Kalau ceriteranya kodja bahari ini, saya jadi teringat sering ngobrol sama dirut nya yg dulu skrng sdh pensiun orang padang lulusan ekonomi UI. Dulu hebat koja bahari di tanjung periuk itu sudah bisa bikin kapal sendiri dgn teknologi perkapalan kita sendiri.
Terus ya meredup2 terus akhirnya seperti sekarang mati gak mau hiduppun susah. Inilah kenyataan BUMN BUMN di Indonesia. Dari dulu saya sudah sering ngomong banyak orang pinter diindonesia; dan yg lebih banyak orang pintarnya itu diswasta bukan dipemerintahan. Jadi susah catch up nya pemerintah itu krn swastanya lebih pintar. Regulasi terlambat terus krn pelaku pasar sudah maju 1000 langkah, sedangkan regulator/pemerintah belum jalan2. Seharusnya pemerintah itu membantu jalannya swasta. Kenyataannya malahan terbalik pemerintah menjadi beban buat swasta dgn begitu banyak red tape birokrasi. Baru dijaman Jokowi ini, keberanian memutus mata rantai birokrasi ini berjalan. Luar biasa cepatnya. Tetapi ada konsekwensinya loh yaitu: orang kaya semakin sedikit krn para koruptor yg tadinya hanya duduk2 dimeja makan duit skrng jadi pengangguran hehehehe. Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com> Sent: Thursday, December 12, 2019 9:58 PM To: GELORA_In <GELORA45@yahoogroups.com> Subject: [GELORA45] Eks Komut BUMN Kodja Bahari Blak-blakan Soal Kondisi Perusahaan Eks Komut BUMN Kodja Bahari Blak-blakan Soal Kondisi Perusahaan Reporter: Caesar Akbar Editor: Rahma Tri Jumat, 13 Desember 2019 08:46 WIB <https://statik.tempo.co/data/2015/04/28/id_393829/393829_620.jpg> Presiden RI, Joko Widodo bersama rombongan mengunjungi bengkel kapal usai membagikan Kartu Indonesia Sehat (KIS) kepada para pekerja di PT Dok Kodja Bahari, Cilincing, Jakarta, 28 April 2015. TEMPO/M Iqbal Ichsan TEMPO.CO, Jakarta - PT Dok Kodja Bahari menjadi salah satu Badan Usaha Milik Negara yang disoroti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pasalnya, <https://bisnis.tempo.co/read/1282901/bumn-dilarang-bagikan-suvenir-saat-rups-ini-sebabnya> BUMN bidang perkapalan itu tetap mengalami kerugian meski sudah menerima suntikan Penyertaan Modal Negara alias PMN. Kepada Tempo, bekas Komisaris Utama PT DKB, Desi Albert Mamahit buka-bukaan soal kondisi perusahaan galangan kapel pelat merah itu. Mamahit mengatakan, sebelum ia berhenti dari posisinya pada September lalu, kondisi keuangan BUMN itu memang kurang sehat. "Singkat kata, keadaannya parah dan minus," ujar dia kala berbincang dengan Tempo di Jakarta, Rabu malam, 11 Desember 2019. Menurut dia, pemasukan perusahaan cenderung sedikit dibanding seharusnya. Imbasnya, perusahaan kesulitan membayar gaji pegawainya. Pembayaran upah itu kerap dicicil, misalnya 25-50 persen saja. Terkadang, gaji satu bulan itu belum lunas hingga akhirnya masuk ke periode bulan berikutnya. Hal tersebut terjadi, kata Mamahit, lantaran perusahaan tidak punya uang. Ketiadaan duit itu adalah buntut dari pekerjaan yang tidak kunjung selesai. ADVERTISEMENT "Jadi dalam sebulan kerap hanya segitu yang diterima karyawan," tuturnya. "Coba bayangkan dengan aset yang begitu bagus, tapi kemampuan membayar gaji terbatas." Mamahit mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan operasional dan gaji karyawan setiap bulannya, BUMN ini perlu menggelontorkan duit sekitar Rp 8 miliar. Sementara, penerimaan tak sampai Rp 1 miliar. Persoalan pembayaran gaji tersebut, dinilai Mamahit, membuat etos kerja karyawan turun drastis. Kondisi tersebut, menurut Mamahit, mendorong perusahaan mengakali kondisi keuangan perusahaan demi bisa membayar gaji karyawan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan bunga perbankan dari duit Penyertaan Modal Negara alias PMN. Belum lagi, kondisi tersebut diperparah dengan tenggelamnya beberapa floating docks dalam beberapa waktu ke belakang. Sehingga, pendapatan pun berkurang signifikan. Sementara, Dana PMN total Rp 900 miliar yang diterima DKB untuk pengadaan sarana galangan dan floating dock terindikasi bermasalah sampai saat ini. "PMN itu kalau saya bilang tidak dimanfaatkan dengan benar," tutur Mamahit. Berdasarkan laporan keuangan di laman resmi DKB, pendapatan perusahaan pada periode 2010-2014 cenderung fluktuatif. Pada 2014, pendapatan tercatat sebesar Rp 558,14 miliar. Sementara, rugi bersih perusahaan mencapai Rp 175,9 miliar. Kala itu, total aset adalah Rp 1.327,27 miliar. ADVERTISEMENT Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti tujuh BUMN yang telah menerima Penyertaan Modal Negara namun kinerja keuangannya tetap merugi pada 2018. "Kerugian terjadi pada tujuh <https://bisnis.tempo.co/read/1282732/lindungi-pegawai-perempuan-bumn-erick-thohir-siapkan-aturan-baru> BUMN, yaitu PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PTKrakatau Steel," ujar Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 2 Desember 2019. Kala itu, ia mengatakan PT Dok Kodja Bahari mengalami rugi akibat beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi, yaitu 58 persen dari pendapatan.