BILA AHLI GEOLOGI MENATAP RUU SDA Kemajuan pesat yang dicapai dalam pembangunan di Indonesia untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, ternyata juga diiringi oleh kemunduran kemampuan daya dukung sumberdaya alam sebagai penyangga kehidupan.
Kemunduran itu terjadi baik dalam kemampuan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) seperti air, udara, tanah dan hutan maupun sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui (non-renewable) Air merupakan salah satu sumberdaya alam dan kebutuhan hidup yang paling penting dan merupakan unsur dasar bagi semua perikehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Saat ini di Indonesia, masalah ketersediaan sumberdaya air tidak lagi menjadi masalah yang mudah dipecahkan dan bahkan telah menjadi issu nasional bahwa di berbagai pusat pertumbuhan, terutama di Jawa, Bali dan Lampung, telah terjadi krisis air bersih. Di pentas global pun kebutuhan akan air telah menjadi agenda dari isu hangat, dimana dalam berbagai konvensi internasional, pernyataan bahwa setiap orang berhak mendapatkan 50 liter/hari air bersih telah menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Indonesia sendiri telah menyatakan berkomitmen bahwa salah satu tujuan pembangunan Indonesia adalah agar kebutuhan hidup rata-rata warga Indonesia untuk mendapatkan 2000 m3/tahun/orang dapat tercapai agar cita-cita menjadi masyarakat yang adil makmur dan sejahtera dapat tercapai. Pada dasarnya air termasuk sumberdaya, alam yang dapat diperbaharui oleh kemampuan purifikasi diri oleh alam dan karenanya air sering dianggap sebagai sumberdaya alam yang tidak bias habis atau sumberdaya alam yang tidak terbatas. Pada saat yang sama air juga dianggap sebagai milik umum yang terkesan gratis untuk mendapatkannya, sehingga penggunaannya seringkali dilakukan secara tidak hemat, kurang hati-hati dan tidak bijaksana. Anggapan masyarakat awam yang semacam itu tampaknya perlu diluruskan karena saat ini air telah menjadi sumberdaya alam yang terbatas jumlahnya. Hal ini terjadi karena air di satu pihak air memiliki siklus tata air yang relatif tetap, sedangkan di sisi lain pemakaiannya terus bertambah seiring dengan pertambahan populasi penduduk. Permasalahan lainnya adalah kualitas air yang secara alami tidak baik atau terus menurun akibat kecerobohan aktifitas manusia. Menyadari kian terbatasnya sumber daya air, DPR berinisiatif menyusun draft Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA), yang walaupun telah selesai dibahas di tingkat Panja, namun tidak kunjung disahkan menjadi Undang-undang. Itu karena DPR menuai banyak kritik dan desakan berbagai lapisan masyarakat agar UU tersebut ditinjau ulang lantaran banyak diantara substansinya yang justru bias menjadi bumerang bagi rakyat dikemudian hari. "Saya mendukung berbagai kelompok masyarakat yang menyuarakan agar pengesahan RUU itu ditunda dulu, "kata Sonny Keraf, mantan Menteri Lingkungan Hidup kepada Antara. RUU tersebut, katanya, akan memberi peluang terjadinya privatisasi dan komersialisasi air di masa mendatang yang justru akan menjerat rakyat sendiri dan keuntungan terbesar berpihak pada perusahaan-perusahaan asing bermodal besar. Jika tidak hati-hati maka itu akan mengakibatkan terhambatnya akses masyarakat, khususnya rakyat miskin dan petani untuk memenuhi kebutuhdnnya akan air. Dia juga mengungkapkan, dirinyajuga melihat adanya sinyalemen bahwa penyusunan RUU itu sarat dengan tekanan atau pesanan khusus dari World Bank ataupun IMF. "Lagi-lagi dibalik itu semua adalah negara-negara maju dan kepentingan perusahaan multinasional. Mereka berkepentingan menanamkan modalnya di sektor air ini karena pada beberapa dekade mendatang, air akan menjadi komoditas vital yang sangat menguntungkan karena dibutuhkan siapapun sementara keberadaannya semakin langka," kata Sonny yang kini dosen di Unika Atmajaya itu. Dimata Geologist Terlepas dari adanya kontroversi seputar penyusunan RUU yang tidak transparan, tidak melibatkan publik, dan "berselubung konspirasi" internasional, pengelolaan sumberdaya air di Indonesia sudah saatnya memerlUkan konsepsiyang lebih jelas dan terarah. "Keberadaan sumberdaya air di muka bumi ini sangat dikontrol oleh aspek bio-geo-fisik," kata Andang Bachtiar, ketua umum lkatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). Untuk menyediakan, memanfaatkan, mengolah, dan merlindungi sumberdaya air di suatu wilayah pengembangan, katanya, diperlukan konsep nasional yang mempertimbangkan secara akurat ketersediaan, perilaku, penerapan metode eksplorasi, perhitungan potensi dan eksploltasi air yang tepat. IAGI, setelah melakukan diskusi panel antar anggotanya di Bandung belum lama Ini, menilai perlunya konsepsi nasional atau RUU SDA meliputi pengaturan atas empat aspek. Aspek pertama adalah air atmosfer (hidrometeorologi), yang meliputi akurasi perhitungan curah hujan, pemilihan lokasi-lokasi stasiun klimatologi dan desain basis data yang baik serta studi perubahan iklim baik global, regional maupun mikro. Berikutnya aspek air permukaan yang meliputi pengelolaan air permukaan baik skala regional (pengelolaan Satuan Wilayah Sungai atau Daerah Aliran Sungai) maupun skala mikro (one river one managemen). Ketiga adalah aspek air tanah (hidrogeologi) yang pengaturannya meliputi pemetaan dan rekonstruksi geometri akifer cekungan air tanah dan penghitungan potensinya, pengelolaan yang meliputi pengaturan debit pengambilan dan kriteria kawasan isian air tanah (recharge area) dan kawasan keluaran air tanah (discharge area). Aspek terakhir adalah konservasi dan pengolahan yang meliputi upaya menjaga dan atau mengembalikan kuantitas serta kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah agar memenuhi persyaratan yang ada. IAGI, kata Andang, memandang perlunya dilakukan penyempurnaan terhadap sejumlah pasal yang ada dalam draft RUU SDA khususnya yang berkaitan dengan bidang para ahli geologi. Kalangan geologist menilai penyempurnaan yang dirasakan mendesak untuk dilakukan diantaranya adalah RUU SDA harus secara proporsional mengatur semua aspek air, yaitu air hujan, air permukaan, airtanah dan air laut yang berada di darat. Khusus mengenai keberadaan airtanah ahli-ahli geologi berpendapat, pengelolaan sumberdaya itu mutlak harus berdasarkan pada cekungan airtanah, sesuai dengan sifat alamiahnya. "Penentuan Cekungan air tanah harus berlandaskan pada batasan-batasan hidrogeologi yang akan menghasilkan batasan geometri atau dimensi yang jelas," kata Andang, seraya menambahkan bahwa dalam pengelolaan air tanah itu juga harus dimasukkan faktor teknologi. Terminologi cekurigan air tanah, tambahnya, tampaknya juga perlu disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat. "RUU SDA ini merupakan kepentingan bersama dan telah menyangkut hajat hidup seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Karena itu banyaknya pro-kontra telah menunjukkan besarnya apresiasi masyarakat terhadap RUU ini," kata Andang Bachtiar. (Djunaidi S., PELITA) IAGI SECRETARIAT Geologi & Sumberdaya Mineral Building, 4th Floors Jl. Prof. Soepomo, No.10 JAKARTA-12870, INDONESIA Phone/Facs : (62-21) 8370-2848 / 2577 email : [EMAIL PROTECTED] --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) ---------------------------------------------------------------------