----- Pesan yang Diteruskan ----- Dari: 'Chan CT' sa...@netvigator.com 
[nasional-list] <nasional-l...@yahoogroups.com>Kepada: GELORA_In 
<GELORA45@yahoogroups.com>Terkirim: Selasa, 14 November 2017 00.27.57 
GMT+1Judul: [nasional-list] Fw: [GELORA45] Ketika Bung Karno Menjadi “Dukun”
     

  From: Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45] Sent: Tuesday, 
November 14, 2017 12:07 AM   

Bung Karno lantas meminta si pemerah susu menunggu. Sedangkan ia masuk bilik, 
mengambil satu potong baju dan keluar rumah lewat pintu belakang. Ia 
menggadaikan bajunya, demi mendapatkan uang tiga rupiah enampuluh sen. Jumlah 
yang dibutuhkan si pemerah susu.
...
Ketika Bung Karno Menjadi “Dukun”
 
|  
|  
|  
|  |   |

 |

 |
|  
|  |  
Ketika Bung Karno Menjadi “Dukun”
 
Sepenggal kisah, manakala Bung Karno baru saja tiba di Bengkulu, usai menjalani 
pembuangan di Pulau Bunga, Ende....
 |

 |

 |

  


Sepenggal kisah, manakala Bung Karno baru saja tiba di Bengkulu, usai menjalani 
pembuangan di Pulau Bunga, Ende. Di daerah “basis Islam” dengan alam yang 
dikelilingi pegunungan Bukit Barisan, Bung Karno awalnya tidak memiliki banyak 
sahabat. Setiap orang yang berkunjung ke kediamannya, esoknya langsung 
dipanggil kantor polisi. Dicatat, ditanya apa-apa saja yang dibicarakan, dan 
tentu saja dengan ancaman untuk tidak mendatangi Sukarno.

Satu per satu, masyarakat Bengkulu mulai ketakutan untuk berdekat-dekat dengan 
Sukarno. Namun, magnit Sukarno begitu kuat, sehingga selalu saja ada satu-dua 
orang yang nekat mengunjunginya, meski mereka tahu akibatnya. Bahkan ada salah 
seorang guru yang begitu rajin mendatangi Sukarno untuk sekadar ngobrol. Ia 
tidak pernah jera meski berkali-kali harus berurusan dengan polisi Belanda.

Lambat-laun, satu per satu, masyarakat mulai lebih berani mendekati Bung Karno. 
Terlebih ketika organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah sudah terang-terangan 
berani meminta jasa Bung Karno untuk menjadi tenaga pengajar. Pengajar agama! 
Dan dilarang bicara politik. Bung Karno girang bukan kepalang. Ia tidak harus 
bicara politik kepada para murid. Ia cukup menceritakan kisah-kisah heroik Nabi 
Besar Muhammad SAW, sambil menanamkan benih-benih nasionalisme. Benih-benih 
cinta tanah air.

Waktu terus bergulir, dan Bung Karno pun menjelma menjadi sosok yang didudukkan 
pada status “orang cerdik-pandai”. Bahkan, sejumlah warga memperlakukannya 
laksana “dukun”. Ia tidak hanya dimintai nasihat spiritual, tetapi dimintai 
juga mengobati sejumlah warga yang terserang penyakit. Satu di antaranya, ia 
kedatangan seorang gadis sambil menangis meraung-raung meminta tolong Bung 
Karno, dengan keluhan: Sudah tujuh bulan tidak bisa menstruasi!

“Apa yang dapat saya lakukan? Saya bukan dokter,” kelit Bung Karno.

“Bapak menolong semua orang. Bapak adalah juru selamat kami. Saya percaya 
kepada bapak, dan saya merasa sangat sakit. Tolonglah… tolonglah saya… 
tolooong….”

Bung Karno tidak bisa mengelak. Bung Karno juga tidak ingin seorang gadis 
mendatanginya dengan harapan sembuh, lantas harus pulang dengan kecewa. Setelah 
berkonsentrasi sejenak… Bung Karno membacakan surah pertama Alquran ditambah 
doa-doa. Esoknya, perempuan itu mens! Kabar itu pun lekas tersiar. Dan Bung 
Karno “sang dukun” makin terkenal pula.

Apa itu saja? Masih ada lagi. Kisah seorang tukang perah susu yang tengah 
dililit kesulitan uang. Untuk suatu keperluan, dia sangat membutuhkan uang. 
Celakanya, dia pun yakin, dengan mendatangi Bung Karno, persoalannya akan 
selesai. Apa yang terjadi? Memang begitu adanya. Dia datang ke Bung Karno dan 
menyampaikan keluhannya, serta memohon penyelesaian.

Bung Karno lantas meminta si pemerah susu menunggu. Sedangkan ia masuk bilik, 
mengambil satu potong baju dan keluar rumah lewat pintu belakang. Ia 
menggadaikan bajunya, demi mendapatkan uang tiga rupiah enampuluh sen. Jumlah 
yang dibutuhkan si pemerah susu. Problem pun terselesaikan…. (roso daras)
     

Reply via email to