Tentu saja Wiranto  mengalami kesulitan, karena dia  sebagai panglima tinggi 
TNI era rezim militer fasis pimpian jenderal TNI AD Suharto, yang terlibat 
langsung dalam kasus pelanggaran HAM BERAT di Indonesia, yaitu pembantaian 
massal terhadap 3 Juta Rakyat yang tak bersalah, dan juga pembunuhan secara 
sadis terhadap Presiden Soekarno; yng mengantar Suharto kesinggasana  kekuasaan 
militer fasis  (presiden RI); jadi logis jika Wiranto menolak kebenaran 
data-data yang diungkap dalam Dokumen AS. Karena menyetujui Dokum AS berati : 
Wiranto akan menelanjangi bulat-buklat dirinya sendiri, dalam keterlibatanya 
secara langsung pada kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966. Kecuali itu Wiranto 
juga mempunyai tugas untuk tetap menjaga kehormatan Suharto dan keluarga 
Cendana, seperti yang pernah diucapkannya ketika Suharto melakukan pemunduran 
strategis pada tanggal  
<https://www.google.de/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0ahUKEwjzrue2tIHXAhXCSxoKHeiWAnIQFggnMAA&url=https%3A%2F%2Fwww.merdeka.com%2Fperistiwa%2Fini-momen-momen-menegangkan-jelang-soeharto-lengser-21-mei-1998.html&usg=AOvVaw24HdvsWXheTxctcrSsqHhm>
 21 Mei 1998.(baca ``lengser``). 


Dalam konteks ini tidak ada maling yang secara sukarela mengaku bahwa dirinya 
adalah maling!


 

Roeslan

 

 

 

 

Von: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Gesendet: Samstag, 21. Oktober 2017 10:27
An: GELORA45@yahoogroups.com
Betreff: Re: [GELORA45] Wiranto Mengaku Kesulitan Tuntaskan Kasus Pelanggaran 
HAM

 

  

"Wiranto berpendapat, masalah hukum hanya bisa ditangani secara adil dan 
efektif jika disesuaikan dengan kondisi hukum dan masyarakat saat kasus itu 
terjadi".  Begitukah? Tidakkah pada masa 'kasus itu terjadi" Soeharto bertindak 
begitu cepat, seperti orang gila membunuh semua manusia yang dituduhnya 
terlibat yang tidak bisa melawan atau membela diri? Apakah Wiranto sebagai 
Jenderal tidak tahu bahwa SEMUA tokoh pusat PKI dibantai secara illegal tanpa 
hukum dan peradilan, sedangtokoh daerah diberi jatah 'pengadilan' dengan 
hukuman mati dan penjara seumur hidup? Begitukah yang dimaksud "kondisi hukum 
dan masyarakat saat kasus itu terjadi?" Tidak tahukah bahwa Soeharto si 
"sipemenang mendapat segala-galanya dan berbuat sekehendaknya?". Masalahnya, 
hanyalah KEMAUAN PEMERINTAH sekarang buat menyelesaikan persoalan Peristiwa 
1965 itu. Sekali lagi KEMAUAN untuk menyelesaikannya. Ada kemauan ada jalan...! 
Korban sangat banyak yang mati dibunuh tanpa salah. Yang diinginkan oleh 
keluarga para korban yang sampai sekarang tertanya-tanya, adalah PENGAKUAN 
PEMERINTAH bahwa pada waktu itu Pemerintah Soeharto TELAH BERBUAT SALAH dengan 
memerintahkan, menganjurkan, mendorong atau membiarkan Militer dan Milisia 
melakukan pembunuhan massal atas 3 juta manusia Indonesia yang tak berdosa dan 
tak tahu apa-apa......!!! 



------ Original Message ------
From: "'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com>
To: "GELORA_In" <GELORA45@yahoogroups.com>
Sent: Friday, 20 Oct, 2017 At 12:49 PM
Subject: [GELORA45] Wiranto Mengaku Kesulitan Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM

    

  

      

                    

 


Wiranto Mengaku Kesulitan Tuntaskan Kasus Pelanggaran  HAM


Dias  Saraswati ,  CNN Indonesia | Kamis, 19/10/2017 20:47 WIB

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171019203322-12-249627/wiranto-mengaku-kesulitan-tuntaskan-kasus-pelanggaran-ham/

Menkopolhukam Wiranto menyebut pemerintah kesulitan untuk  menuntaskan kasus 
pelanggaran HAM masa lalu karena minimnya bukti-bukti. (CNN  Indonesia/Adhi 
Wicaksono)

 

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Politik,  Hukum, dan 
Keamanan Wiranto mengakui pemerintah mengalami kesulitan untuk bisa  
menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu yang 
 terjadi di Indonesia.

Menurutnya,  kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah tersebut karena sebagian 
kasus  pelanggaran HAM terjadi di masa lalu, sehingga sulit untuk menemukan  
bukti-bukti.

"Para  aparat penegak hukum, apakah itu Komnas HAM, apakah itu kepolisian, 
kejaksaan,  untuk menemukan bukti dan saksi, itu sungguh sangat sulit," kata 
Wiranto di  Jakarta, Kamis (19/10).

Selain itu, kata Wiranto, lamanya kasus-kasus pelanggaran HAM  tersebut membuat 
kasus menjadi bias.

Wiranto  berpendapat, masalah hukum hanya bisa ditangani secara adil dan 
efektif jika  disesuaikan dengan kondisi hukum dan masyarakat saat kasus itu 
terjadi.

"Tatkala  ditarik ke masa berbeda, dengan hukum yang sudah berkembang, dengan 
situasi  lingkungan yang berbeda yang sudah berkembang maka akan sangat sulit," 
tutur  Wiranto.

Kendati  demikian, mantan Panglima ABRI tersebut menegaskan, pemerintah tidak 
akan  menyerah untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM tersebut.


      


Lihat juga:


      

  
<https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170202193044-12-190974/pemerintah-sepakat-tempuh-rekonsiliasi-kasus-ham-masa-lalu/>
 Pemerintah Sepakat Tempuh Rekonsiliasi Kasus HAM Masa        Lalu


Wiranto menuturkan Kemenko Polhukam sudah kerap kali melaksanakan  rapat 
koordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk Komnas HAM untuk  mencari 
penyelesaian yang tepat terhadap kasus pelanggaran HAM tersebut.

Penyelesaian  secara yudisial, lanjutnya sudah sangat sulit untuk dilakukan, 
sehingga untuk  mencegah terjadinya konflik baru di masyarakat maka 
penyelesaian dilakukan  dengan cara nonyudisial atau rekonsiliasi.

Sementara,  untuk kasus pelanggaran HAM di Papua, Wiranto juga mengatakan 
pemerintah  memiliki keseriusan untuk menyelesaikannya.

"Kami  sungguh-sungguh, bukan mengabaikan, lelet, ingin betul, kalau bisa 
segera  selesai saya lebih senang, jangan sampai ada kecurigaan ini pembiaran," 
kata  Wiranto.


      


Lihat juga:


      

  
<https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170916192317-20-242209/komitmen-jokowi-tuntaskan-tragedi-1965-dipertanyakan/>
 Komitmen Jokowi Tuntaskan Tragedi 1965        Dipertanyakan


Sama halnya dengan kasus pelanggaran HAM masa lalu, Wiranto juga  menyebut 
kendala yang dialami dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM Papua  adalah 
pada pencarian bukti-buktinya.

Apalagi,  lanjutnya, ada aturan adat di Papua yang terkadang menjadi penghalang.

"Saat  ingin pembuktian, ada perintah otopsi, secara adat di sana menolak, 
jangan  otopsi, yang meninggal jangan diganggu-ganggu lagi, padahal itu butuh 
untuk  proses peradilan yang adil dan jujur," tutur Wiranto.

Beberapa  kasus pelanggaran HAM yang masih terbelangkalai sampai saat ini, di 
antaranya  kasus 1965, penembakan misterius 1982-1985, Talang Sari di Lampung 
1989,  penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa 
 Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.


      


Lihat juga:


      

  
<https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171008182018-12-246974/tren-hukuman-mati-meningkat-di-bawah-pemerintahan-jokowi/>
 Tren Hukuman Mati Meningkat di Bawah Pemerintahan        Jokowi

(ugo)

     

                

               



Kirim email ke