he..he.. saya juga baru mau posting emailnya si devin ini ..tapi td koneksi 
error..

anyway..mudah2an ada ilmuwan muda dari gtlo... kali aja 2020 ada yg 
terpilih..benar kan MY????


 
titien



----- Forwarded Message ----
From: Devin Maeztri <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, May 7, 2008 2:57:21 PM
Subject: [indomelb] Anies Rasyid Baswedan, Rektor Muda yang Masuk Daftar 100 
Intelektual Dunia


FYI, Devin
 
============ ========= ========= ========= ========= ========= ==
 
Anies Rasyid Baswedan, Rektor Muda yang Masuk Daftar 100 Intelektual Dunia 

Beri Pendekatan Baru atas Terorisme
ALANGKAH rindunya bangsa ini untuk kembali diperhitungkan dunia. Diplomasi 
buruk, politik luar negeri yang sarat kecaman, hingga frustrasi minimnya 
prestasi olahraga, membuat Indonesia seperti berada di titik nol dalam 
pergaulan dunia.

Tapi, di penghabisan April ini, seorang anak bangsa masuk daftar para ilmuwan, 
pemikir, dan aktivis paling berpengaruh seantero jagat. Nama Anies Baswedan 
secara mengejutkan terpacak di antara 100 intelektual dunia versi majalah 
Foreign Policy (FP), Amerika. Dia sejajar dengan sejumlah sosok fenomenal, 
seperti Yusuf Al Qardhawi, Samuel Huntington, Fukuyama, M. Yunus, dan Lee Kuan 
Yew.

Sejumlah kalangan terkejut atas berita yang dilansir dalam situs internet 
www.foreignpolicy. com 22 April 2008 tersebut. Rektor sebuah universitas swasta 
di Jakarta berusia 39 tahun itu dikualifikasikan sebagai pemikir berpengaruh di 
dunia. 

Ditemui di kediamannya Jumat (25/4), Anies pun tak menyangka namanya berada di 
daftar bergengsi itu. "Teman saya di Amerika yang kasih tahu kali pertama. 
Kebetulan dia pembaca setia Foreign Policy," katanya terus terang kepada Candra 
Kurnia Harinanto dari Jawa Pos.

Rektor Universitas Paramadina, yang dirintis Nurcholish Madjid, itu merasa tak 
pernah punya hubungan dengan majalah yang memuat namanya tersebut. Tak pernah 
diwawancara dan, bahkan, tak satu artikel pun yang dia tulis pernah dimuat di 
majalah FP. 

Majalah FP, menurut Wikipedia, adalah majalah dua bulanan Amerika. Majalah top 
itu didirikan pada 1970 oleh Samuel P. Huntington dan Warren Demian Manshel. 
Penerbitnya juga lembaga terkenal di Washington D.C, yakni Carnegie Endowment 
for International Peace. Topik yang diulas di majalah itu termasuk politik 
global, ekonomi, integrasi, dan ide-ide. Pada awal 2006, majalah itu melebarkan 
sayap, membuat sebuah blog, Foreign Policy Passport. Setiap tahun majalah 
tersebut ditunggu karena memublikasikan Indeks Global, Negara Gagal, serta 
laporan khusus Ide-Ide Paling Berbahaya di Dunia. 

Di antara beberapa kualifikasi yang menjadi dasar pemilihan tokoh-tokoh dunia 
itu, alumnus Universitas Gadjah Mada tersebut tak merasa memenuhinya. 
"Satu-satunya kualifikasi yang cocok cuma mudanya saja," katanya merendah. 
Intelektual kelahiran Kuningan, 7 Mei 1969, tersebut mengira, surveyor majalah 
FP memilih namanya secara random dari tokoh-tokoh menonjol di Asia Pasifik. 
"Kebetulan saya orang muda," katanya, lagi-lagi merendah.

Karena tak mengerti dasar pemilihan dirinya sebagai salah seorang tokoh dunia, 
ayah dua putra dan satu putri itu hanya bisa meraba mengapa namanya dinilai 
layak disejajarkan dengan pemikir hebat. Sekitar 2002-2003, Anies pernah 
menulis sebuah paper berjudul Paradigm Entrapment in Analyzing Terrorism atau 
jebakan paradigma dalam analisis terorisme. "Tapi, paper itu juga tidak ada 
yang mau memuat," lanjut peneliti utama Lembaga Survei Indonesia (LSI) itu.

Meski tak dipublikasikan, paper berisi kerangka kerja menganalisis terorisme 
tersebut mendapatkan sambutan baik dari kalangan akademisi di Negeri Paman Sam. 
"Mungkin, saya adalah salah satu di antara sedikit orang Indonesia yang sering 
diundang di Chicago, Washington, tentang situasi terakhir di Indonesia dan 
bagaimana kita membaca perkembangan terakhir," ingatnya.

Dalam analisis jebakan paradigma, Anies menawarkan konsep baru dalam 
menganalisis terorisme. Yakni, pendekatan rasional. Selama ini masyarakat 
selalu menganalisis terorisme hanya dengan menggunakan pendekatan kultural.

Tentang dua pendekatan itu, dia menjelaskan, penggunaan pendekatan kultural 
dalam menganalisis terorisme memaksa umat Islam selalu mencari pembelaan atas 
agamanya. "Setiap ada pelaku bom pasti yang diungkit agamanya apa, ideologinya, 
latar belakang pendidikannya apa. Akibatnya, para pemuka agama Islam sibuk 
mencari pembelaan dengan menyatakan, Islam adalah agama damai, santun, untuk 
meng-counter opini masyarakat yang menyerang background kulturalnya, " 
tandasnya. Pendekatan seperti itu juga sering digunakan ilmuwan muslim di 
Indonesia dan mayoritas negara di dunia.

Pendekatan rasional ialah melihat terorisme dari latar belakang kepentingan 
sang pelaku. Pelaku teror juga memperhitungkan efek perbuatannya pada masa 
depan. "Jadi pelaku bom, misalnya, akan berpikir apa yang saya dapat dengan 
melakukan teror seperti itu," paparnya. Pendekatan itu lebih mampu mengungkap 
akar masalah dan penyebab utama terorisme terjadi.

Pendekatan rasional telah menemukan fakta empirisnya. Anies menyebut sebuah 
wilayah yang paling intensif terjadi bom bunuh diri adalah Lebanon. Dari data, 
pelaku bom bunuh diri di negara tersebut 70 persen non-muslim. Sementara pelaku 
muslim hanya sekitar 12 persen. 

Inventor rompi bom dan pemegang rekor dunia bom bunuh diri adalah Macan Tamil, 
bukan Palestina. Menggunakan pendekatan kultural itu mengecohkan, karena 
peradaban Islam telah hidup selama15 abad, tapi baru beberapa dekade terakhir 
ini muncul tindak kekerasan teror. Jadi adalah salah total jika Islam lalu 
dianggap sebagai sumber terorisme. 

"Wong berabad-abad tanpa terorisme kok sekarang tahu-tahu dituding teroris. 
Jadi pendekatan kultural tidak bisa menjelaskan why, when, and how muncul 
terorisme" jelas doktor dari Northern Illinois University itu. Sama halnya 
dengan ekstremisme yang sudah hidup sejak ratusan tahun lalu dan tidak hanya 
ada di dalam Islam. 

Dalam kajian pendekatan rasional, fokus analisis tak hanya pada pelaku, tapi 
juga pada objek terorisme. Sebab, menurut mantan ketua umum Senat Mahasiswa UGM 
itu, peristiwa teror merupakan hasil interaksi intensif antara pelaku dan objek 
teror. 

Interaksi itu biasanya berbentuk penindasan satu pihak kepada kelompok yang 
lain. Hingga akhirnya terjadi perlawanan. "Karena itu, pendekatan rasional 
nggak laku di Amerika. Keburukan Amerika bisa terbongkar," katanya. Dia 
berharap, penggunaan pendekatan rasional bisa meluruskan semua.

Dalam daftar 100 intelektual dunia tersebut, terdapat sejumlah tokoh yang 
menjadi referensi sekaligus ingin dikritik Anies. Yusuf Al Qardhawi (tokoh 
Ikhwanul Muslimin) dan Noam Chomsky (linguis kritis AS dari MIT) adalah dua 
pemikir idolanya. Keduanya sama-sama anti-Amerika. "Saya baca terus tulisan dua 
orang itu," tandasnya.

Tapi, saat Anies ditanya, jika ada kesempatan bertemu dengan 100 orang yang ada 
dalam daftar intelektual dunia itu, dia menjawab ingin mengkritik pemikiran 
Fukuyama dan Samuel Huntington. Sebab, Fukuyama pernah memprediksi bahwa 
pasca-Perang Dunia II, Amerika akan menguasai perdaban dunia. "Dia bilang 
peradaban akan berakhir dan Amerika akan menjadi raja. Padahal, sekarang semua 
mata melihat kebangkitan Tiongkok dan India menjadi kekuatan ekonomi politik 
baru di dunia. Dan, rupanya, akan terus berkembang pesat," kritiknya.

Rencananya, majalah FP me-ranking 100 nama tokoh dunia tersebut melalui voting 
yang dilakukan masyarakat. Hasil polling akan diterbitkan dalam majalah 
tersebut edisi Juli-Agustus 2008. (cak/roy) 

http://www.jawapos. co.id/index. php?act=detail_ c&id=338619

________________________________
Be a better friend, newshound, and 
know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.    


      
____________________________________________________________________________________
Be a better friend, newshound, and 
know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.  
http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ

Kirim email ke