✌🤔Sudah kadungkah aset milik negara sudah habis menjadi milik aset individu [dirampok via sda?]??? 🇮🇩 😘 Maka modal cadangan negara untuk mengatasi inflasi nihil? Di Jaman Globalisasi menyatukan "politik dan ekonomi"...?? 🤓 Maka sangsi ekonomi senjata memerangi politik hegemoni..??
Verzonden via Yahoo Mail op Android Op wo, sep. 5, 2018 om 11:33 schreef 'arif.hars...@t-online.de' arif.hars...@t-online.de [temu_eropa]<temu_er...@yahoogroups.com>: Pandangan Jeffrey Winters, seorang Indosesianist terkemuka berkebangsaan AS, yang diutarakan bung Nesare, dengan jelas mengutarakan fakta sejarah tentang intervensi AS terhadap pemerintahan Bung Karno, karena kebijakan pemerintahan Bung Karno waktu itu yg ditujukan untuk menegakkan kedaulatan politik dan ekonomi nasional RI, dinilai membahayakan kepentingan imperialist AS yg bermaksud menguasai sumber bahan mentah melimpah di Indonesia. Sampai sekarang watak agresiv imperialist AS pada dasarnya tidak banyak berubah, walau dominasi AS dalam percaturan masalah internasional semakin mengalami keruntuhannya dan posisi AS semakin terpencil. Sehubungan dg hal ini, menarik untuk mencermati wawancara Noam Chomsky di euronews.com berikut ini : THE GLOBAL CONVERSATION Chomsky says US is world's biggest terrorist ADDRESS: By Euronews • last updated: 17/04/2015 Selengkapnya copas : http://www.euronews.com/2015/04/17/chomsky-says-us-is-world-s-biggest-terrorist A.H. ---------------------------- -----Original-Nachricht----- Betreff: RE: [GELORA45] Sri Mulyani: Rp14 Ribu Datum: 2018-09-03T19:23:43+0200 Von: "'nesare' nesa...@yahoo.com [GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> An: "GELORA45@yahoogroups.com" <GELORA45@yahoogroups.com> Pertama naik turun suatu mata uang itu tergantung dari negaranya. Untuk kasus Venezuela saya yakin itu intervensi asing terutama USA yang takut dengan gebrakan Maduro yang sama2 dengan Chavez adalah politikus dari partai sosialis Venezuela. Duit yang beredar/outstanding money terutama di perbatasan Venezuela dan Columbia berkurang alias hilang. Disinyalir duitnya diborong habis oleh pihak tidak dikenal. Ini mengakibatkan hiperinflasi, lalu maduro mengeluarkan petro yaitu cryptocurrency kayak bitcoin awal tahun ini. Ini bikin trump ngamuk tambah berat sangsi dan mengharamkan petro. Turki masalahnya lain. Begitu juga jaman Orla bung Karno kena hiperinflasi parah karena ada yang mengganggu. RI jaman Orla/bung Karno itu masalah politik. Sekarang RI beda masalahnya ekonomi, jadi harus dituntaskan berdasarkan proses ekonomi bukan politik seperti jaman Orla. Kalau pengin tahu lebih banyak ttg RI jaman Orla kenapa terjadi hiperinflasi, saya cut and paste dari tulisan saya di tionghoa net, Sun 5/6/2007 6:55 PM : Dalam kaitannya dengan elite politik saat itu (Parpol, TNI, Bung Karno), Jeffrey Winters (JW) juga berpendapat: Perekonomian jaman Orla ini tidak dapat disangkal sangat sulit. Parah sekali dari sisi ekonominya. Dari rentang waktu 1950 - 1966, pemerintah memang tidak efektif dalam mengelola sisi ekonomi ini (mengelola investasi; penciptaan lowongan pekerjaan; meningkatkan produktifitas; mengontrol inflasi) dll. Kalau kita melihat lebih jauh kenapa sektor ekonomi ini hancur luluh, mau tidak mau kita harus melihat sejarah periode itu - sejarah non ekonomis yang dapat menjelaskan lebih komprehensif/lengkap mengapa ekonomi Indonesia gagal total di jaman Bung Karno itu. Selanjutnya JW menekankan ada 2 peristiwa penting yang dapat disebut sebagi turning point (titik tolak) dalam sejarah Orla: Pemilu 1955 dan Pemilu Daerah 1957. JW melihat periode 1955 keatas penting sekali dan yang lebih penting lagi adalah periode 1957 keatas. Penjelasannya seperti yang dibawah ini: Pada Pemilu tahun 1955, PKI menang dalam perolehan suara yang cukup signifikan. Ternyata PKI sangat popular. PKI mendapat dukungan akar rumput (grass root) dan terus berkembang. PKI yang popular ini sangat mengagetkan Masyumi yang yakin akan memenangkan pemilu 1955 ini dengan mutlak. Tetapi hasilnya Masyumi tidak keluar sebagai pemenang mutlak sedangkan PKI masuk dalam 4 besar. Sebelumnya PKI tidak dapat satu kursipun di parlemen pada Pemilu sebelumnya. PKI dapat 16% pemilih dan masuk "4 besar" bersama PNI (23%), Masyumi (22%) dan NU (18%). Dalam Pemilu Daerah 1957 (ini sejarah yang berusaha dihapus selama Orba), PKI sudah jadi parpol paling besar di Jawa. Pemilih PKI di Jawa itu sudah mencapai 31%. Begitu juga pada Pemilu Daerah 1957 untuk memilih anggota DPRD. Pemilu 1957 ini PNI dan NU kehilangan dukungan yang lari ke PKI. Memang tidak semua propinsi bisa melaksanakan Pemilu Daerah karena ada pemberontakan bersenjata. Selain di Jawa, pemilu daerah hanya bisa dikerjakan di SumSel dan Kalimantan. Hasilnya PKI naik jadi partai pertama di Jawa (31% pemilih) dan suaranya naik di semua propinsi yang sempat bikin Pemilu Daerah. Hasil Pemilu Daerah 1957 itu membuat kaum elite pada waktu itu, dalam semua partai, merasa gentar. Inilah sebabnya Pemilu berikutnya yang rencananya akan dilakukan tahun 1959/1960 dibatalkan. JW setuju dan bilang semua pihak khawatir PKI menang dan menjadi Parpol nomor 1 yang dapat meraih suara diatas 50% kalau PKI dapat menguasai luar daerah (non Jawa). JW melihat kemenangan ini sangat mungkin terjadi jikalau terjadi koalisi antara PKI dan PNI Sukarno yang bersifat permanen. Ini juga yang menyebabkan timbulnya pemberontakan PRRI/Permesta yang disponsori oleh Amerika yang ketakutan dengan Bung Karno sebagai komunis. Belanda yang masih ingin menguasai Hindia Belanda (Indonesia saat itu) mempengaruhi Amerika dengan mengatakan Bung Karno adalah komunis. Lalu mayoritas para elite politik waktu itu berpaling ke Angkatan Darat yang dianggap punya kekuatan untuk membendung PKI. Itu sebabnya juga prakarsa Angkatan Darat (AD) untuk menjalankan Demokrasi Terpimpin itu pilihan yang lebih menguntungkan bagi para elite waktu itu dan karena itu banyak pendukungnya. Yang akhirnya menyebabkan para elite politik waktu itu menobatkan BK sebagai presiden seumur hidup. Memang bisa dirasakan ketakutan para elite saat itu. JW juga melihat ketakutan para elit politik ini. Dia berpendapat ketakutan elite itu atas kemenangan PKI itu juga terutama karena takut PKI bisa menang tanpa kekerasan/senjata. Jadi kalau PKI bisa menang lewat pemilu yang damai, pendapat bahwa partai komunis hanya dapat menang dengan senjata dapat dibantah. Kemenangan PKI dalam pemilu 1959/1960 yang diperkirakan itu adalah kemenangan dalam Pemilu yang damai dan demokratis. JW mengingatkan para elite biasanya sangat toleran dan suka akan kemenangan lewat jalur demokrasi Pemilu. Tetapi sayangnya banyak yang masih memanfaatkan dalam arti mengontrol jalur demokrasi ini untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Ini dirasakan oleh bangsa Indonesia pada rejim Orba yang Pemilunya selalu demokratis tapi yang menang Golkar terus. JW juga melihat perkembangan PKI sebagai kekuatan politik di Indonesia dan nasionalisasi perusahaan Belanda (yang akhirnya menjadi BUMN dan resource base untuk TNI) mengirim signal kepada dunia bisnis dan pemilik modal bahwa Indonesia adalah lokasi yang berisiko tinggi. Katanya country risk yang tinggi ini tidak mungkin diatasi dengan "solusi teknokrat". Jadi teori pasar, teori strukturisasi dan teori teori bisnis lainnya tidak dapat memecahkan masalah tersebut krn masalah struktural yang terjadi bukan hasil dari kebijaksanaan (policy) yang kurang baik. Situasi ini adalah hasil konstelasi kekuatan politik, di mana salah satu kompetitor (PKI) makin lama makin kuat karena rakyat memilih alternatif tersebut. Dengan kata lain JW mengingatkan pada saat itu kepentingan rakyat bertentangan dengan kepentingan elite lokal dan internasional. Akibatnya: investasi swasta merosot, produksi merosot, peluang penciptaan lapangan pekerjaan (job creation) merosot, dll. Dan faktor krisis ekonomi menjadi faktor tambahan dalam situasi yang sudah sangat konfliktual (Parpol saling nyari dukungan rakyat). Jadi kurang bijaksana kalau ada orang yang mau bilang bahwa faktor ekonomi adalah faktor penyebab rusaknya perekonomian Indonesia jaman Bung Karno.. JW bilang ekonomi menjadi faktor sekunder. Justru perekonomian mengalami krisis karena basis kapitalisme terancam dengan alasan private property (asset swasta) yang harus aman dalam kapitalisme menjadi tidak aman. Penjelasan lain JW tentang mengapa perekonomian jaman Orla parah adalah tidak adanya "musuh bersama" lagi setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sebelumnya semua komponen bangsa Indonesia mempunyai musuh yang namanya "Belanda". Begitu juga alasan ini dapat menjadi pelajaran buat bangsa Indonesia supaya waspada dengan "nation bonding" = "musuh bersama" ini... Seyogyanya walaupun tidak ada musuh bersama, seluruh komponen bangsa harus siap bersama sama membangun bangsanya. Diskusi dapat bergulir selanjutnya dengan membandingkan data bung Yohannes Sulaiman dan data JW. Bung Yohanes menggunakan tahun 1952 = 100 dan JW menggunakan tahun 1957 = 100 sebagai basis dalam menghitung cost of living index tahun berikutnya. Tahun yang dijadikan basis ini mempengaruhi hasil tahun selanjutnya. Saya dapat mengerti pendapat JW karena dia berpendapat 1955 keatas adalah periode yang penting dan terutama 1957 keatas sebagai "turning point" sejarah Orla dengan memberikan argumen seperti yang ditulis diatas. Ini data Yohanes Sulaiman: 1952: 100 1953: 111 1958 (Ali II) 263 1959 (Dekrit) 307 1960: 388 1961: 1,243 1962 (Maret): 1,910 Dan ini data yang dipakai oleh JW: 1957 = 100 1960 = 348 1965 = 36,000 1966 = 150,000 Salam, nesare From: GELORA45@yahoogroups.com <gelor...@yahoogroups..com> Sent: Sunday, September 2, 2018 9:22 PM To: GELORA45@yahoogroups.com Subject: RE: [GELORA45] Sri Mulyani: Rp14 Ribu Saya juga tertarik dgn. cara apa supaya Rupiah bisa menguat (kalau mata uang negara2 lain juga melemah)?? ---In GELORA45@yahoogroups.com, <nesare1@...> wrote : Ente Kutak katiknya hanya naik turunnya rupiah. Jelas sekali sasaran ente adalah Jokowi nya. Kalau ente memang mau melihat kondisi RI secara keseluruhan ya lain komentarnya. Coba gimana pendapat ente supaya rupiah bisa kuat? Lain kan kritik dan sasaran kritiknya?! Nesare From: GELORA45@yahoogroups.com <GELORA45@yahoogroups.com> Sent: Saturday, September 1, 2018 11:40 PM To: GELORA45@yahoogroups.com Subject: Re: [GELORA45] Sri Mulyani: Rp14 Ribu Sebelum kejauhan mundurnya (20 th) kita lihat saja, dengan tercucuk nuruti WB-IMF apa Sri Mulyani masih ingat omongannya 3 bulan lalu: "Rp 14 ribu /USD hingga 2019". --- sadar@... wrote: Sudah lupa dengan pengalaman menghadapi krisis memasuki tahun 1998? Bukankah karena Suharto TETAP nuruti printah AS/IMF, lalu menuruti perintah kucurkan BLBI secepatnya itu membuat ekonomi makin terpuruk sampai nyaris bankrut tidak tertolong lagi, ... dan dampaknya masih dirasakan sampai sekarang setelah lewat 20 tahun! Sunny ambon 於 2/9/2018 5:43 寫道: Kalau rezim neo-Mojopahit baik-baik dan ikut nasehat USA, maka pasti Rupiah selalu kuat seperti orang minum jamu kuat otot paha. kencang.hehehehehe #yiv3839490409 #yiv3839490409 -- #yiv3839490409ygrp-mkp {border:1px solid #d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mkp #yiv3839490409hd {color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 0;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mkp #yiv3839490409ads {margin-bottom:10px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mkp .yiv3839490409ad {padding:0 0;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mkp .yiv3839490409ad p {margin:0;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mkp .yiv3839490409ad a {color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-sponsor #yiv3839490409ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-sponsor #yiv3839490409ygrp-lc #yiv3839490409hd {margin:10px 0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-sponsor #yiv3839490409ygrp-lc .yiv3839490409ad {margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv3839490409 #yiv3839490409actions {font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv3839490409 #yiv3839490409activity {background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409activity span {font-weight:700;}#yiv3839490409 #yiv3839490409activity span:first-child {text-transform:uppercase;}#yiv3839490409 #yiv3839490409activity span a {color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv3839490409 #yiv3839490409activity span span {color:#ff7900;}#yiv3839490409 #yiv3839490409activity span .yiv3839490409underline {text-decoration:underline;}#yiv3839490409 .yiv3839490409attach {clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 0;width:400px;}#yiv3839490409 .yiv3839490409attach div a {text-decoration:none;}#yiv3839490409 .yiv3839490409attach img {border:none;padding-right:5px;}#yiv3839490409 .yiv3839490409attach label {display:block;margin-bottom:5px;}#yiv3839490409 .yiv3839490409attach label a {text-decoration:none;}#yiv3839490409 blockquote {margin:0 0 0 4px;}#yiv3839490409 .yiv3839490409bold {font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv3839490409 .yiv3839490409bold a {text-decoration:none;}#yiv3839490409 dd.yiv3839490409last p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv3839490409 dd.yiv3839490409last p span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv3839490409 dd.yiv3839490409last p span.yiv3839490409yshortcuts {margin-right:0;}#yiv3839490409 div.yiv3839490409attach-table div div a {text-decoration:none;}#yiv3839490409 div.yiv3839490409attach-table {width:400px;}#yiv3839490409 div.yiv3839490409file-title a, #yiv3839490409 div.yiv3839490409file-title a:active, #yiv3839490409 div.yiv3839490409file-title a:hover, #yiv3839490409 div.yiv3839490409file-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv3839490409 div.yiv3839490409photo-title a, #yiv3839490409 div.yiv3839490409photo-title a:active, #yiv3839490409 div.yiv3839490409photo-title a:hover, #yiv3839490409 div.yiv3839490409photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv3839490409 div#yiv3839490409ygrp-mlmsg #yiv3839490409ygrp-msg p a span.yiv3839490409yshortcuts {font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv3839490409 .yiv3839490409green {color:#628c2a;}#yiv3839490409 .yiv3839490409MsoNormal {margin:0 0 0 0;}#yiv3839490409 o {font-size:0;}#yiv3839490409 #yiv3839490409photos div {float:left;width:72px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409photos div div {border:1px solid #666666;min-height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409photos div label {color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409reco-category {font-size:77%;}#yiv3839490409 #yiv3839490409reco-desc {font-size:77%;}#yiv3839490409 .yiv3839490409replbq {margin:4px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-actbar div a:first-child {margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mlmsg {font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mlmsg select, #yiv3839490409 input, #yiv3839490409 textarea {font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mlmsg pre, #yiv3839490409 code {font:115% monospace;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mlmsg * {line-height:1.22em;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-mlmsg #yiv3839490409logo {padding-bottom:10px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-msg p a {font-family:Verdana;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-msg p#yiv3839490409attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-reco #yiv3839490409reco-head {color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-reco {margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-sponsor #yiv3839490409ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-sponsor #yiv3839490409ov li {font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-sponsor #yiv3839490409ov ul {margin:0;padding:0 0 0 8px;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-text {font-family:Georgia;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-text p {margin:0 0 1em 0;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv3839490409 #yiv3839490409ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none !important;}#yiv3839490409