1.: Mantan Jubir Gus Dur Sebut 4 Lembaga Ini Kolaps karena Djoko Tjandra Tim DEMOKRASI - 18.Juli 2020
https://news.demokrasi.co.id/mantan-jubir-gus-dur-sebut-4-lembaga-ini-kolaps-karena-djoko-tjandra/ DEMOKRASI.CO.ID – Djoko Tjandra menjadi sosok yang membuat heboh publik Indonesia belakangan ini. Sebab, buronan koruptor kasus hak tagih (cessie) Bank Bali ini berhasil memperdayai empat institusi sekaligus untuk memuluskan langkahnya. Tak tangung-tanggung-tanggung keempat institusi tersebut terdiri dari dua Kementerian yakni Kementerain Dalam Negeri (Kemendagri) yang kini dipimpin oleh mantan Jenderal polisi Tito Karnavian dan Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin oleh Politikus PDI Perjuangan Yasonna Laoly. Sementara dua institusi lainnya adalah Kepolisian dan Kejaksaan Agung RI. Tak berdayanya keempat institusi tersebut membuat mantan juru bicara Presiden Gus Dur, Adhie M Massardi menilai bahwa keempat institusi tersebut sudah kolaps atau hancur. Sebab, menurut dia keempat institusi tersebut tak bisa berbuat apa-apa saat berhadapan dengan Djoko Tjandra. “QUATRO KOLAPS 》 busyet, satu WNI bernama Djoko Tjandra sekali gebrak bisa bobol 4 institusi. Ke-4-nya seperti kolaps, tak bisa berbuat apa-apa,” katanya melalui cuitan di akun Twitternya @AdhieMassardi seperti dikutip law-justice.co, Sabtu (18/7/2020). Lebih lanjut dia mengatakan, pemimpin keempat isntitusi tersebut saat ini hanya bisa plonga plongo. Dia juga menyindir Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menjadi atasan dari keempat lembaga tersebut. “Kini tinggal Jaksa Agung, Kapolri dan Mendagri serta Menkumham yg plonga-plongo. Pasti gak habis pikir, kok bisa ya? Who`s the boss?,” katanya. Hal itu disampaikan oleh Adhie untuk merespon pernyataan Aktivis Petisi 98 Haris Rusly Moti yang meminta Jokowi untuk bersikap tegas. “Sobat, kita tunggu sikap tegas Presiden Jokowi terkait skandal penyelundupan Djoko Tjandra. Setidaknya ada empat lembaga pemerintahan dibawah Presiden Jokowi yang diduga terkait skandal tersebut : Kemendagri (Dukcapil urus E-KTP), Kemenkumham (Imigrasi), Polri & Kejaksaan Agung,” tulis Haris. 2.: Dua Prediksi Rizal Ramli yang Terbukti Benar: Utang PLN Membengkak dan Rupiah Kembali Melemah Penulis: Tri Wibowo Santoso | EKONOMI - Minggu, 05 Juli 2020 | 12:36 KATTA - Permasalahan utang membengkak yang dialami PT PLN ternyata sudah pernah diprediksi oleh Rizal Ramli saat masih menjabat sebagai Menko Maritim dan Investasi di Kabinet Jokowi periode pertama. Kala itu, mantan Anggota Tim Panel Ekonomi PBB tersebut langsung melancarkan kritik keras pada proyek kelistrikan 35 ribu megawatt (MW). Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini-pun mengakui bahwa utang PT PLN (Persero) yang semakin membesar dalam lima tahun terakhir hingga mencapai Rp 500 triliun digunakan untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan. Salah satunya adalah pengerjaan proyek 35.000 MW. Zulkifli mengungkapkan, PT PLN melakukan utang karena tidak memiliki pendapatan yang cukup, sehingga membengkak setiap tahunnya. "Lima tahun terakhir ini PLN membiayai investasinya itu dengan utang. Sehingga lima tahun yang lalu utang PLN secara minimal nggak sampai Rp 50 triliun. Tapi karena utang tiap tahun Rp 100 triliun Rp 100 triliun, ya maka utang PLN di 2019 kemarin mendekati Rp 500 triliun," kata Zulkifli dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VI DPR RI, Kamis, (25/06/2020). Saat utang PT PLN belum mencapai Rp 50 triliun pada 2014, Rizal Ramli sudah mengingatkan pemerintah untuk tidak melanjutkan mega proyek listrik 35 ribu megawatt (MW). Alih-alih, Rizal Ramli malah mendapat serangan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri ESDM Sudirman Said. Mereka kompak mengatakan bahwa Rizal Ramli tidak tahu apa-apa dan bukan menteri yang seharusnya urus masalah PLN. "Media mainstream TV, Koran dan media online ikut "menyerang" RR sebagai Menteri tukang heboh. Lucunya Presiden Jokowi yang "membujuk' RR menjadi Menko malah "tidak berani" membela RR dari serangan tersebut,” kenang Rizal Ramli. Kini, ibarat nasi sudah jadi bubur. Negara terlilit utang yang sedemikian besar, hampir seperempat APBN. Potensi gagal bayar bisa merontokkan negeri ini. "Lalu siapa yang diminta pertanggungjawaban? Padahal sudah diingatkan oleh RR sewaktu menjabat Menko,” tegas Rizal Ramli. Rupiah Kembali Melemah Forecast Rizal Ramli tidak berhenti pada permasalahan utang saja. Pendiri lembaga think thank Econit itu juga sempat memberikan analisa soal kondisi perekonomian Indonesia, salah satunya soal penguatan nilai tukar rupiah di tengah tekanan ekonomi dalam negeri. Rizal mengatakan salah satu faktornya adalah karena Amerika Serikat (AS) sedang mencetak banyak uang karena memberikan stimulus ekonomi nasional hingga US$ 2 triliun. Menurutnya hal ini membuat mata uang negara lain seperti Indonesia mengalami penguatan yang semu. "Semua indikator makro ekonomi ini negatif, tapi kok rupiah stabil? Menurut saya ini terjadi karena dua hal, satu di Amerika sana mereka sedang nyetak uang besar sekali. Stimulus terakhir di sana US$ 2 triliun, akibatnya mata uang dollar anjlok, mata uang lain jadi kuat. Ini stabilitas semu," ujar Rizal dalam diskusi publik The Magnificent Seven yang disiarkan di YouTube, Senin (29/6/2020). Teryata benar saja, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami terjun bebas, pada Jum’at (3/7/2020). Diketahui, mata uang rupiah ditutup melemah 145 poin atau 1,01 persen menjadi Rp 14.523 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.378 per dolar AS. Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Jumat menunjukkan rupiah melemah menjadi Rp 14.566 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp 14.516 per dolar AS. 3.: RR: Jangan Hanya Salahkan Menteri, Presiden Harus Introspeksi Diri! http://www.katta.id/news/2020/07/01/7479/rr:-jangan-hanya-salahkan-menteri-presiden-harus-introspeksi-diri! Penulis: Tim Redaksi | NASIONAL Rabu, 01 Juli 2020 | 13:32 KATTA - Rizal Ramli tak mau berburuk sangka. Tidak penting menurut tokoh nasional yang juga ekonom senior itu mempersoalkan apakah Presiden Jokowi beneran marah atau hanya pura-pura marah. "Memang banyak yang menduga-duga, ini marah beneran atau cuma drama doang. Saya sih nggak mau suudzon lah, orang marah ya marah saja, bisa dong orang marah," jawab RR, demikian Rizal Ramli disapa, dalam wawancara dengan Gigin Praginanto dari Bravos Radio, kemarin. "Tapi persoalannya apa manfaatnya marah itu. Kalau marah tidak ada perubahan dalam kinerja, tidak ada perbaikan dalam ekonomi bangsa kita, ini marah yang percuma, marah yang sia-sia," katanya. Menyimak pidato dalam video yang belakangan viral, mantan Menko Perekonomian era pemerintahan Abdurrahman Wahid itu menyimpulkan luapan amarah dan ancaman memecat menteri oleh Jokowi saat sidang kabinet paripurna di Istana Negara pada Kamis 18 Juni lalu dan baru terungkap ke publik lewat video yang dirilis Istana tiga hari setelahnya, dipicu karena tidak ada kemajuan, tidak ada terobosan dalam pengelolaan negara baik akibat pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian. Misalnya terkait masalah kesehatan. Jokowi komplain meski ada budget Rp75 triliun namun yang terpakai baru 1,8 persennya. Tidak aneh banyak dokter yang mengeluh tidak ada Alat Pelindung Diri (APD) sehingga tingkat kematian petugas medis di Indonesia di tengah pandemi Covid-19 termasuk paling tinggi. Lalu terkait masalah ekonomi. Jokowi marah lantaran hidup rakyat semakin susah, perusahaan-perusahaan yang gulung tikar makin banyak, tingkat pengangguran yang makin tinggi tetapi menteri terkait tidak punya terobosan, tidak ada kebijakan untuk mengatasi. "Jelas pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah. Persoalannya dari pidato itu presiden kelihatan menyalahkan menteri-menterinya. Mungkin benar beberapa atau sebagian besar tidak punya kapasitas, tidak punya kemampuan untuk membalikkan keadaan dari negatif ke positifi. Istilahnya kemampuan turn arround. Secara makro ekonomi tidak ada yang punya track rercord. Yang ada malah bikin merosot, muncul skandal-skandal ekonomi dan keuangan," tutur RR. "Tapi ada pertanyaan, kalau memang menterinya tidak punya kapasitas, apalagi ada beberapa yang aji mumpung, yang KKN, loh yang milih sopo? Dan sebagai presiden, Jokowi bisa setiap waktu memecat dan memilih yang baru. Kenapa tidak dilakukan dari dulu-dulu?" tanya RR. Karenanya bagi RR yang pernah dipercaya menjadi anggota tim panel penasihat ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kondisi itu menguatkan kekhawatirannya sejak awal pembentukan Kabinet Indonesia Maju, bahwa penunjukkan manteri hanya sebagai hadiah atau balas budi kepada para pendukung dan sama sekali tidak mempertimbangkan track record dan kemampuan personal. "Sebetulnya boleh saja menteri dari partai politik, biasa di negara demokrasi. Tapi ada minimum kriteria dari segi standar etika, kinerja, track record yang dijadikan pertimbangan. Kelihatannya ini tidak dipertimbangkan, yang penting usul dari partai disepakati," ungkap RR. Bisa juga, menurut RR, masalahnya ada pada ketidakjelasan arahan Presiden. Kerjanya marah-marah tapi bingung sendiri memberikan arahan sehingga menteri tidak tahu apa yang harus dikerjakan. "Kalau ini yang terjadi, kok bisa? Harusnya seorang presiden dikeliling orang-orang pinter dan hebat yang bisa memberikan nasihat. Tinggal menterinya laksanakan arahan," RR mencontohkan Presiden AS John F Kenedy. Prestasi akademik Kenedy saat mahasiswa di Harvard tidak menonjol. Tapi saat menjadi presiden, ia dikelilingi orang jago-jago. Misalnya, dibantu profesor sastra yang membuat quotation pidato Kenedy bagus-bagus. Ada ahli Rusia yang membuat kebijakan Kenedy terhadap Rusia terukur. Juga ada ahli ekonomi dan ahli lain-lainnya. "Di dalam sistem demokrasi memang yang terpilih (menjadi presiden) itu yang populer, belum tentu yang paling mampu. Itu biasa. Oleh karenanya presiden punya kewajiban mengelilingi dirinya dengan orang-orang hebat, orang-orang pinter. Pertanyaan saya, Jokowi sudah punya penasihat presiden, staf ahli, ngapain aja kerjanya. Atau mereka bukan ahli beneran," singgung RR. "Itu tadi, jabatan-jabatan itu diberikan karena balas budi, hanya sebagai hadiah karena pernah berjasa memberikan dukungan politik. Pejabat yang ditunjuk betul-betul tidak mampu menjawab tantangan Indonesia. Bukan kabinet profesional yang mampu menghadirkan solusi," tambah RR. Karena itulah, menurut RR, tidak cukup bagi Jokowi memarahi para menteri. Sebagai presiden, Jokowi justru harus sadar diri karena berbagai persoalan bangsa hingga saat belum teratasi dan malah kondisinya makin parah. "Masa hanya menterinya yang disalahin, apa presiden Jokowi nggak introspeksi. Kuncinya ada di dia. Dia bisa pecat dan ganti menteri any time. Salah kan diri sendiri karena memilih menteri, memilih tim ahli, staf ahli hanya sebagai ucapan terima kasih dan tidak punya kemampuan untuk memberikan solusi yang terbaik dalam mengatasi masalah," demikian kata Rizal Ramli.[] 4.: Utang Luar Negeri Era Jokowi: Tertinggi dan Paling Tidak Produktif Sepanjang Sejarah Oleh: Gede Sandra Selasa, 30 Juni 2020 | 19:56 http://www.katta.id/news/2020/06/30/7471/utang-luar-negeri-era-jokowi:-tertinggi-dan-paling-tidak-produktif-sepanjang-sejarah POSISI (akumulasi) utang luar negeri (external debt) Indonesia sejak akhir masa Suharto terus mengalami kenaikan, terkecuali pada masa BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang sempat mengalami penurunan. Meskipun memang, posisi utang luar negeri Pemerintah Habibie tetap naik. Pada masa Gus Dur (1999-2001), posisi utang luar negeri mengalami penurunan sebesar USD 17,6 miliar, yang disumbang penurunan posisi pemerintah sebesar USD 6,3 miliar dan penurunan posisi swasta-BUMN sebesar USD 11,3 miliar. Yang sangat menarik, adalah ternyata hanya dalam 5,5 tahun pemerintahan Jokowi sudah bisa mengalahkan 10 tahun pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam hal kenaikan posisi utang pemerintah. Artinya laju kenaikan posisi utang luar negeri pemerintah pada era Jokowi adalah yang tertinggi sepanjang sejarah. Semakin agresif menarik utang luar negeri seharusnya diimbangin dengan produktivitas perekonomian. Masalahnya adalah bila laju utang luar negeri terus bertambah, tapi pertumbuhan ekonomi stagnan. Kecuali era Gus Dur yang posisi utang luar negerinya bisa turun 3,2 miliar per tahun, seluruh rezim pemerintahan memerlukan kenaikan posisi utang luar negeri pemerintah untuk memompa pertumbuhan ekonomi. Yang terjadi di era Gus Dur adalah suatu model ekonomi yang tidak mainstream, tetapi malah paling menguntungkan untuk Bangsa. Belum pernah terjadi dalam sejarah: pertumbuhan ekonomi naik dari minus ke positif dengan sambal mengurangi utang. Bila diperhatikan tabel di atas, yang paling tidak produktif bila ditinjau dari laju posisi utang luar negeri (ULN) adalah pemerintahan Jokowi. Laju posisi ULN pemerintah naik sebesar USD 14,62 miliar pertahun, tapi hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang stagnan di 5 persen selama 5 tahun pemerintahannya.[***] *Penulis adalah peneliti Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR).