Berikut unggahan wawancara RR dng AKURAT.CO untuk menjawab apa yang
bisa dikerjakan mengatasi krisis ekonomi di tanahair dewasa ini.
Mengharapkan bantahan dan ide alternatif dari mereka yang mengingkari
pandangan RR ini dng argumen yang setingkat.
Salam. Lusi.-



Interview Rizal Ramli: Indonesia Diberi Berkah Luar Biasa oleh Tuhan,
Cuma Kita Harus Punya Visi Mau Ngapain ke Depan

Siswanto Senin, 18 Mei 2020 07:15 WIB 

AKURAT.CO, Sebenarnya tanpa kedatangan virus Covid-19, perekonomian
bangsa ini tetap menurun. Tanda-tandanya sudah muncul sebelum
pemerintah mengumumkan adanya Covid-19 pada awal Maret 2020.

Seandainya pemerintah sejak awal merespon virus corona – yang sudah
terdeteksi sejak Desember 2019 -- menurut ekonom Rizal Ramli, Indonesia
pasti bisa lebih cepat keluar dari krisis.

Sayangnya, sikap pemerintah dinilai tidak tanggap dengan tanda-tanda
itu.

Bahkan, dia menyebut pemerintah Indonesia justru menolak terus dan
mengatakan bahwa tidak ada Covid-19, serta Indonesia kebal dan
sebagainya. “Mengakibatkan kita kehilangan waktu yang sangat berharga
ketika 2,5 bulan pertama tidak melakukan respons yang signifikan,” kata
Rizal Ramli melalui korespondensi dengan AKURAT.CO.

Dalam wawancara melalui surat elektronik, Rizal Ramli panjang lebar
mengutarakan pandangan-pandangan kritis terhadap penanganan dan dampak
pandemi Covid-19, khususnya di negeri ini.

Dia juga menyampaikan saran kepada pemerintah untuk memulihkan ekonomi.
Rizal Ramli menekankan pentingnya Indonesia menggeser kiblat politik
luar negeri dan investasi.  "Indonesia harus mulai menggeser kiblat
politik luar negeri yang terlalu condong ke Cina RRT. Ini waktunya
menggeser politik luar negeri dan investasi kita, dari sangat pro Cina,
antek Beijing jadi pro terhadap konstitusi yang bebas aktif. Ini
kesempatan Indonesia jadi negeri super power," kata dia.


Simak petikan wawancara dengan mantan Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Menteri Koordinator Perekonomian, serta Menteri
Keuangan Indonesia.


Apakah benar masalah ekonomi di Indonesia sekarang ini semua terjadi
gara-gara ada pandemi Covid-19? Permasalahan ekonomi di Indonesia,
sebelum dan sesudah ada Covid-19, menurut kajian Bang Rizal bagaimana.
Dan sebenarnya tanpa muncul pandemi corona pun, apakah perekonomian
Indonesia merosot?

Ini  semua bukan hanya karena kasus corona, karena sebelum terjadi
corona, berbagai indikator makroekonomi Indonesia sudah merosot, baik
dari neraca perdagangan, current account deficit, primary balance
budget, dan sebagainya.

Mumpung karena ada corona, maka yang disalahkan semuanya corona,
padahal tanpa corona, ekonomi Indonesia sudah terus merosot.


Menurut Anda, dampak corona terhadap ekonomi Indonesia seperti apa?

Tentu corona ada dampaknya, kalau kita merespons dengan cepat dan
mengambil langkah-langkah lebih awal dan tidak pura-pura mengatakan
bahwa Indonesia tidak akan terkena, Indonesia akan keluar dari krisis
lebih cepat.


Apakah dampak ekonomi yang terjadi sekarang ini bisa diminimalisir
seandainya pemerintah sejak awal responsif terhadap virus corona?

Coronavirus terjadi pertengahan Desember dan kasus pertama di Indonesia
sudah ada di bulan Januari berdasarkan Fakultas Kedokteran UI.

Namun, pemerintah Indonesia menolak terus dan mengatakan bahwa tidak
ada, dan Indonesia kebal dan sebagainya, mengakibatkan kita kehilangan
waktu yang sangat berharga ketika 2,5 bulan pertama tidak melakukan
respons yang signifikan.

Begitu diakui tengah Maret, barulah kita sadari, namun kita belum pada
puncaknya pandemic berdasarkan para analis yang mengerti tentang ini. 

Seandainya kita cepat bertindak dan memberikan respons yang benar maka
dampaknya di dalam bidang ekonomi akan hanya seperti huruf “V” yaitu
anjlok ke bawah dan akan naik lagi dengan cepat. Yang paling penting
adalah fokus untuk menangani corona, yang lain2 akan membaik dengan
cepat seandainya corona terselesaikan.


Apakah sekarang ini sudah sampai pada puncak dari dampak pandemi Covid
terhadap ekonomi? Menurut Anda puncaknya kapan?

Kalau kita gegabah maka kurvanya tidak akan seperti “V” yang anjlok
kemudian naik. Namun akan cembung ke bawah recovery-nya. Selama ini
kita selalu terlambat, self-denial dan responnya sering gegabah
sehingga kemungkinan yang terjadi kurva merah (cembung ke bawah secara
dalam).

Kalau ini terjadi, perbaikan ekonomi akan butuh waktu 1 - 1,5 tahun.
Kalau kita cepat responnya dan tindakannya pas, maka dampaknya hanya 3
- 6 bulan saja. Kami khawatir, kecerobohan ini akan mengakibatkan
recovery kita akan lebih lambat.


Belum lama ini Anda mengkritik  langkah pemerintahan Presiden Joko
Widodo untuk memperlebar defisit anggaran jadi 5,07 persen. Anda
menyebutnya tindakan gegabah. Seharusnya bagaimana langkah yang diambil
pemerintah? Cara mengatasi defisit anggaran negara dalam APBN 2020
akibat pandemi Covid-19  tanpa harus berutang, bagaimana?

Awal-awalnya hanya mengandalkan stimulus yang lebih besar dengan cara
meminjam lebih banyak dengan bunga lebih tinggi untuk menutup dan
memompa ekonomi. Maka, defisit dilonggarkan dari maksimum 3 persen GDP
menjadi 5 persen GDP. Langkah itu sebetulnya tidak tepat, karena
seharusnya tidak perlu menambah hutang. Saya jelaskan, darimana uangnya?

Pertama, sisa-sisa anggaran lalu SAL (Saldo Anggaran Lebih) SiLPA (Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran) yang ada di Bank Indonesia jumlahnya Rp290
triliun.

Kedua, penghematan Pak Prabowo dalam pembelian alutsista karena yang
mark up tinggi tidak ditandatangani. Penghematan itu Rp50 triliun.

Ketiga, kita harus hentikan proyek-proyek infrastruktur besar, yang
tidak penting termasuk proyek ibukota baru. Dulu waktu krisis 1998,
kita juga melakukan itu, semua proyek infrastruktur dihentikan dalam 1
- 2 dua tahun. Nanti kalau ada uang, baru kita mulai lagi. Dari
penghematan penghentian dan re-alokasi proyek infrastruktur ini akan
ada sekitar Rp300 triliun.

Keempat, cicilan utang pokok dan bunga hampir Rp 850 triliun per tahun,
dengan bunganya saja sekitar Rp650 triliun. Inilah kesempatan untuk
renegosiasi dengan kreditor-kreditor kita. Sekitar seperempat adalah
pinjaman  bilateral dan multilateral.

Katanya pemerintah punya hubungan internasional hebat dan banyak
dikenal, coba manfaatkan dan buktikan bahwa itu ada hasilnya. Minta
kepada negara-negara lain dan lembaga keuangan internasional  untuk
menunda dulu pembayaran dan menghentikan pembayaran sampai Desember
2020.

Kemudian nanti Januari 2021 kembali kita bayar. Kita tidak ngemplang.
Harusnya bisa dilakukan karena untuk negara-negara besar, itu adalah
jumlah yang kecil.

Kelima, bond yang tiga perempatnya swasta, ini waktunya untuk menukar
bond bunga mahal ke bunga murah dengan tempo atau tenor yang lebih
panjang. Pemerintah Indonesia memberikan yield paling tinggi di Asia
Tenggara yaitu 7,3 persen. Memang sebulan lalu RI menerbitkan bond
dengan yield lebih murah yaitu 4,5 persen.

Namun dimana-mana saat ini bond yield negatif baik di Amerika, Jepang
atau Eropa. Tetapi jangan keburu bangga dulu, Filipina menerbitkan bond
pada saat yang bersamaan dengan RI, ekonominya yang lebih jelek
yield-nya hanya 2 persen. Kalau kita tukar bond kita dengan jangka
panjang dan bunga lebih murah kita dapat hemat cicilan utang nyaris
Rp400 triliun.

Total penghematan  dengan cara-cara di atas hampir 1.000 triliun lebih,
dan ini cukup untuk menyelesaikan masalah ekonomi akibat corona tanpa
berutang lagi.


Bagaimana cara mengantisipasi dampak berkepanjangan akibat pandemi
Covid-19 terhadap perekonomian?  Apa saran Anda kepada pemerintah untuk
memulihkan ekonomi kita?

Program hanya boleh fokus tiga hal yaitu: Rp200 triliun untuk
menyelesaikan masalah corona, sekitar Rp300 triliun untuk memberi makan
dan memberikan ATM setiap bulan sekitar Rp600.000 - Rp800.000 langsung
dari BRI dan BNI. Saya tidak mau menggunakan istilah BLT (Bantuan
Langsung Tunai) namun Bantuan ATM Tunai (BAT) atau Bantuan ATM Sosial
(BAS),  tidak berikan tunai namun disalurkan ke ATM setiap orang secara
tunai. Semua rakyat kita umur 17 tahun keatas, kita wajibkan punya ATM.

BRI dan BNI memiliki cabang dimana-mana, memiliki satelit dan memiliki
kapasitas komputer lima kali dari BCA. Setiap rakyat Indonesia, diatas
17 tahun punya ATM, setiap bulan diberikan uang via ATM Rp600.000 -
Rp800.000 untuk jangka waktu 6-8 bulan. Total dana Rp300 triliun. Namun
harus dilihat balance-ATMnya, apabila kecil kurang dari Rp500.000, maka
diberikan, namun mereka yang memiliki balance tinggi misalnya yang
diatas Rp1.000.000 maka tidak usah sehingga memang betul-betul untuk
rakyat kecil dan pekerja harian.

Mereka akan lebih hemat. Kalau sekarang mereka diberikan paket 10
jenis, mungkin yang mereka perlukan  hanya 3 jenis. Mereka akan lebih
hemat dan mereka tidak keberatan untuk lock-out, tinggal di rumah,
karena ada uang untuk makan. Kalau ini dilakukan, Bank BRI akan bisa
menjadi bank paling besar di Asia Tenggara walaupun transaksinya di
bawah satu juta.

Dan itu modal yang besar untuk BRI dan BNI nanti menguasai pasar ASEAN.
Kesulitan harus kita jadikan kesempatan.

Benar sekali. Dari dulu kita kampanye bahwa pemerintah mau meningkatkan
penetrasi bank, tetapi tidak jalan. Justru pada waktu krisis ini
kesempatan! Kesulitan ini kita pakai buat memaksa setiap orang punya
ATM sehingga bank-bank kita bisa menjadi lebih besar. Nanti datanya
semua terkompilasi dan kita bisa gunakan big data analysis.

Untuk segmentasi nasabah-nasabah, sehingga di masa datang jika ada
masalah, kita bisa targetkan bantuan sosial ke segmen yang betul-betul
tepat. Ini adalah BAT istilah saya yaitu Bantuan ATM Tunai (BAT) atau
Bantuan ATM Sosial (BAS).

Prioritas ketiga adalah soal makanan. Akhir-akhir ini terjadi kesulitan
pangan di dunia bukan hanya di Indonesia. Kenapa? Golongan menengah
yang banyak di rumah, lebih banyak makannya. Banyak teman-teman saya
yang kancingnya melebar, ada button social distance. Artinya,
permintaannya naik 10 persen  diluar panic buying, sementara suplai
berkurang 25 persen. Sebagai contoh, Vietnam dan Thailand, eksportir
makanan sudah memutuskan mengurangi ekspornya karena mereka ingin
ngasih makan rakyatnya yang menganggur.

Rusia biasanya ekspor lebih dari 20 juta ton gandum, kemarin dibatasi
maksimal 7 juta ton. Ini berbahaya kalau ada krisis pangan. Oleh karena
itu, saya minta Pak Jokowi untuk segera melakukan peningkatkan produksi
pangan.

Sayur-sayuran hanya 2 bulan, jagung 3 bulan, bawang 3 bulan dan beras 4
bulan. Jadi, justru krisis ini kita manfaatkan untuk betul-betul all
out meningkatkan produksi pangan. Sehingga nanti setahun lagi bawang
putih kita sudah 4 kali panen cukup, kita bahkan bisa ekspor. Saya
dengar Pak Jokowi senang dengan ide ini. Dia mau agar kita fokus pada
pangan.

Jadi, fokusnya hanya tiga prioritas setahun ke depan. Satu fokus
penyelesaian Corona, kedua kasih makan pegawai harian dan rakyat kita
yang benar-benar miskin, dan ketiga fokus peningkatan pangan. Lupakan
yang lain-lain!

Indonesia tidak perlu pusing-pusing mendatangkan investor dari luar
negeri hanya demi menggenjot ekonomi. Sebab investor akan dengan
sendirinya berbondong-bondong datang asal Indonesia menaikkan laju
perekonomian hingga 7 persen.


Anda sering menekankan bahwa Indonesia mesti mulai menggeser kiblat
politik luar negeri dan investasi.  Menurut Anda kapan waktunya untuk
menggeser kiblat politik luar negeri?

Kita jangan lagi jadi antek Cina. Ini maksudnya Cina Republik Rakyat
Tiongkok ya, bukan etnis Tionghoa. Jangan sampai saya dibilang rasis,
almarhum istri kedua saya itu etnis Tionghoa.

Konstitusi kita jelas bebas aktif. Nggak ikut blok barat, atau ikut
blok timur. Kita harus bebas aktif. Selama ini Indonesia terkesan lemah
di hadapan China. Mulai dari lemah menyikapi para pekerja Cina yang
terlihat bebas hilir mudik di saat wabah melanda, hingga impor yang
terlalu bergantung kepada Cina.

Indonesia harus mulai menggeser kiblat politik luar negeri yang terlalu
condong ke Cina RRT. Ini waktunya menggeser politik luar negeri dan
investasi kita, dari sangat pro Cina, antek Beijing jadi pro terhadap
konstitusi yang bebas aktif. Ini kesempatan Indonesia jadi negeri super
power.


Sekarang ini hangat memperbincangkan keadaan new normal. Ekonomi
Indonesia sebelum dan sesudah pandemi diyakini akan berbeda, new
normal, seperti apa gambarannya menurut Bang Rizal?

Saya kepingin setelah wabah corona ini selesai, Indonesia dapat jadi
mangkok pangan di Asia Tenggara, dan Asia Selatan. Kenapa? Sebetulnya
Indonesia ini diberikan berkah luar biasa oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Cuman kita harus punya visi. Harus punya visi mau ngapain ke depan.

Ya… tidak ada negara di dunia yang diberkati seperti Indonesia. Air
ada, matahari ada. Serba ada. Musimnya bagus… Bandingkan dengan di
Skandinavia, yang matahari cuma ada tiga bulan dalam setahun. Mesti
nanam, simpan, buat makan satu tahun.

Kita ini Indonesia diberkahi Tuhan luar biasa; matahari, hujan. Kita
bisa panen, kalau ini irigasinya dibenerin bisa tiga kali setahun.

Nah, saya pengin, minta menteri pertanian, minta pemerintah, bangun
sawah baru 2 juta hektar. Kalau di Jawa gak mungkin… di Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, sebagian Sumatera, sama di Membramo (Papua)
yang sangat subur banget. Nah kalau 2 juta hektar kita bisa bangun
sekitar 3 tahun, total.

Yang kedua tentu harus dengan mekanisasi, karena di sana nanti akan
lebih luas. Kalau ada petani yang mau transmigrasi, dapet tanah yang
lebih luas. Kalau itu kita lakukan, kalau misalnya produksinya 4 juta
tonlah per hektar, itu 8 juta ton kita punya surplus.

Jadi kalau ada El Nino pun, El Nino kan kurangnya cuma 3 juta ton, gak
ada masalah. Apalagi musim hujan, kan gampang. Kita masih punya surplus
5 juta ton lagi. 5 juta ton kita bantu negara-negara tetangga kita yang
lagi butuh. Itu kekuatan buat Indonesia. Jadi gunakan food diplomacy,
istilah kerennya diplomasi pangan. Sehingga Indonesia akan menjadi
negara super power dalam hal pangan. []

    Rizal Ramli - Interview

Editor: Siswanto






Kirim email ke