah utang masih menghantui masyarakat. Terlebih menurut data
Kementerian Keuangan dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
April 2019, utang luar negeri Indonesia mencapai Rp 4.567 triliun.

Seringkali jumlah utang ini dibagi dengan penduduk untuk memperlihatkan
seberapa besar utang yang ditanggung setiap individu atau sering dinyatakan
sebagai *National Debt Per Citizen*. Hasilnya setiap individu di Indonesia
diperkirakan menanggung utang sebesar Rp 13 Juta. Sebuah angka yang cukup
besar bagi masyarakat Indonesia. Tetapi relevansi perhitungan tersebut
kepada kualitas perekonomian suatu negara sepertinya masih sangat lemah.
Terlebih jika kita melihat utang negara raksasa ekonomi lain yang jauh
lebih besar.

Hingga akhir April 2019, Singapura memiliki utang sebesar 544 miliar dolar
AS atau setara dengan Rp 7.500 triliun (*Comodity.com*). Apabila dibagi
dengan jumlah penduduknya yang hanya 5.5 juta jiwa, maka utang setiap
individu mencapai 97 ribu dolar AS atau lebih dari satu miliar rupiah.
Beralih ke negeri ekonomi besar di dunia yaitu AS. Dengan perhitungan yang
sama, setiap individu di negeri Paman Sam berutang sebesar 65 ribu dolar AS
atau sekitar Rp 900 Juta. Hal yang cukup kontradiktif mengingat negara ini
adalah pemain utama dalam perekonomian dunia.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa besarnya utang belum mempunyai
korelasi terhadap kuatnya perkonomian negara. Relevansi yang dibangun
selama ini hanya membangkitkan trauma masyarakat terhadap krisis ekonomi
1998.


*Pengelolaan Utang*
Sebuah kemustahilan apabila negara besar mampu berdiri di era ekonomi
terbuka seperti ini tanpa berutang. Setiap negara berhutang untuk saling
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi global. Walaupun demikian perlu adanya
pengelolaan utang yang baik agar tak lagi gagal dalam mengelola utang
laiknya era krisis ekonomi 1998.

Kegagalan tersebut menuntut perubahan besar terhadap kehati-hatian
pengelolaan utang dan ketahanan sistem keuangan. Berbagai reformasi
kebijakan untuk meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan ekonomi terus
dilakukan agar Indonesia tidak lagi terjerembab pada krisis yang serupa.

International Monetary Funds (IMF) pun mengingatkan negara-negara
berkembang untuk menjaga rasio utang. Karena ketidakpastian global masih
tinggi pada 2019, negara berkembang harus mempunyai kebijakan fiskal yang
mampu memastikan rasio utang negara berkembang tetap terjaga dan dalam
kondisi aman.

Rasio utang adalah perbandingan antara utang dengan pendapatan negara.
Pendapatan negara diwakili oleh Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Pendapatan
Indonesia saat ini mencapai Rp 14,7 ribu triliun atau Rp 54 juta per
individu. Pendapatan ini tentu lebih besar dibanding utang per individu.
Artinya kondisi utang Indonesia masih dapat dikembalikan oleh pendapatan.

Melihat ambang batas Undang-Undang yang mencapai 60% dari PDB, utang
Indonesia saat ini masih berada jauh di bawah batas tersebut. Pada 2018
Proyeksi Rasio Utang Indonesia sebesar 29.9% dari PDB. Rasio utang yang
masih di bawah mengindikasikan bahwa utang Indonesia masih dalam kondisi
aman. Walaupun demikian, terdapat hal yang perlu diperhatikan yaitu
terjadinya kecenderungan peningkatan rasio dalam 5 tahun terakhir dari 23%
pada 2012 menjadi 29.9%.

Apabila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, Rasio Utang
Indonesia masih berada dalam zona yang aman. Contohnya Brazil yang
mempunyai rasio utang yang sangat tinggi mencapai 88,4% dari total PDB.
Kemudian juga negara Asia Tenggara lain juga mempunyai rasio utang yang
lebih besar seperti Malaysia yang mempunyai rasio 55,1%, Thailand 41.9%,
dan Filipina yang mempunyai rasio 39.8%.

Pemanfaatan utang yang optimal juga harus menjadi fokus yang tidak dapat
dikesampingkan. Utang harus dimanfaatkan sesuai dengan koridornya sebagai
salah satu elemen pembiayaan. Menurut Buku Informasi APBN 2019, utang
dimanfaatkan untuk membiayai defisit anggaran, pembiayaan investasi
terutama Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan Badan Layanan Umum (BLU), serta pemberian pinjaman kepada BUMN
dan Pemerintah Daerah.

Strategi pengelolaan utang adalah faktor kunci bagi Indonesia. Dalam
menghadapi dinamika ekonomi global yang penuh dengan tantangan, pembiayaan
dengan utang harus dilakukan secara efisien untuk mencapai *output* yang
diharapkan. Tindakan hati-hati dalam mengelola utang harus dibarengi dengan
optimalisasi manfaat yang diberikan oleh utang tersebut. Sinergi setiap
elemen yang terlibat dapat mengubah skeptisisme utang ibarat aktor
antagonis yang merusak ekonomi,menjadi aktor protagonis yang mampu
mendongkrak pertumbuhan serta memperkuat otot dan urat nadi perekonomian.

*Sintong Arfiyansyah* *pegawai Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan*


*(mmu/mmu)*
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca detik, isi dari tulisan di luar
tanggung jawab redaksi. Ingin membuat tulisan kamu sendiri? Klik di sini
<https://news.detik.com/kolom/kirim>sekarang!
utang <https://www.detik.com/tag/utang/?tag_from=tag_detail> krisis ekonomi
<https://www.detik.com/tag/krisis-ekonomi/?tag_from=tag_detail> reformasi 98
<https://www.detik.com/tag/reformasi-98/?tag_from=tag_detail>
*Cek Jadwal Imsak Ramadhan 1440 Hanya di Sini
<https://newrevive.detik.com/delivery/ck.php?oaparams=2__bannerid=74868__zoneid=651__cb=6abc1620b1__oadest=https%3A%2F%2Fwww.detik.com%2Framadan%2F>*

Kirim email ke