----- Pesan yang Diteruskan ----- Dari: 'Chan CT' sa...@netvigator.com 
[nasional-list] <nasional-l...@yahoogroups.com>Kepada: GELORA_In 
<GELORA45@yahoogroups.com>Terkirim: Selasa, 3 Oktober 2017 06.34.27 GMT+2Judul: 
[nasional-list] Fw: [GELORA45] Fw: Pidato Bung Karno, 27 Oktober 1965
     

  From: 'K. Prawira' k.praw...@ymail.com [GELORA45] Sent: Tuesday, October 3, 
2017 3:50 AM   

Pidato Bung Karno, 27 Oktober 1965
by Hersri Setiawan on Wednesday, June 13, 2012 at 6:20am ·
Penerbitan Chusus 389
DEPARTEMEN PENERANGAN R.I 

Amanat Presiden Sukarno dihadapan wakil-wakil Partai Politik
di Guesthouse Istana, Djakarta, tanggal 27 Oktober 1965

Bismillah, sidang saja buka.
Saudara-saudara,
Pada saat ini kita sekalian, seluruh bangsa Indonesia, seluruh negara 
Indonesia, bahkan seluruh Revolusi Indonesia mengalami saat- saat jang amat 
kritik. Jang saja maksudkan ialah sedjak terdjadinja peristiwa 30 September. 
Saudara-saudara mengetahuinja, bahwa saja, Presiden, dihadapkan kepada tugas 
mengatasi, membereskan segala akibat-akibat daripada peristiwa 30 September itu.

Saudara-saudara telah mengetahui dan oleh karenanja tidak perlu lagi saja 
sebutkan disini segala kedjadian-kedjadian jang terdjadi diantara 30 September 
itu sampai hari sekarang. Semua Saudara-saudara telah mengikuti 
kedjadian-kedjadian itu. Dan Saudara mengetahui, bahwa sajapun ditempatkan 
kepada bermatjam-matjam desakan. Desakan, desakan dari beberapa golongan, 
desakan daripada sebagian daripada Rakjat, djuga desakan-desakan daripada 
tugas-kewadjiban saja sebagai putjuk daripada negara. Desakan-desakan itu 
saudara semuanja sudah mengetahui, karenanjapun saja tidak akan sebutkan kepada 
Saudara-saudara desakan apa.

Saudara-saudara semuanja telah mengetahui sikap saja, bahkan mengetahui 
komando-komando jang telah saja perintahkan sedjak terdjadinja 30 September 
itu, jang pada pokoknja ialah bahwa Insja Allah saja akan mengambil 
tindakan-tindakan untuk mengatasi segala akibat-akibat daripada kedjadian 30 
September itu. Baik, tindakan-tindakan dilapangan hukum, maupun 
tindakan-tindakan jang mengenai penjelesaian daripada segala sesuatu jang 
bersangkutan dengan 30 September. Pokok-pokok inti komando saja jang pertama 
ialah bahwa saja menghendaki ketenangan. Dan didalam suasana ketenangan itulah 
saja dapat kemudian mendjalankan tugas saja sebagai hakim tertinggi dan sebagai 
penjelamat negara dan Revolusi. Komando saja untuk ditjiptakan selekas mungkin 
ketenangan kadang-kadang kurang diperhatikan orang, sehingga ketenangan jang 
saja kehendaki itu sampai pada saat sekarang ini belum terlaksana.

Sudah saja katakan pada umum, bahwa saja tidak membenarkan kedjadian 30 
September itu dan bahwa saja akan menghukum siapapun jang pembuat daripada 
kedjadian 30 September itu. Tetapi agar supaja saja bisa bertindak tepat maka 
saja komandokan ketenangan. Didalam ketenangan itu akan saja kumpulkan semua 
fakta-fakata mengenai 30 September itu, agar supaja nanti saja bisa bertindak 
sebagai hakim tertinggi dan agar supaja saja bisa mengadakan penjelesaian 
daripada peristiwa ini. Jang saja maksudkan ialah penjelesaian politik, oleh 
karena menurut kejakinan saja kedjadian 30 September bukan sekedar kedjadian 30 
September, tetapi adalah suatu kedjadian politik didalam Revolusi kita.
Saja mendapat kesan, bahwa sebagian daripada bangsa kita dalam amarahnja 
terhadap kepada orang-orang jang mendjalankan 30 September itu melupakan 
keselamatan negara kita dan keselamatan Revolusi kita. Terlalu sebagian 
daripada bangsa kita itu alam fikirannja, perasaan-perasaannja, dikonsentrirkan 
hanja kepada kedjadian 30 September tok. Dan djikalau kita berbuat, berpikir, 
bersikap demikian, kita kadang-kadang melupakan keselamatan negara dan 
keselamatan Revolusi.

Saja mendapat kesan, bahwa sebagian daripada bangsa kita ini bersikap sebagai 
berikut: Kita ini mempunjai rumah, didalam rumah kita itu kita mempunjai kuweh 
besar, katakanlah kuweh spekkoek atau kuweh talam. Kuweh spekkoek atau kuweh 
talam atau kuweh getuk. Kuweh ini pada satu saat digrogoti atau dimakan oleh 
tikus, oleh segerombolan tikus. Kemudian kita sudah barang tentu marah kepada 
tikus ini, dan kita mau sedikitnja menangkap tikus ini, kalau bisa malahan 
membunuh tikus ini. Tetapi dalam usaha kita untuk menangkap tikus ini atau 
membunuh tikus ini kita berbuat satu kesalahan besar. Jaitu ada 
golongan-golongan jang mau membakar rumah ini sama sekali. Mau menangkap tikus 
atau mau membunuh tikus, seluruh rumahnja dibakar. Nah ini sudah njata satu 
sikap jang salah sekali. Kita dalam hendak menangkap tikus itu harus tetap 
menjelamatkan rumah, djangan kita merusak rumah, djangan kita membakar rumah 
ini.
Inilah tamsil jang saja pakai untuk menggambarkan suasana dan 
kedjadian-kedjadian dikalangan rakjat jang Saudara-saudara pimpin sesudah 30 
September itu.

Oleh karena itu maka saja kumpulkan Saudara-saudara pada hari ini ... Marilah 
kita bersama-sama menjelamatkan rumah ini! Marilah kita djangan membakar-bakar 
rumah kita ini! Wadjarnja, marilah kita bersama-sama menjelamatkan negara kita 
ini! dan marilah kita bersama-sama menjelamatkan Revolusi kita ini! Djangan 
kita dalam kita hendak menangkap tikus itu membakar negara sendiri dan 
menjelewengkan Revolusi kita sendiri. Itulah keprihatinan saja diwaktu-waktu 
jang belakangan ini.
Dikalangan rakjat banjak sekali orang-orang jang hanja memikirkan tikus sadja.. 
Memikirkan hendak menangkap tikus itu sadja, tetapi tidak memperhatikan 
keselamatan rumah kita, negara kita, Revolusi kita. Tadinja -- dan bukan sadja 
tadinja, tetapi sampai sekarangpun dan Insja Allah seterusnja -- maka saja 
sendiri baik sebagai politikus, maupun sebagai Panglima Tertinggi, maupun 
sebagai Pemimpin Besar Revolusi, saja lebih mengutamakan jang ini: Negara dan 
Revolusi.

Kedjadian 30 September itu adalah satu kedjadian jang salah sekali dan harus 
dikoreksi. Tetapi kedjadian itu "is er al geweest". "Is er al geweest" artinja 
sudah terdjadi dan kita sekarang harus bertindak agar supaja negara kita dan 
Revolusi kita tetap selamat dalam kita mendjalankan tindakan pula untuk 
menghukum kedjadian jang "is al geweest" itu tadi, malahan bagi saja, untuk 
dapat menghukum kedjadian "is al geweest" itu sebagai satu orang jang 
bidjaksana, demikianlah streven saja. Saja akan dipersalahkan oleh Tuhan dan 
sedjarah, djikalau saja tidak bidjaksana.
Tadi misalnja saja didatangi oleh utusan-utusan dari Nahdatul Ulama dan dari 
Muhammadijah, jang saja mengutjap terima-kasih kepada mereka, bahwa mereka itu 
memperingatkan kepada saja akan firman Tuhan. Firman Tuhan jang berbunji: 
tiap-tiap kita ini adalah pemimpin. ada jang pemimpin negara, ada jang pemimpin 
famili, ada jang pemimpin sekolah, ada jang pemimpin kebun, ada jang pemimpin 
ini, ada jang pemimpin itu. Djadi tiap-tiap kita ini adalah pemimpin dan 
tiap-tiap kita ini nanti diachirat akan dilandrad oleh Tuhan tentang 
kepemimpinan kita. Saja akan dilandrad tentang kepemimpinan saja. Ali akan 
dilandrad tentang kepemimpinannja. Chaerul akan dilandrad tentang kepemimpinan 
Chaerul. Suharto akan dilandrad tentang kepemimpinannja. Kita semuanja akan 
dilandrad tentang kepemimpinan kita.

Oleh karena itu, jang memang itulah pendirian saja sedjak sebelum saja tadi 
diperingatkan oleh Nahdatul Ulama dan Muhammadiajah, saja selalu berhati-hati. 
Saja selalu mau bidjaksana. Saja tidak mau gegabah. Karena itu saja minta 
ketenangan. Dan didalam ketenangan itu saja akan selidiki dan peladjari 
sedalam-dalamnja segala fakta-fakta jang bersangkutan dengan 30 September ini. 
Fakta-fakta sebelumnja, fakta-fakta pada 30 September sendiri dan mengenai 30 
September sendiri, fakta-fakta sesudahnja. Itu jang saja namakan proloog 
daripada 30 September, kemudian fakta 30 September itu sendiri, kemudian naloog 
atau epiloog daripada 30 September itu. Proloognja, het feit op zich zelfnja, 
dan naloog atau epoloognja daripada 30 September itu. Dan itu sedang saja 
selidiki, sedang saja peladjari. Dan saja hanja mungkin mendapat fakta-fakta 
dalam penjelidikan itu setjermat-thermatmja, djikalau keadaan tenang dan 
djikalau kita tidak membuat keadaan itu tidak tenang dengan tjara 
membakar-bakar sentimen, membakar-bakar emosi.

Saja sebagai Pemimpin Besar Revolusi, terutama sekali sebagai Pemimpin Besar 
revolusi, amat sedih dengan terdjadinja 30 September ini, sebab het feit 30 
September op zich zelf adalah satu kedjadian, adalah satu perbuatan, adalah 
satu hal jang amat merugikan kepada Revolusi. Ketambahan pula didalam melihat 
epiloog, naloog daripada kedjadian 30 September ini, saja tambah sedih lagi.
Het feit 30 September op zich zelf sudah membuat saja sedih naloog atau epiloog 
daripada 30 September ini membuat saja lebih sedih lagi. Sebab apa ? Sebabnja 
ialah, bahwa ada golongan-golongan dikalangan Rakjat kita ini jang hanja 
memikirkan si tikus itu tadi, hendak menumpas sitikus itu tadi dan melupakan 
keselamatan negara dan Revolusi. Terutama sekali mengenai Revolusi kita. Dengan 
sedih saja melihat, bahwa Revolusi kita jang telah beberapa kali saja katakan, 
bahwa Revolusi kita adalah Revolusi kiri. Kiri karena apa ? Pantjasila op zich 
zelf is al kiri ! Apalagi djikalau kita memperhatikan Sila kelima daripada 
Pantjasila: Keadilan Sosial. Maka dengan tegas dan djelas saja katakan, bahwa 
Revolusi kita adalah revolusi kiri. Tetapi saja melihat sebagai epiloog 
daripada kedjadian 30 September itu, kalau kita tidak waspada, Revolusi ini 
menggeser kekanan. Dan djikalau Revolusi kita ini menggeser kekanan, maka saja 
berkata itulah malapetaka, jang besar sebesar-besarnja, lebih besar daripada 
kedjadian 30 September sendiri.

Karena itu saja memanggil Saudara-saudara, pemimpin-pemimpin daripada Rakjat 
Indonesia ini. Mari kita bersama-sama menjelamatkan kita-punja negara! Mari 
kita bersama-sama menjelamatkan Revolusi kita ! Mari kita bersama-sama mendjaga 
djangan Revolusi kita ini menggeser kekanan. Mari kita bersama-sama menetapkan 
Revolusi kita itu Revolusi kiri. Didalam pidato saja kepada Pantja Tunggal 
seluruh Indonesia jang saja kumpulkan di Istana Negara beberapa hari jang lalu, 
saja telah djelaskan, bahwa sebagaimana biasa, sebagaimana biasa, bukan hanja 
di Indonesia, tetapi seluruh dunia, sesuatu kedjadian jang hebat membangunkan 
sentimenten, sentimenten pro, sentimenten tegen. Manusia adalah machluk jang 
mempunjai sentimen. Karena itu dimanapun, didjaman apapun, tiap-tiap kedjadian 
hebat disesuatu masjarakat membangunkan dimasjarakat itu sentimenten jang 
meluap-luap, sentimenten pro, sentimenten tegen. Dan djuga, Saudara-saudara, 
saja katakan didalam pidato saja terhadap Pantja Tunggal itu jang masing-masing 
Saudara mendapat bukunja, risalahnja, selalu orang, ada orang, ada golongan 
jang menunggangi kedjadian itu. Menunggangi untuk kepentingan pribadi, 
menunggangi untuk kepentingan golongan, menunggangi untuk kepentingan ideologi 
misalnja, Saudara-saudara, dan ini adalah satu hal jang normal. Bahkan boleh 
saja katakan satu hal jang baik, bahwa sekarang ini boleh dikatakan tiap-tiap 
orang memveroordeel 30 September itu. Tapi tjelakanja ialah bahwa veroordelen 
30 September ini sering dipertunggangkan kepada kepentingan diri sendiri atau 
kepentingan golongannja atau kepentingan ideologi.

Tjontoh jang saja sebutkan didalam pidato saja pada Panja Tunggal itu, bahwa 
orang menunggangi kedjadian ini untuk kepentingan diri sendiri, saja mengenal 
satu perusahaan besar, jang oleh karena perusahaan itu adalah perusahaan 
negara, maka Presiden Direkturnja ditetapkan atau diangkat oleh Pemerintah. 
Didalam perusahaan itu jang Presiden Direkturnja sudah ditetapkan atau diangkat 
oleh Pemerintah, ada orang lain jang sebenarnja dia ingin sekali mendjadi 
Presiden Direktur daripada perusahaan itu. Banjak terdjadi. Zo'n abnormaal 
geval is het niet. Tetapi begitu 30 September terdjadi, begitu tiap-tiap orang 
mengatakan, 30 September adalah perbuatan jang djahat, begitu keluar dengan 
pernjataan-pernjataan, seorang jang ingin mendjadi Presiden Direktur ini terus 
sadja melantjarkan tuduhan kepada Presiden Direktur jang sudah ada ini, bahwa 
dia tersangkut, bahwa dia dus harus dienjahkan sedikitnja, atau kalau bisa ja 
didjebloskan dalam pendjara. Ini adalah satu geval jang saja sendiri harus 
membereskan. Saja tahu, ini sebagai satu tjontoh bagi Saudara-saudara, 
penunggangan kedjadian 30 September untuk persoonlijk gewin atau persoonlijk 
belang.
Bahkan saja tahu satu kedjadian jang lebih lutju lagi, djuga satu perusahaan. 
Disitu ada dua orang jang bertentangan satu sama-lain. Pertentangannja itu apa? 
Si A dan si B ini bertentangan satu sama-lain didalam pimpinan daripada 
perusahaan ini oleh karena patjar si A ini is overgelopen naar B. Djadi A dan B 
sebetulnja rebutan awewek. Begitu 30 September ini terdjadi, si A jang 
kehilangan patjar itu mengadakan mengadakan pengaduan bahwa si B tersangkut 30 
September. Satu tjontoh penunggangan lagi.

Apalagi didalam kalangan golongan-golongan atau didalam kalangan politik. Wat 
is politiek? Politiek is een ideeënstrijd. Nah, didalam ideeënstrijd ini saja 
melihat gedjala-gedjala bahwa orang -- untuk memenangkan ideenja -- menunggangi 
kedjadian 30 September, dengan akibat jang amat merugikan pada negara ini. 
Karena itu saja selalu dari mulanja selalu berkata, djanganlah kita 
membakar-bakar sentimen, djanganlah kita membakar-bakar emoties. Saja minta 
ketenangan, ketenangan, ketenangan, ketenangan dan didalam ketenangan itu saja 
kumpulkan semua fakta-fakta, proloog, het feit op zich zelf, epiloog, dan Insja 
Allah sesudah daripada itu saja bisa mengadakan pendjelasan politik.

Dan sekarang saja mengundang Saudara-saudara, Pemimpin-pemimpin dari 
partai-partai, untuk membantu saja didalam hal ini, sebab Saudara-saudara 
bertanggung-djawab kepada partai-partai Saudara- saudara, 'tetapi lebih 
daripada itu' Saudara-saudara bertanggung-djawab kepada keselamatan Negara dan 
keselamatan Revolusi. Negara kita harus tetap tegak-kuat, terutama sekali 
manakala kita sekarang ini berhadap-hadapan dengan nekolim, terutama sekali 
manakala kita sekarang ini sedang mendjalankan konfrontasi, jang konfrontasi 
itu betul-betul adalah satu vivere pericoloso. Kita harus djaga djangan negara 
ini mendjadi retak atau mendjadi lemah atau mendjadi kurang kuat. Dan kekuatan 
negara mutlak tergantung daripada kesatuan antara kita dengan kita.
Untuk itulah, Saudara-saudara, agar supaja negara kita ini kuat dan agar supaja 
Revolusi ini berdjalan lantjar, saja sedjak tahun '26 telah lanceren idee 
Nasakom. Tatkala saja masih pemuda, umur 25 tahun, saja telah menulis 
artikelenreeks saja jang sekarang termasjur, tertjetak dalam kitab "Dibawah 
Bendera Revolusi", jang pokoknja adalah Nasakom. Tetapi, Saudara-saudara, 
sebagai epiloog daripda kedjadian 30 September ini saja melihat bahwa Nasakom 
itu terantjam bahaja. Tetapi sjukur Alhamdulillah, sesudah saja memberi 
penerangan, bahaja petjahnja Nasakom ini sudah berkurang, jaitu tatkala saja 
memberi penerangan bahwa Nas itu tidak berarti Ali Sastroamidjojo atau P.N.I, 
atau Asmarahadi atau Partindo, A itu tidak berarti Idham Chalid atau Nahdatul 
Ulama, atau Frans Seda atau Partai Katolik, atau Badawi atau Muhammadijah, atau 
Jo Leimena atau Parkindo, dan bahwa Kom itu tidak berarti Aidit atau P.K.I.. 
Nas dan A dan Kom, ketiga-tiganja adalah roman-muka realitas daripada Revolusi 
kita ini.

Revolusi kita jang kita namakan revolusi pantjamuka -- revolusi nasional, 
revolusi politik, revolusi ekonomi, revolusi sosial, revolusi kultur, bahkan 
revolusi pembangunan manusia baru Indonesia -- Revolusi ini tidak bisa lain 
daripada beroman-muka Nas dan A dan Kom. Revolusi nasional tidak bisa berdjalan 
dan tidak bisa ada sebagai revolusi nasional tanpa rasa-rasa nasionalisme. 
Revolusi kultur dalam arti bukan sadja kultur jang berkepribadian, tetapi dalam 
arti keigamaan, sebab igama adalah sebagian daripada kultur, tak mungkin ada 
djikalau tidak ada A. Ikut sertanja A didalam Revolusi kita itu adalah satu 
realitas dan satu Notwendigheid, oleh karena Revolusi kita menghendaki kultur 
baru, kultur dalam arti jang seluas-luasnja, jaitu mengenai agama djuga.
Demikian pula Revolusi kita ini, sebagai hasil kebangkitan daripada rakjat jang 
tertindas perutnja, rakjat jang tertindas kehidupan materiil sehari-harinja, 
tidak bisa lain daripada satu revolusi jang mempunjai socialistische 
aspiraties. Revolusi kita bukan satu revolusi burgerlijk, tidak , Revolusi kita 
adalah revolusi rakjat jang perutnja tertindas, revolusi rakjat jang 
materiilnja tertindas. Dan rakjat jang perutnja tertindas, materiilnja 
tertindas, tidak bisa lain daripada mempunjai, berangan-angan sosialisme. Ingin 
perutnja penuh, ingin materieele verhoudingennja lajak. Dus Kom atau Marxisme 
atau Sosialisme adalah satu unsur roman-muka-riil daripada Revolusi kita ini.

Oleh karena itu, als geheel genomen, saja berkata, Revolusi kita ini adalah 
revolusi kiri. Tetapi dengan sedih saja melihat, sekarang ini ada 
gedjala-gedjala penggeseran Revolusi kita ini kearah kanan dan sebagai 
kukatakan tadi, djikalau penggeseran ini berlangsung terus, itu adalah satu 
malapetaka jang terbesar, bagi bangsa Indonesia.
Saudara-saudara sebagai pemimpin daripada Rakjat Indonesia, pemimpin dari 
partai-partai Indonesia, saja undang Saudara-saudara untuk mendjaga djangan 
Revolusi kita ini verrechtst atau verrechtsen, djangan revolusi kita ini 
mendjadi satu revolusi jang tidak mentjerminkan Amanat Penderitaan Rakjat.
Nou, sesudah saja memberi keterangan ini, Saudara-saudara, sedjak beberapa hari 
jang lalu saja melihat, nou beginnen de meesten het een beetje te snappen. 
Ketenangan sudah mulai, mulai terdjadi, tetapi belum seluruhnja, malahan 
dibeberapa aspek menjala-njala kekatjauan.

Tjoba, Saudara-saudara, apa kata Saudara-saudara tentang kedjadian-kedjadian di 
Djawa Timur, di Djawa tengah, mengenai pembakaran-pembakaran? Misalnja -- saja 
bilang misalnja oleh karena tidak hanja mereka jang kena -- misalnja 
orang-orang Tionghoa. Entah siapa jang dari Djawa Timur. Saja dapat laporan, 
misalnja dari Surabaja sampai ke Banjuwangi -- dat is me nog al een afstand, 
saudara-saudara -- dibeberapa tempat terdjadi rasialisme, malah agak setjara 
overdreven Panglima Safiudin dari bali berkata: Pak, antara Surabaja dan 
Banjuwangi dimana-mana plat gebrand. Saja tadi berkata, ini rupanja ja sedikit 
overdreven, tetapi sedikitnja benar bahwa antara Banjuwangi dan Surabaja itu 
dibeberapa tempat, dibanjak tempat terdjadi rasialisme.
Apa jang Saudara katakan, tentang kedjadian di Sala? Siapa dari Sala, saja 
tidak tahu. Djendral Harto sendiri, Achmadi, Muljono Herlambang. Kalau Achmadi 
itu sudah mendjadi orang Tjibulan..... Tjoba di Sala, Saudara-saudara, apa jang 
terdjadi beberapa hari jang lalu? Verschrikkelijk, rasialisme berkobar-kobar 
disana dan apa jang dinamakan wraak op muizen, verschrikkelijk.

Nah, karena itu saja minta kepada Saudara-saudara, apa jang saja katakan kepada 
Menteri-menteri, dan kepada semua Pantja Tunggal, saja ulangi padamu: 
Pemimpin-pemimpin partai, verlies je kop niet, verlies je kluts niet, tetaplah 
djaga keselamatan negara dan keselamatan Revolusi! Segala usaha daripada 
nekolim dan C.I.A. harus kita awasi, Saudara-saudara, sebab nekolim dan C.I.A. 
is daarom nekolim en C.I.A. Artinja, kalau mereka tidak berusaha untuk 
menghantjurkan kita, merugikan kita, memetjahkan kita, bukan nekolim, bukan 
C.I.A. Awas, Saudara-saudara, awas, djangan kitapun ditunggangi oleh nekolim 
atau C.I.A. ini. Dan saja berkata kepada Saudara-saudara, mereka itu begitu 
lihaynja sehingga kalau umpamanja, kita ini ditunggangi, dat wij niet eens 
voelen, bahwa kita ini ditunggangi. Tjara menungganginja itu bukan main 
lihaynja. Saudara-saudara, mereka mempunjai pengalaman puluhan tahun tentang 
hal ini. Sedikitnja kalau kita tidak sedar ditunggangi, kita ini er fijn 
ingelopen. Nah itu, perkataan je bent er in gelopen.

Nah ini kita mesti djaga, djangan kita er in lopen, djangan kita ditunggangi. 
Paling berbahaja itu, kita ditunggangi tanpa kta merasa dan mengetahui bahwa 
kita ditunggangi. Batja kitab-kitab jang membeberkan segala rahasia nekolim, 
batja "The Invisible Government", batja "C.I.A." tulisan Andrew Tulley, batja 
"The Ambassador" tulisan Maurice West. O, disitu kelihatan betul kelihayan 
mereka itu. Dan kita sebagai pemimpin Rakjat, Saudara-saudara, kita harus 
hati-hati dan waspada sekali. Sekarang Bandrio ini misalnja, o God, o God, o 
God, dia sekarang sudahlah, dikatakan ini dikatakan itu oleh nekolim. Saja bisa 
kata ini, oleh karena saja bergaul, bertemu dengan ambassador-ambassador di 
Djakarta ini. Tidak sedikit ambassador datang kepada saja, apakah benar 
Presiden, is it true that you are going to dismiss Subandrio? Bahwa Tuan akan 
melepas Subandrio? Malahan ada jang berkata, Roeslan; that you are going to 
dismiss and make Roeslan Abdulgani Foreign Minister? Apa sebab? Oleh karena 
nekolim memang sering mendapat tentangan dari dia, boleh dikatakan djarang ada 
Menteri Luar negeri didunia ini lho jang begitu gigih menentang nekolim, 
sebagai kita-punja Menteri Luar negeri Subandrio. Nah, sudah barang tentu, 
nekolim wenst hem er uit, nekolim mengatakan segala sesuatu jang tidak baik 
tentang Subandrio.

Pendek kata, Saudara-saudara, saja minta kepada Sudara-saudara, marilah kita 
semuanja merasa bertanggung-djawab kepada negara dan kepada Revolusi. Saja 
telah berkata, saja minta ketenangan, saja kumpulkan semua fakta-fakta proloog, 
het feit op zich zelf, epiloog atau naloog, dan Insja Allah, djikalau Tuhan 
memberi kepada saja, saja adakan nanti tindakan berdasarkan atas penjelidikan 
jang objectif dan njata ini.

Saja harap, Saudara-saudara semuanjapun berdiri tegak dibelakang saja. Apa 
sebab? Saudara-saudara sendiri menulis didalam pernjataan Saudara-saudara, 
berdiri tegak dibelakang Pemimpin Besar Revolusi, setia kepada Pemimpin Besar 
Revolusi. Wel, saja sekarang nagih kepada Saudara-saudara, kalau 
Saudara-saudara benar-benar berdiri dibelakang saja ta’at kepada saja, setia 
kapada saja, djalankan perintah saja. Bukan sadja itu, djangan djegal perintah 
saja. Sebab saja Pantja Tunggal seluruh Indonesia djuga sudah berkata dengan 
tegas, kadang-kadang saja ini mendapat indruk, kesan, ja orang berkata: Bung 
Karno, Bung Karno, setia kepada Bung Karno, berdiri dibelakang Bung Karno, 
tetapi perintah Bung Karno, komando Bung Karno dikentuti, kataku. Ja, perkataan 
kentut itu sampai-sampai Presiden mau tjoret daripada buku ini.

Saja minta Saudara-saudara betul-betul berdiri dibelakang saja, oleh karena 
Saudara-saudara mengangkat saja sebagai Pemimpin Besar revolusi, oleh karena 
Saudaralah jang mengangkat saja via M.P.R.S. mendjadi Presiden seumur hidup, 
oleh karena Saudara-saudarapun menjatakan recently ini berdiri dibelakang Bang 
Karno, setia kepada Bung Karno, saja nagih sekarang. Djalankan komando saja, 
bantulah saja, djangan djegal kepada saja. Semua komando saja, djalankan!


Saudara-saudara, dan sebagai kalimat terachir daripada uraian saja ini nanti, 
jang nanti akan saja minta ditambah oleh anggota Presidium, saja ulangi, 
sajapun selalu takut kepada hari kemudian, sajapun selalu in me zelf prenten: 
Sukarno, engkau adalah pemimpin, sebagaimana semua orang pemimpin, nanti dihari 
kemudian engkau akan dilandrad tentang kepemimpinannmu. Tentang hal itu, 
Saudara-saudara, bolehlah Saudara-saudara jakin, saja tidak gegabah, saja 
betul-betul takut kepada laatste oordeel itu nanti, takut kepada landrad jang 
akan didjalankan atas diri saja di hari achirat.

---0---
MARILAH KITA BERSAMA-SAMA MENJELAMATKAN REVOLUSI KITA !

    

Kirim email ke