Assalamualaikum  all
Walau agak lama, tulisan ini saya posting 
barangkali rekan semua bisa melihat Poligamy dari Angle yang berbeda.
tidak ada maksud mengompori bagi yang ingin poligami
apalagi bagi para istri di milis ini.
hanya sebagai tambahan wacana Akhir pekan.


Odu Olo
Musafir




I am a Second Wife"      
Sabtu, 13 Mei 2006  
Masa SMU wanita Amerika itu hancur tatkala dirinya hamil diusia 17 
tahun. Ia terpaksa menjadi 'single mother' diusia muda. Namun 
hidupnya merasa nyaman setelah menjadi istri kedua seorang pria Muslim

 

 

Oleh


M. Syamsi Ali *)
 

 

Sekitar tiga bulan lalu, the Islamic Forum yang diadakan setiap Sabtu 
di Islamic Center New York kedatangan peserta baru. Pertama kali 
memasuki ruangan itu saya sangka wanita Bosnia. Dengan pakaian 
Muslimah yang sangat rapih, blue eyes, dan kulit putih bersih. 
Pembawaannya pun sangat pemalu, dan seolah seseorang yang telah lama 
paham etika Islam.


Huda, demikianlah wanita belia itu memanggil dirinya. Menurutnya, 
baru saja pindah ke New York dari Michigan ikut suami yang 
berkebangsaan Yaman. Suaminya bekerja pada sebuah perusahaan mainan 
anak-anak (toys). 

Tak ada menyangka bahwa wanita itu baru masuk Islam sekitar 7 bulan 
silam. Huda, yang bernama Amerika Bridget Clarkson itu, adalah mantan 
pekerja biasa sebagai kasir di salah satu tokoh di Michigan. Di toko 
inilah dia pertama kali mengenal nama Islam dan Muslim.


Biasanya ketika saya menerima murid baru untuk bergabung pada kelas 
untuk new reverts, saya tanyakan proses masuk Islamnya, menguji 
tingkatan pemahaman agamanya, dll. Ketika saya tanyakan ke Huda 
bagaimana proses masuk Islamnya, dia menjawab dengan istilah-istilah 
yang hampir tidak menunjukkan bahwa dia baru masuk Islam. Kata-
kata "alhamdulillah"."Masya Allah" dst, meluncur lancar dari 
bibirmya. 

Dengan berlinang air mata, tanda kebahagiaannya, Huda menceritakan 
proses dia mengenal Islam.
"I was really trapped by jaahiliyah (kejahilan)", mengenang masa 
lalunya sebagai gadis Amerika. "I did not even finish my High School  
and got pregnant when I wan only 17 years old", katanya dengan suara 
lirih. Menurutnya lagi, demi mengidupi anaknya sebagai `a single 
mother' dia harus bekerja. Pekerjaan yang bisa menerima dia hanyalah 
grocery kecil di pinggiran kota Michigan.


Suatu ketika, toko tempatnya bekerja kedatangan costumer yang 
spesial. Menurutnya, pria itu sopan dan menunjukkan `respek' 
kepadanya sebagai kasir. Padahal, biasanya, menurut pengalaman, 
sebagai wanita muda yang manis, setiap kali melayani pria, pasti 
digoda atau menerima kata-kata yang tidak pantas. Hingga suatu 
ketika, dia sendiri berinisiatif bertanya kepada costumernya ini, 
siapa namanya dan tinggal di mana.
Mendengar namanya yang asing, Abdu Tawwab, Huda semakin bingung. 
Sebab nama ini sendiri belum pernah didengar. Sejak itu pula setiap 
pria ini datang ke tokonya, pasti disempatkan bertanya lebih jauh 
kepadanya, seperti kerja di mana, apa tinggal dengan keluarga, dll.


Perkenalannya dengan pria itu ternyata semakin dekat, dan pria itu 
juga semakin baik kepadanya dengan membawakan apa yang dia 
sebut `reading materials as a gift". Huda mengaku, pria itu memberi 
berbagai buku-buku kecil (booklets). 

Dan hanya dalam masa sekitar tiga bulan ia mempelajari Islam, 
termasuk berdiskusi dengan pria tersebut. Huda merasa bahwa inilah 
agama yang akan menyelamatkannya.


"Pria tersebut bersama isterinya, yang ternyata telah mempunyai 4 
orang anak, mengantar saya ke Islamic Center terdekat di Michigan. 
Imam Islamic Center itu menuntun saya menjadi seorang Muslimah, 
alhamdulillah!", kenang Huda dengan muka yang ceria.


Tapi untuk minggu-minggu selanjutnya, kata Huda, ia tidak komunikasi 
dengan pria tersebut. Huda mengaku justeru lebih dekat dengan isteri 
dan anak-anaknya. Kebetulan lagi, anaknya juga berusia tiga tahun, 
maka sering pulalah mereka bermain bersama. "Saya sendiri belajar 
shalat, dan ilmu-ilmu dasar mengenai Islam dari Sister Shaima, nama 
isteri pria yang mengenalkannya pada Islam itu.


Kejamnya Poligami


Suatu hari, dalam acara The Islamic Forum, minggu lalu, datang 
seorang tamu dari Bulgaria. Wanita dengan bahasa Inggris seadanya itu 
mempertanyakan keras tentang konsep poligami dalam Islam. Bahkan 
sebelum mendapatkan jawaban, perempuan ini sudah menjatuhkan vonis 
bahwa "Islam tidak menghargai sama sekali kaum wanita", katanya 
bersemangat.

Huda, yang biasanya duduk diam dan lebih banyak menunduk, tiba-tiba 
angkat tangan dan meminta untuk berbicara. Saya cukup terkejut. 
Selama ini, Huda tidak akan pernah menyelah pembicaraan apalagi 
terlibat dalam sebuah dialog yang serius. Saya hanya biasa berfikir 
kalau Huda ini sangat terpengaruh oleh etike Timur Tengah, di mana 
kaum wanita selalu menunduk ketika berpapasan dengan lawan jenis, 
termasuk dengan gurunya sendiri.

"I am sorry Imam Shamsi", dia memulai. "I am bothered enough with 
this woman's accusation", katanya dengan suara agak meninggi. Saya 
segera menyelah: "What bothers you, sister?". Dia kemudian 
menjelaskan panjang lebar kisah hidupnya, sejak masa kanak-kanak, 
remaja, hingga kemudian hamil di luar nikah, bahkan hingga kini tidak 
tahu siapa ayah dari anak lelakinya yang kini berumur hampir 4 tahun 
itu.


Tapi yang sangat mengejutkan saya dan banyak peserta diksuis hari itu 
adalah ketika mengatakan: "I am a second wife." Bahkan dengan 
semangat dia menjelaskan, betapa dia jauh lebih bahagia dengan 
suaminya sekarang ini, walau suaminya itu masih berstatus suami 
wanita lain dengan 4 anak. "I am happier since then", katanya mantap.


Dia seolah berda'wah kepada wanita Bulgaria tadi: "Don't you see what 
happens to the western women around? You are strongly opposing 
polygamy, which is halaal, while keeping silence to free sex that has 
destroyed our people" ,jelasnya. Saya kemudian menyelah dan 
menjelaskan kata "halal" kepada wanita Bulgaria itu.

"I know, people may say, I have a half of my husband. But that's not 
true", katanya. Lebih jauh dia menjelaskan bahwa poligami bukan hanya 
masalah suami dan isteri. Poligami dan kehidupan keluarga menurutnya, 
adalah masalah kemasyarakatan. Dan jika seorang isteri rela suaminya 
beristeri lagi demi kemaslahatan masyarakat, maka itu adalah bagian 
dari pengorbananya bagi kepentingan masyarakat dan agama.

Kami yang dari tadi mendengarkan penjelasan Huda itu hanya ternganga. 
Hampir tidak yakin bahwa Huda adalah isteri kedua, dan juga hampir 
tidak yakin kalau Huda yang pendiam selama ini ternyata memiliki 
pemahaman agama yang dalam. Saya kemudian bertanya kepada Huda: "So 
who is your husband?" Dengan tertawa kecil dia menjawab "the person 
who introduced me to Islam".Dan lebih mengejutkan lagi: "his wife 
basically suggested us to marry", menutup pembicaraan hari itu.

Diskusi Islamic Forum hari itu kita akhir dengan penuh bisik-bisik. 
Ada yang setuju, tapi ada pula yang cukup sinis. Yang pasti, satu 
lagi rahasia terbuka. Saya sendiri hingga hari ini belum pernah 
ketemu dengan suami Huda karena menurutnya, "he is a shy person. He 
came to the Center but did not want to talk to you", kata Huda ketika 
saya menyatakan keinginan untuk ketemu suaminya.


"Huda, may Allah bless you and your family. Be strong, many 
challenges lay ahead in front of you", masehatku. Doa kami 
menyertaimu Huda, semoga dikuatkan dan dimudahkan!


New York, 10 Mei 2006


*) Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York.
 


Kirim email ke