Kemenangan Suharto yalah membunuh Tiga Juta Warganegara R.I. yang tidak 
bersenjata apapun, heibat bukan?
--------------------------------------------
Pada Rab, 13/3/19, Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45] 
<GELORA45@yahoogroups.com> menulis:

 Judul: [GELORA45] Re: [nasional-list] Soeharto, Jenderal Bintang Lima tapi Tak 
Pernah Menang Perang
 Kepada: "Yahoo! Inc." <nasional-l...@yahoogroups.com>
 Cc: "Gelora 45" <GELORA45@yahoogroups.com>, "Sahala Silalahi" 
<silalahi2...@yahoo.de>, "Yahoogroups" <temu_er...@yahoogroups.com>
 Tanggal: Rabu, 13 Maret, 2019, 1:20 AM
 
 
  
 
 
 
   
 
 
     
       
       
       
 Saya
 pernah baca bahwa pada zaman pendudukan tentara Soeharto
 mendapat pangkat kapten pada tentara yang disebut Heiho
 (pembantu tentara Jepang) yang kemudian ditingkan menjadi
 Peta (Pembela Tanah Air), maksudnya untuk mencegah invasi
 militer.
 Mengenai
 pasukan RPKAD yang diterjunkan dari pesawat Hercules di
 Irian Barat di tangkap oleh tentara Belanda. Mungkin masih
 ada di internet. 
 On Tue, Mar 12,
 2019 at 8:53 PM 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail..nl
 [nasional-list] <nasional-l...@yahoogroups.com>
 wrote:
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  
 
  
 
 
 
   
 
 
     
       
       
       
   
   
     
 
     
     
https://tirto.id/soeharto-jenderal-bintang-lima-tapi-tak-pernah-menang-perang-divN
 
     
     
                                                                                
                          
         Jenderal Bintang Lima
                              
         Soeharto, Jenderal Bintang Lima tapi 
 
       
                                       
         Tak Pernah Menang Perang
     
     
     
       
         
           
             
               
               
               
               
                 
                   
                 
               
             
           
         
       
       
         
           
             Jenderal
                 Besar daripada Soeharto. tirto.id/Sabit
           
         
         
           Oleh:
               Petrik Matanasi - 12 Maret 2019
           Dibaca
               Normal 3 menit
         
         
           
             Soeharto
 dianugerahi jenderal besar bintang lima
                 pada 1997. Menurut Panglima ABRI ini terkait
 jasanya
                 memimpin operasi militer.
             tirto.id
               - Ada yang istimewa pada perayaan Hari Ulang
 Tahun (HUT)
               Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
 ke-52 pada 5
               Oktober 1997. Soeharto tampil beda dari HUT
 ABRI yang
               sudah-sudah. Dia masih inspektur upacara,
 namun di
               pundaknya tidak ada lagi empat bintang. Hari
 itu dia
               menyandang lima bintang. 
 
               
 
               Beberapa hari sebelum upacara tersebut,
 Panglima ABRI
               Jenderal Feisal Tanjung menyambangi rumah
 daripada
               Soeharto di Jalan Cendana untuk menyerahkan
 tanda pangkat
               kehormatan itu.
 
               
 
               Demi mencegah sesuatu yang tidak diinginkan,
 apalagi
               membuat orang berpikiran buruk tentang
 presiden daripada
               Republik Indonesia, Panglima ABRI menegaskan
 di hadapan
               wartawan bahwa pemberian pangkat jenderal
 besar bintang
               lima tidak terkait dengan posisi Soeharto
 sebagai Presiden
               RI merangkap Panglima Tertinggi ABRI.
 
               
 
               “Pangkat kehormatan kepada Presiden
 diberikan dengan
               pertimbangan (Presiden Soeharto) berhasil
 memimpin tiga
               operasi militer yaitu Serangan Umum 1 Maret
 (1949),
               Trikora dalam Perebutan Irian Barat (1962) dan
 menumpas
               pemberontakan G30S/PKI (1965),” jelas
 Panglima ABRI
               seperti dirilis Media Indonesia
 (2/10/1997). 
 
               
 
               Ditegaskan pula pangkat bintang lima tersebut
 tidak
               terkait dengan struktur organisasi ABRI.
 Sebab, kata
               Feisal Tanjung, “ABRI hanya memiliki
 jenderal bintang
               empat.” Salah satunya Feisal Tanjung
 sendiri. Jenderal
               bintang empat sudah dianggap cukup untuk
 memimpin ABRI.
 
               
 
               Selain Soeharto, hari itu pangkat kehormatan
 jenderal
               besar bintang lima juga diberikan kepada
 Jenderal Abdul
               Haris Nasution dan almarhum Jenderal Sudirman.
 Keduanya
               dianggap berjasa bagi ABRI, bahkan kepada
 bangsa dan
               negara Indonesia. Setelah menerima gelar
 kehormatan itu,
               tentu saja Soeharto merasa bangga.
 
               
 
               Dari
 SU 1 Maret hingga
                 Pembersihan PKI
               Soeharto kecil tampaknya tidak menyangka
 dirinya akan
               menjadi jenderal, apalagi jenderal bintang
 lima. Zaman dia
               kecil jenderal betulan bukan untuk orang
 pribumi desa
               sepertinya. Menjadi sersan dalam ketentaraan
 Hindia
               Belanda (KNIL) saja Soeharto muda yang polos
 sudah senang
               dan bangga. Dengan jadi sersan, paling tidak
 dia merasa
               terlepas dari penderitaan di dalam keluarga
 yang kadang
               tidak adil padanya. Namun karena revolusi
 kemerdekaan, di
               mana Soeharto terlibat, telah mengubah
 tatanan, maka
               Soeharto pun akhirnya jadi jenderal pada awal
 1960-an.
 
               
 
               Soeharto tentu sudah membuktikan kesetiaannya
 kepada
               Republik Indonesia yang sulit menang secara
 militer
               melawan Belanda. Seperti disebut Feisal
 Tanjung, Soeharto
               adalah pemimpin operasi Serangan Umum 1 Maret
 1949 atas
               kota Yogyakarta yang sebelumnya diduduki
 Belanda. Meski
               hanya enam jam, pendudukan oleh pasukan yang
 dipimpin
               Soeharto itu sangat berarti di mata kaum
 Republiken. 
 
               
 
               Dicatat dalam banyak buku sejarah Orde Baru,
 serangan yang
               dipimpin Soeharto membuka mata dunia bahwa TNI
 dan RI
               masih ada. Terlepas dari siapa otak dari
 serangan itu dan
               berapa mangkok soto babat yang dimakan
 Soeharto di Kuncen.
 
               
 
               Baca
 juga: Sejarah
 Serangan Umum 1
                   Maret 1949: Soeharto Jajan Soto Saat
 Perang
               
 
               Terkait Operasi Mandala Trikora Pembebasan
 Irian Barat,
               Soeharto yang baru saja jadi jenderal kala itu
 adalah
               orang yang menyusun pasukan untuk melakukan
 serangan
               besar-besaran ke Irian Barat yang diduduki
 Belanda.
               Beberapa pasukan, salah satunya pasukan Benny
 Moerdani,
               diterjunkan terlebih dahulu sebelum serangan.
 Namun
               penyerbuan besar-besaran seluruh pasukan di
 bawah komando
               Soeharto tidak pernah terlaksana karena
 Indonesia keburu
               beruntung di jalur diplomasi yang dicampuri
 Amerika
               Serikat.
 
               
 
               Meski Operasi Trikora tidak sepenuhnya
 mengeluarkan
               kekuatan dan tidak mengalahkan Belanda secara
 militer,
               bintang Soeharto kian bersinar. Di masa ini
 pula Soeharto
               dianugerahi anak laki-laki bernama Hutomo
 Mandala Putra. 
 
               
 
               Selain operasi di Irian Barat, Soeharto juga
 menjadi orang
               penting dalam sejarah pembentukan Komando
 Tjadangan
               Strategis Angkatan Darat (Kostrad) di awal
 1960-an itu.
               Soeharto adalah panglima pertamanya.
 
               
 
               Baca
 juga: Kostrad:
 Saksi
                   Kecemerlangan Soeharto dan Redupnya
 Prabowo
               
 
               Peran Soeharto yang paling sering disebut dan
 dikenang
               tentu saja pemberantasan PKI antara 1965-1966.
 Soeharto,
               sebagai orang Indonesia terkuat setelah 1
 Oktober 1965,
               memakai kekuatannya untuk menyikat pasukan
 penculik G30S
               dan setelah itu melakukan penahanan atas
 orang-orang yang
               dianggap komunis. Di masa ini Republik banjir
 darah.
 
               
 
               Setelah masa kelam itu berlalu, lahirlah apa
 yang disebut
               Orde Baru. Soeharto kemudian menjadi orang
 nomor satu di
               periode ini, tentu saja dengan dukungan ABRI.
 Di masa
               kekuasaannya musuh nomor satu daripada rezim
 Soeharto
               adalah PKI. Bahkan hingga kini komunis masih
 dianggap
               banyak orang sebagai bahaya laten. Perang
 melawan komunis
               inilah perang terbesar yang dimenangkan
 Soeharto, bukan
               melawan tentara hebat dari negara lain.
 
               
 
               
  
               
 
               
 
               Dwifungsi
 Diambil Lagi
               Selama lebih dari dua dekade jadi presiden,
 Soeharto
               membuat posisi ABRI semakin kuat. Jika di masa
 Presiden
               Sukarno ada tawaran amnesti bagi para
 pemberontak, di
               zaman Soeharto sulit ada tawaran serupa bagi
 orang yang
               dianggap pernah memberontak.
 
               
 
               Pada zaman Orde Baru Soeharto lebih banyak
 lagi membawa
               tentara ke ranah sipil. “Yang tidak dipunyai
 Jenderal
               Soeharto waktu itu adalah teori atau doktrin
 yang
               membenarkan peran dominan tentara dalam
 politik,” tulis
               Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun
 Pemerintahan
                 Otoriter Soeharto (2016: 253-255). 
 
               
 
               Kala itu Jenderal Soeharto butuh teori untuk
 melandasi
               peranan tentara sebagai pengelola negara. Maka
 pemikiran
               Nasution pun dipakainya, terutama tentang
 Dwifungsi ABRI.
               Inilah masa-masa kejayaan tentara “gaya
 baru” setelah
               Revolusi 1945 berlalu dan tokoh-tokoh Angkatan
 45 satu per
               satu pergi.
 
               
 
               Ide jenderal besar bintang lima, sepengakuan
 Salim Said
               (hlm. 252), lahir dari pemikirannya ketika
 melihat Abdul
               Haris Nasution pada 1997 dalam sebuah acara.
 Menurut Salim
               Said, Nasution dengan segala pemikiran dan
 kepemimpinannya
               di ABRI layak mendapatkan itu, meski Nasution
 bukan
               tentara jago tempur. Di mata Salim Said,
 Nasution layak
               mendapat penghargaan seperti Douglas
 MacArthur, Erwin
               Rommel, atau Vo Nguyen Giap—yang dikenal
 jago tempur. 
 
               
 
               Setelah memikirkan banyak hal, agar terwujud
 ide ini,
               menurut Salim Said, maka perlu memberikannya
 pula kepada
               Presiden Soeharto, dan tentunya pada Jenderal
 Sudirman
               juga. Sebab, Nasution, yang tampaknya sudah
 berpikir ala
               orang Jawa, risih jika dirinya mendapat
 sesuatu yang lebih
               tinggi dari Soeharto.
 
               
 
               Harian Suara Pembaruan (20/10/1993),
 seperti
               dimuat dalam buku Presiden RI ke II
 Jenderal Besar
                 H.M. Soeharto Dalam Berita: 1993 (2008:
 646-647),
               merilis artikel berjudul "Bintang Lima
 Untuk Pak Harto".
               Artikel itu melaporkan pada 1993 Soeharto
 telah
               memberi kenaikan pangkat pada purnawirawan
 seperti Soesilo
               Soedarman, T.B. Simatupang, dan Azwar Anas.
 
 
               
 
               Terkait jasa-jasa Soeharto dalam kesejahteraan
 rakyat, Suara
                 Pembaruan menyebut, ”sudah sewajarnya
 anugerah
               kenaikan pangkat menjadi jenderal bintang lima
 untuk
               dilaksanakan, sebagai tanda terimakasih bangsa
 Indonesia
               kepada pemimpin yang telah mengangkat nama
 baik bangsa dan
               negara di dunia internasional." 
 
               
 
               Ide tersebut baru terlaksana pada 1997, pada
 HUT ABRI
               ke-52 itu.
 
               
 
               Seri
 Jenderal
                   Bintang Lima:
                 Jenderal
 Besar A.H.
                       Nasution, Sang Penjaga Otonomi
 TentaraSudirman,
 Panglima
                       Besar TNI Pertama yang Gigih dan
 Teguh
               
             
             
               
                 
 
                   Baca juga artikel terkait ORDE
                       BARU atau tulisan menarik
 lainnya Petrik
                       Matanasi
 
                 
               
               
                 
 (tirto.id - Sosial
 Budaya)
                   
 
                   
 
                   
 
                   Penulis:
 Petrik Matanasi
 
                   Editor:
 Ivan Aulia Ahsan
 
                   
               
             
             
         
       
     
     Perang
 melawan komunis adalah perang
         terbesar yang dimenangkan Soeharto, bukan melawan
 tentara negara
         lain.
     
 
       
     
 
       
     
 
       
     
 
       
     
 
       
     
 
       
     
 
       
   
 
 
 
     
      
 
     
     
 
 
 
 
 
 
   
 
 
 
 
 
 
 
 
 
     
      
 
     
     
 
 
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052 --
   #yiv1064907052ygrp-mkp {
 border:1px solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px
 0;padding:0 10px;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mkp hr {
 border:1px solid #d8d8d8;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mkp #yiv1064907052hd {
 color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px
 0;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mkp #yiv1064907052ads {
 margin-bottom:10px;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mkp .yiv1064907052ad {
 padding:0 0;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mkp .yiv1064907052ad p {
 margin:0;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mkp .yiv1064907052ad a {
 color:#0000ff;text-decoration:none;}
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-sponsor
 #yiv1064907052ygrp-lc {
 font-family:Arial;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-sponsor
 #yiv1064907052ygrp-lc #yiv1064907052hd {
 margin:10px
 0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-sponsor
 #yiv1064907052ygrp-lc .yiv1064907052ad {
 margin-bottom:10px;padding:0 0;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052actions {
 font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052activity {
 
background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052activity span {
 font-weight:700;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052activity span:first-child {
 text-transform:uppercase;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052activity span a {
 color:#5085b6;text-decoration:none;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052activity span span {
 color:#ff7900;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052activity span
 .yiv1064907052underline {
 text-decoration:underline;}
 
 #yiv1064907052 .yiv1064907052attach {
 clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px
 0;width:400px;}
 
 #yiv1064907052 .yiv1064907052attach div a {
 text-decoration:none;}
 
 #yiv1064907052 .yiv1064907052attach img {
 border:none;padding-right:5px;}
 
 #yiv1064907052 .yiv1064907052attach label {
 display:block;margin-bottom:5px;}
 
 #yiv1064907052 .yiv1064907052attach label a {
 text-decoration:none;}
 
 #yiv1064907052 blockquote {
 margin:0 0 0 4px;}
 
 #yiv1064907052 .yiv1064907052bold {
 font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}
 
 #yiv1064907052 .yiv1064907052bold a {
 text-decoration:none;}
 
 #yiv1064907052 dd.yiv1064907052last p a {
 font-family:Verdana;font-weight:700;}
 
 #yiv1064907052 dd.yiv1064907052last p span {
 margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}
 
 #yiv1064907052 dd.yiv1064907052last p
 span.yiv1064907052yshortcuts {
 margin-right:0;}
 
 #yiv1064907052 div.yiv1064907052attach-table div div a {
 text-decoration:none;}
 
 #yiv1064907052 div.yiv1064907052attach-table {
 width:400px;}
 
 #yiv1064907052 div.yiv1064907052file-title a, #yiv1064907052
 div.yiv1064907052file-title a:active, #yiv1064907052
 div.yiv1064907052file-title a:hover, #yiv1064907052
 div.yiv1064907052file-title a:visited {
 text-decoration:none;}
 
 #yiv1064907052 div.yiv1064907052photo-title a,
 #yiv1064907052 div.yiv1064907052photo-title a:active,
 #yiv1064907052 div.yiv1064907052photo-title a:hover,
 #yiv1064907052 div.yiv1064907052photo-title a:visited {
 text-decoration:none;}
 
 #yiv1064907052 div#yiv1064907052ygrp-mlmsg
 #yiv1064907052ygrp-msg p a span.yiv1064907052yshortcuts {
 font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}
 
 #yiv1064907052 .yiv1064907052green {
 color:#628c2a;}
 
 #yiv1064907052 .yiv1064907052MsoNormal {
 margin:0 0 0 0;}
 
 #yiv1064907052 o {
 font-size:0;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052photos div {
 float:left;width:72px;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052photos div div {
 border:1px solid
 #666666;min-height:62px;overflow:hidden;width:62px;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052photos div label {
 
color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052reco-category {
 font-size:77%;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052reco-desc {
 font-size:77%;}
 
 #yiv1064907052 .yiv1064907052replbq {
 margin:4px;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-actbar div a:first-child {
 margin-right:2px;padding-right:5px;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mlmsg {
 font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean,
 sans-serif;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mlmsg table {
 font-size:inherit;font:100%;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mlmsg select,
 #yiv1064907052 input, #yiv1064907052 textarea {
 font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mlmsg pre, #yiv1064907052
 code {
 font:115% monospace;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mlmsg * {
 line-height:1.22em;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-mlmsg #yiv1064907052logo {
 padding-bottom:10px;}
 
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-msg p a {
 font-family:Verdana;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-msg
 p#yiv1064907052attach-count span {
 color:#1E66AE;font-weight:700;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-reco
 #yiv1064907052reco-head {
 color:#ff7900;font-weight:700;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-reco {
 margin-bottom:20px;padding:0px;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-sponsor #yiv1064907052ov
 li a {
 font-size:130%;text-decoration:none;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-sponsor #yiv1064907052ov
 li {
 font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-sponsor #yiv1064907052ov
 ul {
 margin:0;padding:0 0 0 8px;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-text {
 font-family:Georgia;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-text p {
 margin:0 0 1em 0;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-text tt {
 font-size:120%;}
 
 #yiv1064907052 #yiv1064907052ygrp-vital ul li:last-child {
 border-right:none !important;
 }
 #yiv1064907052 
 

Kirim email ke