Pada Selasa, 25 April 2017 3:32, "'Chan CT' sa...@netvigator.com 
[GELORA45]" <GELORA45@yahoogroups.com> menulis:
 

     SETUUJUUU, ... bung Roeslan! Nampak tulisan bung Jaya Suprana “Jangan 
Pecah Belah Bangsaku”, sebagaimana bung nyatakan dalam kesimpulan, hanyalah 
“merupakan suatu usaha untuk menutup-nutupi
adanya habaya akut, yang datang dari dalam negeri yang mengancam terjadinya 
perpecahan bangsa Indonesia” SESUNGGUHNYA! Patut direnungkan bersama, ...! 
Bagaimana tidak? Kenyataan perubahan kwalitas hal-ihwal di alam semesta ini 
terjadi akibat faktor-intern, faktor ekstern hanya berperan mempengaruhi saja 
melalui faktor intern. Sedang bung Jaya tidak menyoroti faktor-intern BANGSA 
Indonesia dalam belasan tahun terakhir ini, telah tumbuh makin marak 
pemikiran-pemikiran sumber PERPECAHAN BANGSA! Dari Jenderal Kivlan Zein yang 
menuntut penafsiran ulang motto “BHINEKA TUNGGAL IKA” , dan Pasal 1 UUD 45, 
yakni Negara berbentuk kesatuan menjadi persatuan; Pembukaan UUD 45 dan lagu 
tanah airku, yang berbunyi “tanah tumpah darahku” agar diubah menjadi "tanahku 
yang tercinta”. Sampai pada usaha dan kegiatan FPI yang kembali berusaha makin 
keras berlakukan Syariah Islam menggantikan Pancasila, ... Inilah SUMBER 
PERPECAHAN BANGSA sesungguhnya kalau TIDAK diatasi dan diselesaikan dengan 
sebaik-baiknya! Dan nampak jelas, sumber perpecahan bangsa ini makin mencuat 
tajam dan membuat suasana PILKADA DKI Jakarta menjadi PANAS dan TEGANG, ... 
dengan diangkatnya isu ayat 51 Al Maidah. Bagaimana mungkin berlakukan ayat-51 
Almaidah untuk PILKADA, bahkan PILPRES di Indonesia? Disatu pihak penafsiran 
ayat 51 itu sendiri bisa berbeda-beda, dipihak lain juga jelas ayat-51 Almaidah 
belum disahkan menjadi UU dinegara ini! Sedang PILKADA dan PILPRES adalah 
masalah POLITIK, masalah kepemimpinan pejabat NEGARA yang merupakan pemimpin 
dalam masyarakat majemuk. BUKAN Pemimpin AGAMA! Jadi perlu penekanan adanya 
Kebersamaan dari berbagai suku, Agama yang beraneka ragam! Harus bisa menerima 
gagasan Pluralisme! Bagi sesama umat Islam boleh saja menghimbau, menganjurkan 
untuk memilih sesama Muslim, tapi TIDAK MELARANG umatnya untuk memilih yang 
non-Muslim! Itu yang dikatakan Ahok jangan membodohi atau membohongi orang 
pakai ayat-51 Almaidah. Coba sekarang kita BELAJAR bagaimana ketegasan 
pemikiran Sukarno dengan gagasan pluralisme. Dalam sebuah pidato di Universitas 
Indonesia pada 1953, memberi alasan bahwa toleransi agama merupakan kunci untuk 
persatuan Indonesia, dan diskriminasi agama akan memecah-belah bangsa. Sukarno 
dengan gagasan kesetaraan bagi seluruh minoritas agama:  “Kalau kita mendirikan 
negara berdasarkan Islam, banyak daerah yang penduduknya bukan muslim, seperti 
Maluku, Bali, Flores, Timor, Kepulauan Kei, dan Sulawesi, akan memisahkan diri. 
Dan Irian Barat, yang belum menjadi bagian wilayah Indonesia, tidak ingin 
menjadi bagian Republik.”  Lebih lanjut Sukarno menyatakan:“Bukan satu, bukan 
tiga, bukan ratusan, tapi ribuan orang Kristen gugur dalam perjuangan 
mempertahankan kemerdekaan. Apa yang diinginkan dari harapan umat Kristen? 
Haruskah kita tidak menghargai pengorbanan mereka? Harapan mereka bersama-sama 
menjadi anggota dari rakyat Indonesia yang merdeka dan bersatu. Jangan pakai 
kata-kata “minoritas,” jangan sekalipun! Umat Kristen tak ingin disebut 
minoritas. Kita tidak berjuang untuk menyebutnya minoritas. Orang Kristen 
berkata: “Kami tidak berjuang untuk anak kami untuk disebut minoritas.” Apakah 
itu yang kalian inginkan? Apa yang diinginkan setiap orang adalah menjadi 
warganegara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu sama dengan saya, 
dengan ulama, dengan anak-anak muda, dengan para pejabat, setiap orang tanpa 
kecuali: setiap orang ingin menjadi warga negara Republik Indonesia, setiap 
orang, tanpa memandang minoritas atau mayoritas.” (Sukarno, “A speech at the 
University of Indonesia” di Jakarta, 7 Mei 1953, dalam Herbert Feith dan Lance 
Castles (eds), Indonesian Political Thinking 1945-1965 (Jakarta: Equinox 2007) 
hal. 168-69.) Sekarang, coba perhatikan total penduduk Indonesia sekitar 238 
juta orang, menurut sensus 2010. Negara kepulauan ini terdiri lebih dari 17.000 
pulau yang jadi rumah bagi 1000 kelompok bahasa, sebagian besar berbasis etnis. 
Sekira 88 persen mengindentifikasi diri sebagai Muslim, 9,3 persen Kristen, 1,8 
persen Hindu, 0,6 persen Buddha, dan sisanya penganut pelbagai agama lebih 
kecil. ( Penduduk Indonesia berdasarkan Agama Tahun 2010, diterbitkan 
Kementerian Agama, 
http://kemenag.go.id/file/dokumen/KEMENAGDALAMANGKAupload.pdf -- diakses 3 
Maret 2012) Sementara ada ragam mengagumkan di antara mereka yang beridentitas 
Muslim, tidaklah mengejutkan bila Islam sebagai pokok rujukan kunci dalam 
diskusi politik dan sosial di Indonesia. Hanya saja sangat disayangkan dan 
patut disesalkan, kelompok Islam garis KERAS, yang menamakan diri “Darul 
Islam”, pada 7 Agustus 1949, mengumumkan bentuk Negara Islam Indonesia, di Jawa 
Barat. Berlanjut dengan melancarkan pemberontakan menggulingkan Pemerintah RI! 
Dengan sendirinya pemberontakan DI/TII yang dilancarkan kelompok Islam radikal 
ini cukup melumpuhkan pemerintahan Indonesia, bahkan mengakibatkan tidak 
sedikit jatuh KORBAN JIWA! Tercatat pemberontakan yang terjadi di tahun 1953 — 
1958 itu, korban kedua belah-pihak, pemberontak Islam dan militer Indonesia, 
mengakibatkan kematian sekitar 11.000 orang. JANGAN LUPA PELAJARAN SEJARAH! 
Usaha KERAS menegakkan NEGARA ISLAM itulah kenyataan terjadi PERPECAHAN BNAGSA! 
Dan, sudah menelan 11 ribu KORBAN JIWA! Apakah hendak diulangi dan dilanjutkan 
dengan berbagai bentuk perjuangan radikal-kekerasan berdarah-darah lagi??? 
Salam-damai,ChanCT 
 https://groups.yahoo.com/neo/groups/GELORA45/conversations/messages/206491 
From: roeslan roesla...@googlemail.com [GELORA45] Sent: Monday, April 24, 2017 
11:01 PM   Refleksi : Pesan dari pak Jaya Suprana Jangan pecah belah bangsaku, 
dalam
menaggapi tulisan investigasi Allan Nairn, saya tanggapi sebagai pesan
pengenalan yang tidak tepat; yang dapat dikategorikan dalam gaya bahasa
Streotyping (penggunaan steriotip). Menggunakan bahasa dengan bahasa seperti
itu mencerminkan adanya kegagakan dalam mengenali perbedaan antara sebab
dalam dan sebab luar, yang menyebabkan tetjadinya persatuan atau perpecahan
bangsa Indonesia. Dalam konteks ini saya berpendapat bahwa persatuan bangsa
Indonesia adalah sepenuhnya ditentukan oleh sebab dalam, yaitu :
1. Pancasia yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945, versi Bung Karno
2. Doktrin Bineka Tunggal Ika
Atas dasar inilah maka disusunlah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).

Sebab luar adalah datang dari Neokolonialisme dan Imperialisme, dan
anek-anteknya didalam negeri, yang mencoba intuk memecah belah bangsa
Indonesia, tapi gagal total; karena bangsa Indonesia konsekuen
mempertahanman Ideolgi pancasila 1 Juniu 1945, dan kebinekaan dan NKRI
sebagai harga mati.Kenyataan ini tercermin dalam : pemberontakan PRRI/Permesta 
yang direkayasa
oleh imperialsime AS gagal total, karena bangsa Indonesias dibawah pimpinan
Bung Karno tetap besatu dalam menjunjung tinggi Kebinekaan dan Pancsila 1
Juni 1945, dan banyak contoh-contoh lain misalnya politik imperialis
``divide et impera`` alat imperialis untiuk memecah belah kekuatan kita.
tapi kita tetap survive.!!!

Sebab dalam: Yang menolak kebinekaan, yang tercermin dalam bukunya May jen
TNI (Pur) Kivlan Zein, yang berjudul `` Konflik dan Integrasi`` TNI-AD.
Yang pada halaman 142-143, disitu dinyatakan bahwa perlunya diadakan
penafsiran ulang terhadap motto ``Bineka Tunggal Ika``, dan Pasal 1 UUD 45,
yakni Negara berbentuk kesatuan menjadi persatuan; Pembukaan UUD 45 dan
lagu tanah airku, yang berbunyi ``tanah tumpah darahku´´ agar diubah menjadi
``tanahku yang tercinta``. Sungguh luar biasa sikap politik reaksioner, yang
di inginkan Mayjen TNI (Pur) Kivlan Zen ini!!!Dan belakangan ini sikap ketua 
FPI yang menistakan Pancsia 1 Juni 1945.
Meraka-mereka inilah yang secara hakiki hendak memecah belah bangsa
Indonesia, ironinya bahaya yang datang dari dalam ini dtutup-tutupi oleh
Pak Jaya Suprana. Padahal tulisan investigasi Allan Nairn, sama sekali
tidak akan ada effeknya, ini katakan oleh pak jendra Gatot Nurmantyo
< http://indeks.kompas.com/tag/gatot.nurmantyo > .Kesimpulan akhir tulisan pak 
Jaya Suprana yang mengirimkan pesan ``Jangan
pecah belah bangsaku!``, hanyalah merupakan suatu usaha untuk menutup-nutupi
adanya habaya akut, yang datang dari dalam negeri yang mengancam terjadinya
perpecahan bangsa Indonesia.

Roeslan.

Von: temu_er...@yahoogroups.com [mailto:temu_er...@yahoogroups.com] 
Gesendet: Montag, 24. April 2017 08:48
An: GELORA45@yahoogroups.com; nasional-l...@yahoogroups.com;
temu_er...@yahoogroups.com
Betreff: [temu_eropa] Jangan pecah belah bangsaku!

http://www.antaranews.com/berita/625716/jangan-pecah-belah-bangsaku?
<http://www.antaranews.com/berita/625716/jangan-pecah-belah-bangsaku?utm_sou
rce=topnews&utm_medium=home&utm_campaign=news> 
utm_source=topnews&utm_medium=home&utm_campaign=news
<http://www.antaranews.com/berita/625716/jangan-pecah-belah-bangsaku?utm_sou
rce=topnews&utm_medium=home&utm_campaign=news> 
Jangan pecah belah bangsaku!
Senin, 24 April 2017 11:39 WIB | 884 Views
Oleh Jaya Suprana *) 

Jaya Suprana (ANTARA FOTO/Teresia May)
Menarik, membaca tulisan investigasi Allan Nairn berjudul, "Trumps
Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected
President" yang apabila dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia kira-kira
berbunyi sebagai berikut : "Sekutu Trump di Indonesia seranjang dengan ISIS
yang didukung militer berupaya menggulingkan presiden pilihan rakyat".

Konon, informasi tentang gerakan makar untuk menggulingkan Presiden Jokowi
itu diperoleh melalui sejumlah wawancara dan dokumen-dokumen yang didapat
dari internal TNI, Kepolisian, Intelijen Indonesia, serta Badan Keamanan
Nasional Amerika Serikat (NSA) yang dibocorkan oleh Edward Snowden. 

Dalam tulisan hasil investigasi jurnalistik Allan Nairn dengan tokoh-tokoh
kunci yang dianggap berseberangan dengan Presiden Jokowi itu disebutkan
bahwa kasus penistaan agama yang menimpa Ahok (Basuki Tjahaya Purnama)
hanyalah jembatan untuk menuju tujuan yang lebih besar, yaitu menumbangkan
Presiden Jokowi dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. 

Awal gerakkan makar dimulai dari gelombang aksi besar-besaran dengan tema
aksi bela Islam yang bermunculan bak jamur di musim penghujan dalam masa
Pilkada DKI Jakarta 2017. 

Aksi-aksi itu sengaja direkayasa sebagai pintu masuk gerakan makar dengan
dalih menuntut Ahok agar segera ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara
atas tuduhan penistaan terhadap agama Islam dalam kasus Al-Maidah. 

Gubernur DKJ Jaya yang lebih dikenal dengan nama panggilan Ahok itu adalah
berkah bagi gerakan makar melalui kasus terpeleset lidah tentang Al-Maidah
ayat 51 itu. 

Gagal Paham

Sebagai seorang insan awam politik, saya tidak malu mengakui bahwa saya
sempat mengalami "gagal paham" total akibat kewalahan dalam upaya mengikuti
apalagi memahami makna yang terkandung dalam tulisan investigasi Allan Nairn
yang ditulis dengan gaya lincah kelas langitan itu. 

Akibat informasi yang diungkapkan dalam tulisan investigasi dahsyat itu luar
biasa luas dan kompleks serta terkesan sedemikian berserakan ke sana ke mari
maka daya tafsir saya yang dangkal dan naif ini, kebingungan dalam
menghimpun demi merajut kesemuanya menjadi suatu kesimpulan. 

Kebetulan di dalam naskah investigasi yang ditulis bukan oleh seorang warga
Indonesia itu disebutkan nama-nama para warga Indonesia yang menurut tokoh
jurnalis investigator bukan warga Indonesia itu layak ditengarai sebagai
para pengkhianat bangsa yang berniat menggulingkan presiden yang sudah
dipilih secara sah lewat pemilihan umum yang demokratis langsung oleh rakyat
Indonesia. 

Kebetulan sebagian besar para warga Indonesia yang dicurigai ingin melakukan
makar itu secara pribadi saya kenal.

Sejauh saya mengenal sesama warga Indonesia yang namanya disebut di dalam
naskah investigasi Allan Nairn itu, mereka adalah para tokoh bangsa yang
sangat cinta kepada Tanah Air Angkasa yaitu Indonesia. 

Kenyataan

Pada kenyataan tokoh-tokoh Indonesia yang disebut di dalam naskah Allan
Nairn itu memang aktif di ranah politik maka dapat diyakini bahwa para
beliau itu sadar politik dan tentunya juga sadar konstusional sehingga
rasanya mustahil jika mereka akan melakukan makar yang secara jelas
tergolong perilaku tidak konstitusional.

Juga pada kenyataan di negeri Allan Nairn sendiri pasti ada bahkan banyak
politisi yang tidak setuju atau tidak suka terhadap presiden yang secara
konstitusional telah dipilih oleh rakyat setempat namun sejauh ini velum
terbukti bahwa ada politisi negeri Allan Nairn yang ingin melakukan makar.

Selama merasa tersinggung belum dilarang secara konstitusional di negeri
saya sendiri maka saya berhak untuk merasa tersinggung oleh pernyataan Allan
Nairn mengatakan bahwa ada politisi sesama warga Indonesia yang sedang
berkomplot ingin melakukan makar sebab dapat diartikan bahwa Allan Nairn
menganggap peradaban politik negeri saya lebih biadab ketimbang negeri
beliau.

Di sisi lain saya mengkhawatirkan naskah investigasi Allan Nairn itu
berpotensi mengalihkan fokus perhatian dari kenyataan sumber permasalahan
utama yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia yaitu kesenjangan sosial
akibat kurangnya keberpihakan penguasa terhadap wong cilik .

Maka selama demokrasi masih mengizinkan saya memilih sikap pribadi dan
selama makar belum nyata terjadi di negeri tercinta saya ini, saya memilih
untuk bersikap tidak percaya bahwa ada sesama warga Indonesia tega hati akan
melakukan makar di persada Tanah Air Angkasa saya yaitu Indonesia. 

Sikap ini bukan berarti saya ternina-bobo dibuai kenaifan saya sebab saya
justru memilih untuk makin bersikap "eling lan waspada" dalam menghadapi
tulisan para warga bukan Indonesia yang mungkin lebih obyektif namun tentu
lebih tidak peduli apabila bangsa yang sangat saya cintai ini terpecah belah
seperti telah terbukti terjadi dalam tragedi nasional yang menimpa bangsa
Indonesia pada tahun 1965 dan 1998.

Jangan pecah belah bangsaku ! 

*) Penulis adalah seniman dan budayawan, WNI yang cinta Indonesia

(T.A041/B/M007/M007) 
Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © ANTARA 2017

  #yiv1013970678 #yiv1013970678 -- #yiv1013970678ygrp-mkp {border:1px solid 
#d8d8d8;font-family:Arial;margin:10px 0;padding:0 10px;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-mkp hr {border:1px solid #d8d8d8;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-mkp #yiv1013970678hd 
{color:#628c2a;font-size:85%;font-weight:700;line-height:122%;margin:10px 
0;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-mkp #yiv1013970678ads 
{margin-bottom:10px;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-mkp .yiv1013970678ad 
{padding:0 0;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-mkp .yiv1013970678ad p 
{margin:0;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-mkp .yiv1013970678ad a 
{color:#0000ff;text-decoration:none;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-sponsor 
#yiv1013970678ygrp-lc {font-family:Arial;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-sponsor #yiv1013970678ygrp-lc #yiv1013970678hd {margin:10px 
0px;font-weight:700;font-size:78%;line-height:122%;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-sponsor #yiv1013970678ygrp-lc .yiv1013970678ad 
{margin-bottom:10px;padding:0 0;}#yiv1013970678 #yiv1013970678actions 
{font-family:Verdana;font-size:11px;padding:10px 0;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678activity 
{background-color:#e0ecee;float:left;font-family:Verdana;font-size:10px;padding:10px;}#yiv1013970678
 #yiv1013970678activity span {font-weight:700;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678activity span:first-child 
{text-transform:uppercase;}#yiv1013970678 #yiv1013970678activity span a 
{color:#5085b6;text-decoration:none;}#yiv1013970678 #yiv1013970678activity span 
span {color:#ff7900;}#yiv1013970678 #yiv1013970678activity span 
.yiv1013970678underline {text-decoration:underline;}#yiv1013970678 
.yiv1013970678attach 
{clear:both;display:table;font-family:Arial;font-size:12px;padding:10px 
0;width:400px;}#yiv1013970678 .yiv1013970678attach div a 
{text-decoration:none;}#yiv1013970678 .yiv1013970678attach img 
{border:none;padding-right:5px;}#yiv1013970678 .yiv1013970678attach label 
{display:block;margin-bottom:5px;}#yiv1013970678 .yiv1013970678attach label a 
{text-decoration:none;}#yiv1013970678 blockquote {margin:0 0 0 
4px;}#yiv1013970678 .yiv1013970678bold 
{font-family:Arial;font-size:13px;font-weight:700;}#yiv1013970678 
.yiv1013970678bold a {text-decoration:none;}#yiv1013970678 dd.yiv1013970678last 
p a {font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv1013970678 dd.yiv1013970678last p 
span {margin-right:10px;font-family:Verdana;font-weight:700;}#yiv1013970678 
dd.yiv1013970678last p span.yiv1013970678yshortcuts 
{margin-right:0;}#yiv1013970678 div.yiv1013970678attach-table div div a 
{text-decoration:none;}#yiv1013970678 div.yiv1013970678attach-table 
{width:400px;}#yiv1013970678 div.yiv1013970678file-title a, #yiv1013970678 
div.yiv1013970678file-title a:active, #yiv1013970678 
div.yiv1013970678file-title a:hover, #yiv1013970678 div.yiv1013970678file-title 
a:visited {text-decoration:none;}#yiv1013970678 div.yiv1013970678photo-title a, 
#yiv1013970678 div.yiv1013970678photo-title a:active, #yiv1013970678 
div.yiv1013970678photo-title a:hover, #yiv1013970678 
div.yiv1013970678photo-title a:visited {text-decoration:none;}#yiv1013970678 
div#yiv1013970678ygrp-mlmsg #yiv1013970678ygrp-msg p a 
span.yiv1013970678yshortcuts 
{font-family:Verdana;font-size:10px;font-weight:normal;}#yiv1013970678 
.yiv1013970678green {color:#628c2a;}#yiv1013970678 .yiv1013970678MsoNormal 
{margin:0 0 0 0;}#yiv1013970678 o {font-size:0;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678photos div {float:left;width:72px;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678photos div div {border:1px solid 
#666666;height:62px;overflow:hidden;width:62px;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678photos div label 
{color:#666666;font-size:10px;overflow:hidden;text-align:center;white-space:nowrap;width:64px;}#yiv1013970678
 #yiv1013970678reco-category {font-size:77%;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678reco-desc {font-size:77%;}#yiv1013970678 .yiv1013970678replbq 
{margin:4px;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-actbar div a:first-child 
{margin-right:2px;padding-right:5px;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-mlmsg 
{font-size:13px;font-family:Arial, helvetica, clean, sans-serif;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-mlmsg table {font-size:inherit;font:100%;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-mlmsg select, #yiv1013970678 input, #yiv1013970678 textarea 
{font:99% Arial, Helvetica, clean, sans-serif;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-mlmsg pre, #yiv1013970678 code {font:115% 
monospace;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-mlmsg * 
{line-height:1.22em;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-mlmsg #yiv1013970678logo 
{padding-bottom:10px;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-msg p a 
{font-family:Verdana;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-msg 
p#yiv1013970678attach-count span {color:#1E66AE;font-weight:700;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-reco #yiv1013970678reco-head 
{color:#ff7900;font-weight:700;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-reco 
{margin-bottom:20px;padding:0px;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-sponsor 
#yiv1013970678ov li a {font-size:130%;text-decoration:none;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-sponsor #yiv1013970678ov li 
{font-size:77%;list-style-type:square;padding:6px 0;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-sponsor #yiv1013970678ov ul {margin:0;padding:0 0 0 
8px;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-text 
{font-family:Georgia;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-text p {margin:0 0 1em 
0;}#yiv1013970678 #yiv1013970678ygrp-text tt {font-size:120%;}#yiv1013970678 
#yiv1013970678ygrp-vital ul li:last-child {border-right:none 
!important;}#yiv1013970678 

   
  • Fw: [GELORA45] Jangan pe... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
    • Trs: [GELORA45] Jan... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]

Kirim email ke