Dari judul tulisan "Saran IDI Lockdown" saya kira Indonesia hendak lakukan "Lockdown", ... ternyata sekadar memperkenalkan bagaimana cara Tiongkok "MENUTUP Kota Wuhan" dan tentu sulit atau bahkan TIDAK MUNGKIN bisa dijalankan dinegara lain! Itulah keunggulan adanya kepemimpinan tunggal Partai Komunis Tiongkok yang berhasil mempersatukan seluruh RAKYAT mengikuti jalan Sosialisme Berkarakter Tiongkok. Dan, setelah mencapai kemakmuran tertentu dengan teknologi juga sudah sampai cukup tinggi, bisa melaksanakan lockdown total untuk mencekik mati virus Corona dalam waktu 2 bulan ini, ...

Dinegara lain, sekalipun Italy di Eropah yang tidak tergolong termaju, kewalahan menghadapi merebaknya virus Corona! Mau jalankan lockdown tidak mungkin jalan, bukan saja didemo, tapi rakyatnya masih saja berkeliaran, ngumpul makan-minum bersama, ... atas nama "demokrasi dan kebebasan" tetap tidak tunduk perintah. Sampai akhirnya kewalahan menampung dan mengurusi jenasah yang setiap hari terus bertambah lebih banyak! Tak satupun negara Eropah bersedia membantu, akhirnya Tiongkok siapkan diri datang membantu. Teentu juga kesulitan mengatasi, dengan tidak adanya disiplin tinggi setiap warga mengurung diri dirumah, ... entah bagaimana dan kapan bisa berhasil baik mengatasi!

Indonesia yang tergolong taraf hidup masyarakat masih rendah, tingkat kemiskinan cukup tinggi, tentu akan menemui kesulitan lebih besar menjalankan lockdown! Dituntut berdiam dirumah selama 2 minggu saja, bisa berteriak, mau dikasih makan apa keluarga dirumah??? Siapa bisa kasih makan? Begitu teriak tukang gojek dan kedai kaki-lima, yang biasa dalam keadaan normal kehidupan sehari-hari saja seringkali harus menderita kelaparan, pemasukan yang kurang! Sekarang setelah menjadi lebih sepi, orang dituntut berdiam dirumah, dengan penghasilan hanya 30-40% dari biasa, untuk sekali makan saja TIDAK CUKUP!!! Belum lagi masalah logistik kebutuhan sehari-hari, orang yang masih harus bekerja, tim-medis dokter dan jururawat di RS yang TIDAK BISA berdiam dirumah itu, misalnya, pulang kerja ketoko, supermarket tidak berhasil membeli kebutuhan hidupnya! Cari makan tidak ada restauran yang buka! Lalu bagaimana bisa hidup selama 2 minggu??? Pemerintah TIDAK berkemampuan mengatur, mengorganisasi itu semua dengan sebaik-baiknya, ... padahal BELUM Lockdown beneran!




-------- Forwarded Message --------
Subject:        [GELORA45] Saran IDI Lockdown
Date:   Wed, 25 Mar 2020 14:26:11 +0000 (UTC)
From: Al Faqir Ilmi alfaqiri...@yahoo.com [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>

        



*Saran IDI Lockdown*

/By. Erizeli Jely Bandaro/

Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) meminta agar pemerintah segera melakukan lockdown kalau tidak ingin penyebaran virus corona meluas. Saya tidak tahu lockdown seperti apa yang dimaksud oleh IDI. Lockdown itu sendiri artinya mengunci dengan benar benar mengunci. Apanya yang dikunci? Kalau ingin meniru negara lain, negara mana?  Apakah ingin meniru China yang lockdown Wuhan. Baik saya gambarkan secara sederhana lockdown di Wuhan.

Ketika pemerintah pusat China mengumumkan Lockdown kota Wuhan, maka seluruh kekuasaan kota di bawah Militer. Kebetulan Panglima Tertinggi pengedalian wabah nasional adalah wanita, Jenderal. ia jarang tampil depan publik dan jarang bicara tetapi tindakannya jelas dan diikuti oleh semua institusi. Semua stasiun kereta, bus dan termasuk bandara di segel oleh aparat. Artinya tidak boleh ada operasional angkutan. Semua te mpat keramaian di segel.  Setiap orang Wuhan di monitor oleh sistem IT melalaui gadget mereka. Artinya mereka harus download aplikasi yang memungkinkan pemerintah bisa mononitor aktifitas mereka setiap detik.

Sistem IT ini yang menentukan status merah, kuning dan hijau mereka. Kalau merah, langsung petugas datang membawa mereka ke RS. Engga bisa nolak. Kalau kuning pemaksaan karantina diri di ruman dan di monitor setiap detik oleh petugas secara online.  Tidak boleh keluar rumah. Setiap kawasan apartement di jaga oleh militer. Kalau hijau, dapat konpensasi keluar rumah. Aplikasi pada gadget itu jadi passport mereka  kalau diperiksa oleh petugas. Setiap hari status itu bisa berubah. Tergantung hasil monitor.

Selama lockdown itu praktis semua aktifitas bisnis berhenti. Tidak ada perusahaan dan pabrik buka kecuali tempat tertentu yang di izinkan, dan itupun SOP nya sangat ketat dibawah pengawasan aparat. Bagai mana mereka dapatkan makanan? lagi lagi melalui online. Pemerintah pastikan semua makanan harganya tidak naik. Negara melibatkan semua institusi untuk menjamin logistik dan memastikan makanan sampai di rumah setiap orang. Apakah makanan itu gratis? tidak. Tetap harus bayar melalui aplikasi online. Setiap orang China punya akun di WeChat.

Pada waktu bersamaan pemerintah dengan cepat mengalih fungsikan semua gedung milik negara yang layak untuk dijadikan RS khusus Corona. Kurang? dengan cepat pemerintah membangun RS darurat disemua provinsi yang terpapar. Ribuan dokter Paramedis Militer dilibatkan langsung ke RS darurat tersebut. Semua manajemen berjalan secara IT sistem. Sekali komando di keluarkan oleh Presiden, sistem big data dan Egoverment China bekerja,  sehingga koordinasi berlangsung cepat dan efisien. Semua real time. Tidak ada istilah terlambat dalam hitungan menit apalagi jam, atau hari. Karena mereka berhitung detik. Semua lembaga riset juga bahu membahu menemukan vaksi dan menetukan jenis obat yang tepat untuk kasus corona.

Nah bayangkan. Ketika kota Wuhan di lockdown, semua bisnis berhenti. Kehidupan sehari hari di bawah pengawasan militer. Orang dipaksa tidak keluar rumah. Ngeyel? urusannya dengan aparat. Dan semua itu tidak ada konpensasi dari negara berupa uang kepada rakyat Wuhan. Kok bisa? ya karena  Wuhan itu 90% adalah kelas menengah, yang semua orang punya tabungan untuk bertahan hidup lebih dari tiga bulan. Tapi negara memberikan stimulus kepada semua perusahaan yang terkena dampak dari adanya Lockdown kota Wuhan tu. Konon katanya mencapai $174 billion atau setara dengan Rp. 2600 triliun. Itu tidak termasuk pemangkasan suku bunga. Sehingga ketika kota wuhan unlock,  mesin ekonomi kembali berputar untuk terjadinya sustainable growth. Dan akhirnya mereka jadi pemenang.

Nah apakah lockdown itu seperti itu yang kita mau? Jelas engga ada satupun nega ra yang bisa. Secara politik, ekonomi, budaya, agama tidak mendukung untuk bisa seperti China menghadapi wabah. Jerman yang hebat saja, hanya bisa mengeluarkan aturan melarang orang berkumpul lebih dari 2 orang. Semua negara di dunia jadi keliatan kampungan kalau melihat cara china memerangi wabah. Benar benar kampungan. Saya setuju kalau kita meniru jerman saja walau dibilang kampungan.


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone <https://overview.mail.yahoo.com/?.src=iOS>

Kirim email ke