*~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~*
 {  Sila lawat Laman Hizbi-Net -  http://www.hizbi.net     }
 {        Hantarkan mesej anda ke:  [EMAIL PROTECTED]         }
 {        Iklan barangan? Hantarkan ke [EMAIL PROTECTED]     }
 *~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~*
          PAS : KE ARAH PEMERINTAHAN ISLAM YANG ADIL
 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
MACAM-MACAM IKHTILAF
Oleh Salim bin Shalih Al-Marfadi

-----------------------------------------------------------------------

Para ulama telah meneliti dalil-dalil tentang ikhtilaf, sehingga
nampak jelas bahwa ikhtilaf  itu ada dua macam, masing-masing terdiri
dari beberapa jenis.

1. IKHTILAF TERCELA
Jenis-jenisnya adalah sebagai berikut :

a. Ikhtilaf yang kedua belah pihak dicela, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala tentang ikhtilafnya orang-orang Nashara.

"Artinya : Maka Kami timbulkan diantara mereka  permusuhan dan
kebencian sampai hari kiamat"  [Al-Maidah : 14]

Firman Allah dalam menerangkan ikhtilaf nya orang-orang Yahudi

"Artinya : Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian
diantara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api
peperangan, Allah memadamkannya" [Al-Maidah : 64]

Demikian juga ikhtilaf nya ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu) dan
ahlul bid'ah dalam hal-hal yang mereka perselisihkan. Allah berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan
mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak  ada sedikitpun
tanggung jawabmu terhadap mereka" [Al-An'am : 159]

Juga termasuk kedalam ikhtilaf  jenis ini adalah ikhtilaf  antara
dua kelompok kaum muslim dalam masalah ikhtilaf   tanawwu' (fariatif)
dan masing-masing mengingkari kebenaran yang dimiliki oleh kelompok
lain.

b. Ikhtilaf yang salah satu pihak dicela dan satu lagi dipuji (karena
benar).

Ini disebut dengan ikhtilaf tadhadh (kontradiktif) yaitu salah satu
dari dua pendapat adalah haq dan yang satu lagi adalah bathil. Allah
telah berfirman

"Artinya :   Akan tetapi mereka berselisih, maka ada diantara mereka
yang beriman dan ada (pula)diantara mereka yang kafir. Seandainya
Allah menghendaki, tidaklah mereka  berbunuh-bunuhan"  [Al-Baqarah :
253]

Ini (ayat di atas)  adalah pembeda antara al-haq (kebenaran) dengan
kekufuran. Adapun pembeda antara al-haq (kebenaran) dengan bid'ah
adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits
iftiraq.

"Artinya : Kaum Yahudi terpecah menjadi 71 firqah (kelompok), kaum
Nashara menjadi 72 firqah, dan ummat ini akan terpecah menjadi 73
firqah, semuanya (masuk) didalam neraka kecuali satu. Ditanyakan :
"Siapakah dia wahai Rasulullah ?" Beliau menjawab : "orang yang berada
diatas jalan seperti jalan saya saat ini beserta para sahabatku" dalam
sebagian riwayat : "dia adalah jama'ah"  [Lihat "Silsilah Ash-Shahihah
204 Susunan Syaikh Nashiruddin Al-Albani]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa semua
firqah  ini akan binasa, kecuali yang berada diatas manhaj salaf
ash-shaleh. Imam Syathibi berkata : "Sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam [illa waahidah]  telah menjelaskan dengan sendirinya
bahwa kebenaran itu hanya satu, tidak berbilang. Seandainya kebenaran
itu  bermacam-macam, Rasul tidak akan mengucapkan ; [illa waahidah]
dan juga dikarenakan bahwa ikhtilaf  itu di-nafi (ditiadakan) dari
syari'ah secara mutlak, karena syari'ah itu adalah hakim antara dua
orang yang berikhtilaf. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya)".
[An-Nisaa : 59]

Jenis ikhtilaf  inilah yang dicela oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah.

2. IKHTILAF YANG BOLEH
Ini juga ada dua macam yaitu :

a. Iktilafnya dua orang mujtahid dalam perkara yang diperbolehkan
ijtihad di dalamnya.

Sesungguhnya termasuk rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada umat
ini. Dia menjadikan dien (agama) ummat ini ringan dan tidak sulit. Dia
juga telah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan
membawa hanifiyah (agama lurus) yang lapang. Allah berfirman.

"Artinya : Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan"  [Al-Hajj : 78]

Diantara rahmat ini adalah tidak memberikan beban dosa kepada seorang
mujtahid yang salah bahkan ia mendapatkan pahala karena kesungguhannya
dalam mencari hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman.

"Artinya : Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu salah
padanya" [Al-Ahzab : 5]

Dari Amr bin Al-'Ash Radhiyallahu 'anhu, berkata : Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Apabila ada seorang hakim mengadili maka ia berijtihad,
lalu ia benar (dalam ijtihadnya) maka ia mendapatkan dua pahala,
apabila ia mengadili maka ia berijtihad, lalu ia salah maka ia
mendapatkan satu pahala"  [Hadits Riwayat Imam Bikhari]

Sebagai penjelas terhadap apa yang telah lewat, saya katakan :"Banyak
para ulama yang membagi masalah-masalah agama ini menjadi Ushul
Kulliyah  (pokok-pokok yang mendasar serta bersifat meliputi) dan
Furu' Juz'iyah  (cabang-cabang yang bersifat parsial),
masalah-masalah. Ushul (pokok) dan masalah-masalah ijtihad 1 baik
dalam masalah ilmiyah ataupun amaliyah. Pendapat inilah yang ditempuh
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan Imam Syathibi
Rahimahullah. Syaikhul Islam berkata : "Akan tetapi yang benar, bahwa
masalah yang besar (pokok) dari dua katagori itu adalah masalah ushul,
sedangkan rinciannya adalah masalah furu".

Di dalam fatwa Lajnah Daimah terdapat pernyataan mereka (para ulama)
bahwa : "Ahlus Sunnah wal Jama'ah memiliki Ushul yang kokoh
berdasarkan dalil-dalilnya, yang di atas Ushul tersebut mereka
membangun furu'. Mereka berpedoman kepada masalah-masalah Ushul dalam
mencari dalil terhadap masalah-masalah Juz'iyah dan dalam menerapkan
hukum bagi diri mereka sendiri dan bagi orang lain".

Dari sini tampak jelas bagi kita bahwa permasalahan-permasalahan yang
diperbolehkan berijtihad di dalamnya adalah masalah yang bersifat
rinci (detail) dari masalah ilmiyah ataupun masalah amaliyah. Adapun
masalah ushul (pokok) maka tidak boleh berijtihad didalamnya.

Diantara contoh permasalahan yang besar (pokok) dalam kaitannya dengan
khabariyah (masalah iman dan khabar wahyu) adalah : mengesakan Allah
dengan segala hak-Nya, adanya para malaikat, jin, hari kebangkitan
kembali, azab kubur, shirath (jembatan yang membentang di atas Jahanam
untuk di lalui manusia di hari kiamat setelah hisab), dan
persoalan-persoalan nyata lainnya  yang disebut sebagai USHUL
(persoalan ini tidak boleh diperselisihkan -ed). Adapun FURU' dalam
kaitannya dengan masalah khabariyah (masalah iman dan khabar wahyu)
ialah setiap rincian (detail dari masalah-masalah ushul di atas -ed).
Misalnya :Apakah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Rabbnya
(ketika Mi'raj), apakah orang mati di kuburnya mendengar pembicaraan
orang yang masih hidup, apakah sampai pahala amal orang yang masih
hidup (selain do'a) kepada mayit ? dan lain-lainnya.

Syaikhul Islam berkata : "Oleh karenanya para  imam sepakat untuk
membid'ahkan orang yang (pendapatnya) menyelisihi masalah-masalah
ushul seperti ini. Berbeda dengan orang yang (pendapatnya) menyelisihi
masalah-masalah ijtihad, yang peringkatnya belum sampai tingkat ushul
dalam kemutawatiran sunnah mengenainya, seperti perselisihan mereka
berkaitan dengan hukum seorang saksi, sumpah, pembagian (harta
warisan), dalam undian, dan perkara-perkara lain yang tidak sampai
derajat ushul". [Majmu' Fatawa IV/425]

Sekalipun demikian, persoalannya tidaklah mutlak begitu yaitu dapat
berijtihad untuk membid'ahkan siapa saja yang dikehendaki dengan
hujjah ijtihad yang diperbolehkan. Oleh karena itu ada beberapa
ketentuan untuk ijitihad ini, yaitu :

1.. Hendaknya dalam masalah yang di ijtihad-kan, tidak ada dalil
yang qath'iyuts tsubut (qath'i  adanya sebagai dalil) dan
qath'iyud-dalalah (qath'i  penunjukannya/dalalahnya), sebab tidak
boleh berijtihad dalam menentang nash.  Saya buatkan satu contoh
mengenainya dengan  firman Allah. :

"Artinya : Tetapi jika ia tidak menemukan (binanatang korban atau
tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan
tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh
(hari) yang sempurna" [Al-Baqarah : 196].

Ayat ini adalah dalil yang qath'iyus-tsubut (qath'i
adanya/tetapnya sebagai dalil) karena ia termasuk Al-Qur'an al-Karim.
Dan juga qath'iyud dalalah (qath'i penunjukkannya/dalalahnya) tentang
wajibnya puasa sepuluh hari bagi orang yang tidak mendapatkan hewan
kurban (denda) padahal ia ber-tamattu' (mendahulukan umrah daripada
haji).

2.. Hendaknya dalil tentang permasalahan itu mengandung beberapa
kemungkinan. Contoh yang bekaitan dengan dalil zhanniyuts-tsubut
(dalil yang masih bersifat zhann.dipertanyakan keadaannya sebagai
dalil), ialah pendapat sebagian ulama Ahlus Sunnah yang menyatakan
bahwa mustahab (sunnah) hukumnya mengerak-gerakkan jari ketika
tasyahhud. Sementara sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa
tambahan "menggerak-gerakkan (jari)" dalam hadits itu adalah syadz
(bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat). Contoh yang berkaitan
dengan dalil zhanniyud-dalalah (penunjukkannya sebagai dalil masih
bersifat dugaan/dalalahnya tidak qath'i) ialah firman Allah. :
"Artinya : Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)
tiga
kali quru" [Al-Baqarah : 228].

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Al-Qar'u
adalah suci, sementara yang lain berpendapat bahwa Al-Qar'u adalah haid.

Kedua  pendapat tersebut mempunyai kemungkinan benar-benar secara
bahasa.

3.. Hendaknya ijtihad yang dilakukan tidak dalam masalah yang telah
ijma' (disepakati) atau tidak dalam masalah yang telah baku sebagai
manhaj ilmiyah Ahlu Sunnah.

4.. Hendaknya hukum atas permasalahan itu bersumber dari seorang
mujtahid yang telah memenuhi persyaratan ijtihad, sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab mereka tentang
ushul fiqh.

5.. Hendaknya kesimpulan hukum dibangun berdasarkan metode Ahlus
Sunnah dalam cara pandang maupun cara mengambil dalil. Di antara
metode itu adalah bahwa dalam pendapat yang di ijtihadkannya, memiliki
pendahulu dari kalangan ulama umat ini yang telah dipersaksikan
keilmuannya dalam masalah dien. Al-Hafidzh Ibnu Rajab dalam kitabnya
"Fadhul Ilmi as-Salaf 'ala al-Khalaf" berkata :"Adapun para imam dan
Fuqaha' Ahul Hadits, maka mereka akan mengikuti hadits shahih
sebagaimana adanya apabila hadits itu diamalkan oleh para sahabat,
orang-orang yang sesudah mereka atau sekelompok dari mereka, Adapun
apa yang telah disepakati oleh mereka untuk ditinggalkan, maka ia
tidak boleh diamalkan Umar bin Abdul Aziz berkata : Ambillah pendapat
yang sesuai dengan (pendapat) orang-orang sebelum kalian (Salafus
Shalih), sesungguhnya mereka lebih tahu dari pada kalian" [Lihat
Tsalatsu Rasa'il, karya Al-Hafizh Ibnu Rajab, hal. 140, Tahqiq
Muhammad Al-Ajami]
Dari keterangan di atas, menjadi jelaslah macam ikhtilaf  yang pertama
dari ikhtilaf  yang diperbolehkan.

b. Ikhtilaf Tanawwu'

Contohnya adalah ikhtilaf sahabat dalam masalah bacaan (Al-Qur'an)
pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, ia berkata :"Saya
mendengar seseorang membaca ayat yang saya pernah mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam membacanya berbeda dengan orang itu,
maka saya pegang tangannya lalu saya bahwa kehadapan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Saya laporkan hal itu kepada beliau,
namun saya melihat tanda tidak suka pada wajah beliau, dan beliau
bersabda.

"Artinya :  Kalian berdua bagus (bacaannya), jangan berselisih !
Sesungguhnya umat sebelum kalian berselisih lalu mereka binasa".
Ulama yang paling baik menulis masalah ikhtilaf  tanawwu  ini dan
menjelaskannya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, yaitu
ketika beliau berkata : "Ikhtilaf  tanawwu' ada beberapa macam,
diantaranya adalah ikhtilaf  yang masing-masing dari kedua perkataan
(pendapat) atau perbuatan itu benar sesuai syari'at, seperti bacaan
(Al-Qur'an) yang diperselisihkan itu dicegah oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam
bersabda.

"Artinya : Kalian berdua bagus/benar (bacaannya)"

Misalnya lagi adalah ikhtilaf  dalam macam-macam sifat adzan, iqamah,
do'a iftitah, tasyahhud, shalat khauf, takbir ied, takbir jenazah dan
lain-lain yang semuanya disyari'atkan, meskipun dikatakan bahwa
sebagiannya lebih afdhal. Kemudian kita dapatkan banyak umat Islam
yang terjerumus dalam ikhtilaf hingga menyebabkan terjadinya
peperangan (pertengkaran) antara golongan diantara mereka. hanya karena
masalah menggenapkan lafazh iqamah atau mengganjilkannya, atau
masalah-masalah semisal lainnya. Ini adalah substansi keharaman itu
sendiri. Sementara orang yang tidak sampai ketingkat ini (yaitu
tingkat peperangan/pertengkaran), banyak diantaranya yang kedapatan
fanatik terhadap salah satu cara (adzan, iqamahm dst) tersebut karena
mengikuti hawa nafsu, dan berpaling dari cara lain, atau melarang cara
lain yang sebenarnya masuk dalam salah satu cara. Hal yang tentu
dilarang oleh Nabi.

Diantara ikhtilaf tanawwu' juga adalah ikhtilaf yang masing-masing
dari dua pendapat mempunyai kesamaan makna namun redaksinya berbeda,
sebagaiman banyak orang (Ulama) yang kadang berselisih dalam
membahasakan ketentuan hukum-hukum had, shighah-shighah (bentuk-bentuk
) dalil, istilah tentang nama-nama sesuatu, pembagian-pembagian hukum
dan lain-lain. Selanjutnya kebodohan atau kezhalimanlah yang akhirnya
membawa pada sikap memuji terhadap sakah satu dari dua pendapat tadi
dan mencela yang lain.

Diantaranya lagi adalah tentang sesuatu yang  memiliki dua makna yang
berbeda namun tidak saling berlawanan. Yang ini adalah perkataan
benar, dan yang itu juga merupakan perkataan benar, sekalipun maknanya
saling berbeda. Ini banyak sekali terjadi dalam perselisihan pendapat.

Di antaranya lagi adalah ikhtilaf mengenai dua cara yang sama-sama
disyari'atkan. Seseorang atau satu kelompok menempuh jalan ini,
sedangkan yang lain menempuh jalan lain. Kedua-duanya baik dalam
agama. Tetapi kebodohan atau kezalimanlah yang kemudian menggiring
pada sikap mencela terhadap salah satu dari kedua jalan tersebut atau
lebih mengutamakannya, tanpa dasar niat yang benar, atau tanpa dasar
ilmu, atau tanpa dasar niat yang ikhlas dan tanpa dasar ilmu
sekaligus" [Iqtidha' Ash-Shiratth Al-Mustaqim, karya Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah I/132-134]

Jika pertengkaran di antara sebagian kaum muslimin terjadi dalam
ikhtilaf  macam ini maka jadilah ikhtilaf  itu tercela, sebagaimana
yang telah jelas pada penjelasan yang telah lewat dan pada hadits
Abdullah bin Mas'ud seputar ikhtilaf dalam qira'ah (bacaan Al-Qur'an).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
  "Artinya : Kalian berdua benar, jangan berselisih ! Sesungguhnya
umat sebelum kalian berselisih lalu mereka binasa"
Syaikhul Islam berkata : "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang
ikhtilaf  (perselisihan pendapat) yang masing-masing dari kedua belah
pihak mengingkari/menolak kebenaran yang ada pada pihak lain, karena
kedua orang sahabat yang berbeda bacaannya itu sama-sama benar dalam
bacaannya. Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan sebab
(larangan) tersebut yaitu bahwa lantaran umat sebelum kita berselisih,
maka kemudian mereka menjadi binasa karenanya.

Oleh sebab itu ketika Hudzaifah melihat penduduk Syam dan Iraq
berselisih mengenai bacaan huruf Al-Qur'an dengan perselisihan yang
telah dilarang oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau berkata
kepada Utsman (bin Affan, Amirul Mukminin -ed) : "Perbaikilah umat
ini, janganlah mereka berselisih dalam bacaan Al-Qur'an, sebagaimana
umat sebelum mereka berselisih".

Jadi keterangan ini memberikan dua faedah :

1.. Haramnya berselisih dalam masalah seperti ini.
2.. Mengambil pelajaran dari umat sebelumnya dan berhat-hati jangan
sampai menyerupai mereka.

----------------------------------------------------------------------
Disalin dari Majalah Al-Ashalah tgl. 15 Dzul Hijjah 1416H, edisi
17/Th.III hal 78-89, karya Salim bin Shalih Al-Marfadi, dan dimuat
Majalah As-Sunnah edisi 06/Tahun V/1422H/2001M hal. 25-29 penerjemah
Ahmad Nusadi. Tulisan ini merupakan Bagian Kedua dari Tiga Tulisan.
----------------------------------------------------------------------




**********************************************************************
This email and any files transmitted with it are confidential and
intended solely for the use of the individual or entity to whom they
are addressed. If you have received this email in error please notify
the system manager.
**********************************************************************


 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
 ( Melanggan ? To : [EMAIL PROTECTED]   pada body : SUBSCRIBE HIZB)
 ( Berhenti ? To : [EMAIL PROTECTED]  pada body:  UNSUBSCRIBE HIZB)
 ( Segala pendapat yang dikemukakan tidak menggambarkan             )
 ( pandangan rasmi & bukan tanggungjawab HIZBI-Net                  )
 ( Bermasalah? Sila hubungi [EMAIL PROTECTED]                    )
 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Pengirim: "Mohd Yaakub Mohd Yunus" <[EMAIL PROTECTED]>

Kirim email ke