Berita viral: Said Didu Minta Diperiksa di Rumah

    Hukum dan Kriminal

Mangkir Lagi, Said Didu Minta Diperiksa di Rumah

Penulis Redaksi FIN - Mei 12, 2020


JAKARTA – Mantan Sekretaris BUMN Said Didu kembali tak memenuhi
panggilan penyidik Bareskrim Polri terkait kasus dugaan pencemaran nama
baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Said
masih beralasan ingin mematuhi aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB).

Humas Tim Hukum Said Didu, Damai Hari Lubis mengatakan meski tak bisa
memenuhi panggilan polisi, kliennya menyampaikan surat ke penyidik.

“Hari ini klien kami, Pak Said Didu tidak hadir ke Bareskrim. Kami ke
sini kirim surat ke penyidik meminta pemeriksaan dilakukan di rumah
klien kami,” katanya di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (11/3).

Dikatakan Damai, pihaknya ingin tim penyidik bisa bekerja sama.
Terlebih kliennya dan tim kuasa hukum masih ingin mematuhi penerapan
PSBB.

“Kami minta kerja sama penyidik Polri yang ke rumah klien kami karena
anggota polisi memiliki hak sebagai penegak hukum dan pelayan publik
untuk memeriksa ke rumah, sehubungan adanya pandemi COVID-19 dan PSBB,”
tuturnya.

Terpisah Kuasa Hukum Said Didu, Letnan Kolonel CPM (Purn) Helvis
menegaskan bahwa kliennya siap untuk diperiksa.

“Prinsipnya Pak Said siap diperiksa hanya kita mengajukan surat
permohonan untuk diperiksa di kediaman,” katanya.

“Dan tentunya mungkin sahabat-sahabat semua menanyakan alasannya apa?
Ya sekarang kan sedang darurat kesehatan sesuai dengan keputusan
presiden Nomor 11 Tahun 2020, di situ ada tentang penetapan darurat
kesehatan,” sambungnya.

Dia menerangkan, kliennya menerima surat panggilan kedua pada Kamis
(7/5). Namun, karena bertepatan hari libur Nasional atau tanggal merah,
tim kuasa hukum baru bisa berunding pada Minggu (10/5), dan meminta
pemeriksaan di kediaman Said Didu.

“Surat permohonan kita telah serahkan,” katanya.

Juru Bicara sekaligus Sekretaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI),
Munarman mengaku ikut mengawal kasus yang membelit Said Didu. Bahkan
Munarman mengaku masuk dalam Tim Hukum Suluh Kebenaran yang akan
membela Said Didu.

“Karena kasus ini salah satu bentuk dari penyalahgunaan kekuasaan
(abuse of power) dan penyalahgunaan hukum,” katanya.

Penyalahgunaan kekuasaan yang dimaksud adalah karena pelapor adalah
orang yang power full dalam kekuasaan. Dan kekuasaan itu digunakan
bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia.

“Pak Said Didu mengkritik hal tersebut, dan arogannya, dengan kekuasaan
tersebut malah mengkriminalisasi Pak Said Didu,” ujarnya.

Ada yang aneh menurut Munarman. Yaitu gerak cepat aparat hukum yang
merespons laporan ini dengan segera memanggil Said. Padahal, saat ini
tengah pandemi COVID-19 yang seharusnya jadi prioritas penanganan
pemerintah.

Selain itu, Munarman juga menyoroti penyalahgunaan hukum dalam perkara
ini. Pertama, penggunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) yang dinilai keliru.

Menurutnya, seharusnya, praktik UU ITE ini untuk melindungi para
pemilik akun, pemilik nomor telepon. Begitu pun aktivitas bisnis yang
menggunakan instrumen elektronika seperti e-banking dan semacamnya agar
dilindungi dari para penjahat yang meretas serta menyalahgunakan data
akun elektronik tersebut.

“Kenyataannya UU tersebut telah disalahgunakan untuk membungkam suara
kritis rakyat dan klaim oposisi seperti Pak Said Didu,” ujarnya.

Dia juga menambahkan persoalan pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana. Ditekannya, pasal itu adalah delik materiel
sehingga harus ada akibat yang ditimbulkan.

“Dalam kasus ini, tidak ada keonaran sebagai akibat yang ditimbulkan
dari pernyataan Pak Said Didu,” sebutnya.

Dikatakannya, para pengacara yang tergabung membela Said Didu karena
mendukung hak-hak dasar rakyat Indonesia dari bentuk kekuasaan
sewenang-wenang memperalat hukum.

“Tidak boleh ada penguasa yang boleh menjadi diktator, tirani dalam
memegang kekuasaan. Ini harus dihentikan,” terangnya.

Menurutnya, cara ini sebagai koreksi terhadap pemerintah yang
menjalankan kekuasaan secara keliru.

“Makanya sebagai negara yang menganut konstitusionalisme, kekuasaan
harus dikoreksi terus-menerus dan dihentikan bila sudah menjadi
diktator dan tirani minoritas,” ujarnya.(gw/fin)

Kirim email ke