Ini tulisannya Xin Yue.  Jangan dikira hanya di Indonesia saja ada penghilangan 
secara fisik maupun mental. Bahkan di Tiongkok yang katanya sosialis itu, juga 
terjadi. Simak saja tulisan Xin Yue ini. Tak akan heran kalau  ada orang yang 
menganggap tulisan ini dibuat Xin Yue ketika ia sedang mimpi atau ngigau!!!

Yang Hilang dalam Kampus
21 Maret 1918
Apa arti “hilang”?Aku berdiri di depan Gedung Kelas ke-2. Sekarang, ruang bawah 
tanah di sini sudah menjadi tempat mewah. Ada tempat kantor dengan desain 
modern, juga bermacam jualan kopi yang mahal. Namun, setiap kali aku di sini, 
memori tiga tahun yang lalu seringkali dihidupkan kembali. Waktunya, seorang 
senior yang baru kukenal mengirimi aku foto-foto mengenai acara Tahun Baru yang 
berada di tempat ini. Teman-teman buruh, yang sepanjang hari melayani kami di 
gedung kelas, kantin dan asrama, sama-sama berkumpul di sini, duduk ramai dan 
berturut-turut menyajikan lagu dan dansa. Meski dindingnya belum dicat, 
lantainya belum dipasang, kerajinan kertas merah dan senyuman teman-teman buruh 
sudah memperindahkan ruang ini semanis-manisnya.Sejak tahun 2016, tempat ini 
kena renovasi, dan menjadi Pusat Inovasi dan Entrepreneur Mahasiswa Global. 
Renovasi tersebut belum pernah didiskusikan dan disetujui oleh mahasiswa, 
apalagi teman buruh dalam kampus ini. Dekorasi yang baru dan mewah sekarang, 
hanya dipakai untuk menjauhi mahasiswa dan teman buruh. Tidak ada tempat lain 
untuk teman buruh berkumpul dan mengekspresikan diri sendiri. Di kampus kami, 
teman buruh sudah hilang tempatnya.Apalagi kehilangan waktu istirahat, 
kehilangan kontrak pekerja, kehilangan asuransi sosial, dan kehilangan gaji 
bulanan...Hari demi hari, sepertinya kehidupan teman buruh telah juga “hilang” 
dari mata mahasiswa. Jika bangun pagi dari ranjang asrama, kamar mandi sudah 
bersih dan tong sampahnya sudah kosong, kebiasaannya adalah menikmatinya tanpa 
ingatan usaha teman buruh yang membersihkannya. Jika makan di Kantin Yannan 
atau Shaoyuan, saat mengembalikan piringnya, semua yang mahasiswa dapat melihat 
hanya sepasang tangan, tanpa wajah dan ekspresi teman buruh di belakang 
tangannya. Jika pulang pas kuliah malam, jarang ada teman mahasiswa yang 
benar-benar tahu di mana teman buruh tinggal dalam kampus ini. “Hilang”, untuk 
teman buruh dalam kampus ini, bukan hanya kehilangan ruang aktivitas, 
kehilangan hak pekerja, tapi juga kehilangan peduli dan solidaritas dari 
mahasiswa, dosen dan penguasa universitas.Namun, “hilang” itu bukan berarti 
hilangnya jiwa perjuangan teman-teman buruh dalam kampus ini.Pada Tahun Baru 
Imlek 2018 ini, seorang pekerja dari toko konvenien Guoan kampus kami 
mengemukakan ketidakadilan pengurus toko ini mengenai gaji prestasinya. Karena 
ketidakadilan ini, teman buruh yang seharusnya mendapatkan gaji bulanan lebih 
dari 7,000 RMB ini, hanya diterima 2,700 RMB, tanpa makanan dan akomodasi. 
Untuk membela haknya dan hak sesama pekerja, dia membuka akun resmi WeChat dan 
menulis 4 artikel yang secara lengkap mengungkapkan prosesnya membela hak 
asasi, dan tekanan keras dari toko Guoan yang dihadapinya. Dengan penyebaran 
aksi bela hak sesama buruh seperti ini, pagi lambatnya, hilangnya hak pekerja 
teman buruh akan memasuki ruang diskusi kebanyakan mahasiswa dan dosen dalam 
kampus ini, dan dengan solidaritas bersama, ruang aktivitas dan hak pekerja 
teman buruh pasti akan dikembalikan. Kuharap suatu hari, rasa apatis terhadap 
hak buruh dan politik akan menjadi yang hilang dalam kampus, selama-lamanya.

Kirim email ke