Athaya Rizky http://www.qureta.com/profile/athayarb
 Mahasiswa
 21 May 2016 ·  2.026 views

 
 

 
 44
 Shares
 

 

 

 







 
 Foto: Wikimedia
  Sejarah http://www.qureta.com/topik/sejarah ·  2 menit baca
 Wikana: Sebuah Ironi dalam Sejarah Indonesia 
http://www.qureta.com/post/wikana-sebuah-ironi-dalam-sejarah-indonesia
 
 Dalam sejarah Indonesia merdeka, dapat dikatakan bahwa Wikana adalah tokoh 
yang paling dramatis. Ia adalah tokoh yang amat berperan penting dalam 
kemerdekaan, tetapi ironisnya jalur hidupnya yang ia tempuh kemudian, yang 
dapat dibilang berantakan, membuat ia cenderung dilupakanatau bahkan tidak 
dikenal dalam sejarah Indonesia.
 Wikana lahir di Sumedang, Jawa Barat, 18 Oktober 1914. Ia dikenal luas dalam 
kaitannya menyangkut proses kemerdekaan Indonesia. Pada masa mudanya ia aktif 
sebagai Angkatan Baru Indonesia dan Gerakan Rakyat Baru. Bersama Chaerul Saleh, 
Sukarni dan pemuda-pemuda lainnya dari Menteng 31, mereka menculik Soekarno dan 
Hatta dalam Peristiwa Rengasdengklok .
 Penculikan itu dilakukan dengan tujuan agar kedua tokoh ini dapat diamankan 
dari "kekuasaan jepang" serta kedua tokoh ini segera merumuskan dan membacakan 
Proklamasi Kemerdekaan setelah kekalahan Jepang dari Sekutu pada tahun 1945.
 Pada peristiwa pencetusan Proklamasi 1945, peran Wikana amat menonjol berkat 
koneksi pribadinya dengan Angkatan Laut Jepang atau Kaigun. Berkat koneksi 
Wikana, Proklamasi 1945 bisa dirumuskan di rumah dinas Laksamana Maeda di 
Menteng yang terjamin keamanannya. Wikana jugalah yang mengatur semua keperluan 
Pembacaan Proklamasi di rumah Bung Karnodi Pegangsaan.
 Dengan penuh ketegangan, ia menantikan detik-detik saat pembacaan proklamasi 
karena Bung Karno sakit malaria pada pagi harinya. Wikana kasak kusuk ke 
kalangan militer Jepang, melakukan proses diplomasi, agar militer jepang tidak 
mengganggu jalannya upacara pembacaan teks proklamasi.
 Setelah kemerdekaan, jalan hidup yang dilalui Wikana sangat rumit. Secara 
pandangan politik, ia aktif dalam Partai Komunis Indonesia. Dalam struktur 
pemerintahan, Wikana menduduki jabatan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga 
Republik Indonesia pada masa pemerintahan kabinet Amir Syarifuddin (29 Juni 
1946– 29 Januari 1948).
 Setelah pemerintahan kabinet Amir Syarifuddin jatuh,Wikana yang aktif dalam 
PKI, kembali menggalang kekuatan dalam FDR. Tidak diketahui sejauh mana 
keterlibatannya dalam FDR hingga terjadi peristiwa Madiun 1948. Pada peristiwa 
Madiun 1948, FDR atau PKI dianggap melakukan pemberontakan, sehingga Wikana pun 
menjadi sasaran pembersihan militer kabinet hatta. Beruntung ia berhasil lepas 
dari kejaran tentara.
 Bersama dengan pejuang-pejuang dari sayap kiri ia menghilang dan baru kembali 
setelah DN Aidit melakukan pledoi (pembelaan) terhadap kasus Madiun 1948 yang 
mulai digugat oleh Jaksa Dali Mutiara pada 2 februari 1955. Namun revitalisasi 
PKI ditangan DN Aidit membuat Wikana tersingkir dan dianggap bagian dari 
golongan tua yang tidak progresif, ini sama saja dengan kasus penyingkiran kaum 
komunis ex Digulis oleh anak-anak muda PKI, karena tidak sesuai dengan 
perkembangan perjuangan komunis yang lebih Nasionalis dan mendekat pada Bung 
Karno
 Terbuang dari PKI, Wikana akhirnya tinggal di daerah Simpangan Matraman 
Plantsoen, daerah padat Jakarta, dalam keadaan miskin dan sengsara. Sebagai 
tokoh PKI awal kemerdekaan, ia tidak mendapat tempat di struktur PKI pimpinan 
Aidit, bahkan Wikana pun diisolir oleh Aidit dengan tidak diberikan peluang 
dalam kegiatan kepartaian. Beruntung Waperdam Chaerul Saleh pada awal tahun 
1965 yang menemukan Wikana yang hidup sengsara, kemudian menarik Wikana menjadi 
anggota MPRS. Dengan posisi itu, kedudukan dan kehidupan Wikana sedikit membaik.
 Pada 1 Oktober 1965 terjadilah peristiwa pembunuhan tujuh perwira AD yang 
memulai proses peralihan kekuasaan Indonesia. Dalam proses tersebut, PKI dan 
Sukarno dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab. Bahkan, orang-orang yang 
terkait dalam kegiatan PKI harus menjadi korban penangkapan atau pembunuhan 
masal di Indonesia. 
 Saat terjadi penangkapan dan pembunuhan massal tersebut, nasib Wikana tak 
terdengar ujungnya. Wikana hilang begitu saja dan hingga detik ini tidak jelas 
bagaimana nasibnya. Dengan demikian, Wikana hanya mencicipi jabatan anggota 
MPRS beberapa bulan. Seakan nasib buruk tidak ingin pergi lama-lama dari wikana.
 Sungguh, membaca kehidupan Wikana adalah membaca sebuah dramatisme sejarah.. 
Wikana dibiarkan hidup di dunia hanya untuk satu tugas, memastikan kelancaran 
proklamasi Indonesia. Wikana adalah sebuah kata atas sebuah sejarah yang ironi. 
Revolusi telah lahir dari tangannya dan ia pun menjadi korban dari revolusi 
kemerdekaan yang diperjuangkannya. Wikana adalah ironi dalam sejarah!

 

Kirim email ke