Yang jadi masalah sekarang ini hampir semua kampeni mematok IP yang tinggi ( minimal 3 ) untuk mencari lulusan baru dari PT , sehingga si Mhs akan meninggalkan semua kegiatan lainnya demi mengejar IP tadi. Paling tidak saat ini baru IP tsb sbg tolok ukurnya.Saya punya anak yang dari kecil ( SD ) aktif sekali di kegiatan kegiatan, Waktu di SMP 115 Tebet Katua OSIS , di SMA 8 Bukitduri juga di OSIS , di ITB ( Elektro ) Aktif di HME, sekarang ini menjelang lulus meskipun punya IP 3 , masih "Resah" shg berusaha maksimal mungkin untuk dapat menaikan IP , karena tahu IP sekarang ini merupakan sat- satu nya tolok ukurnya kalau mau kerja ( bahkan untuk Kerja Praktek di Kampeni saja harus IP tinggi )( Mungkin kalau mau jadi politikus saja yang tdk perlu IP - IP an atau mau jadi wiraswasta), Mungkin kalau para kampeni tdk menyaratkan IP tinggi dan semua boleh ngikuti Tes , ini akan lain. (Apakah ada ukuran lain selain IP ) ISM
> FYI > Artikel yang bagus dari koran Pikiran Rakyat..moga2 > bermanfaat > > Salam > > Yudi > > > http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/18/0901.htm > > IPK vs Soft Skill > Oleh ASEP SUMARYANA > > SOFT skill mendadak sohor. Sebuah penelitian dari > National Association of College and Employee (NACE) > 2002 menempatkan indeks prestasi kumulatif (IPK) di > perguruan tinggi (PT) pada urutan ke-17. IPK kalah > oleh kemampuan komputer, kemampuan berorganisasi, > kepemimpinan, kepercayaan diri, ramah, sopan, dan > bijaksana. Namun kemampuan komunikasi, bekerja sama, > interpersonal, etika, inisiatif, adaptasi, dan > analitik lebih penting daripada komputer. Bisa jadi > ada keraguan bahwa IPK tinggi adalah bagus, demikian > sebaliknya. > > Perolehan IPK tinggi mulai diragukan oleh banyak > kalangan. Dampaknya, konsumen cenderung tidak terlalu > bersemangat merekrut alumni PT yang IPK-nya terlalu > tinggi. Bisa jadi IPK malah menyulitkan dalam setiap > penyelesaian pekerjaan lantaran egoisme diri tiap-tiap > individu terlalu tinggi sehingga mengabaikan kerja > sama dengan orang lain yang menjadi mitranya. Tentu > hal ini akan merugikan konsumen sebagai lembaga > sehingga produktivitas menjadi terganggu. Konsumen pun > pindah mencari figur yang dipandangnya mampu > mempertinggi produktivitas dan kemampuan team work > sebagai primadona baru seperti halnya soft skill. > > Dalam dunia publik, posisi kesarjanaan menjadi penting > untuk karier para pejabatnya. Fenomena tersebut > didorong pula dengan persyaratan untuk menempati pos > lebih tinggi dengan gelar kesarjanaan mulai dari > strata 1 sampai strata 3. Bagi kalangan ini, soft > skill bukan hal yang asing termasuk berhadapan dengan > para pengajarnya. Dampak paling dekat, bisa jadi > kemampuan memperoleh IPK bagus bagi sebagian orang > cenderung disebabkan oleh soft skill-nya. > > Kalangan mahasiswa muda (MM) sering kalah oleh > kalangan mahasiswa pegawai (MP) kendati kalangan > terakhir agak sulit membagi waktu kuliah dengan > bekerjanya. Bisa saja MP yang pejabat lebih diramahi > dosennya karena posisi publiknya. Tetapi tidak bisa MM > mengimitasi yang MP. Bagi MP kuliah dan lulus menjadi > persyaratan administratif untuk kariernya, sementara > bagi MM menjadi bekal hidupnya kelak dalam menjalani > hidup dan kehidupannya. > > Dampak image bisa ke motivasi kuliah. Kejaran terhadap > nilai dan cepat lulus sering kali membuat MM lupa > bahwa ilmu dan wawasan menjadi lebih penting daripada > sekadar nilai tinggi. Cum laude mestinya ditafsirkan > sebagai penguasaan wawasan dan kekayaan sosial pun > menjadi paripurna. Kecenderungan konsumen mencari > pemilik soft skill mestinya mendorong MM menjadi > mahasiswa aktivis. Namun perlu dihindari kepercayaan > diri yang terlampau tinggi ketika menjadi aktivis > sehingga mengabaikan lingkungan sekitar. Pengabaian > ini bisa menciptakan stigma buruk sebagai mahasiswa > yang sombong dan meremehkan orang lain. > > Pemupukan soft skill tentu melibatkan lembaga terkait > selevel Pembantu Rektor III, Pembantu Dekan III > ataupun Jurusan/Program Studi. Pembinaan dilakukan > supaya soft skill tidak melenceng menjadi kesombongan > pihak yang merasa memilikinya. Keterlibatan aktif > pembina, akan menyemarakkan kegiatan kemahasiswaan. > Tidak lagi terjadi mahasiswa aktif ketika penerimaan > mahasiswa baru dan musim ospek saja, sementara dalam > waktu yang lebih panjang paceklik dari kegiatan > kemahasiswaan. Mungkin tidak lagi terjadi organisasi > kemahasiswaan semacam HIMA, BEM, dan Senat sepi > peminat yang berdampak sepi pula kegiatannya. > > Soft skill memang tidak ditentukan oleh prestasi > akademik (misalnya lulus cum laude) atau masa studi > singkat, seperti dikemukakan oleh Prof. Chaedar, > tetapi lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat > kepemimpinan, kreativitas, kerapian tampilan, dan > kecerdasan sosial. Oleh sebab itu, beliau memandang > program BEM dan UKM menjadi program pemberdayaan > kapasitas sehingga disampaikannya tujuh prinsip yang > dapat dilakukan, mulai dari peningkatan kemampuan > kolektif, demokratisasi pengetahuan, keberpihakan pada > lingkungan masyarakat, perubahan pola pikir, komitmen > tanpa paksaan, sebagai subjek kegiatan, dan integrasi > hasil program dan kegiatan nyata ("PR", 15/05/07). > > Asal Bapak(nya) Senang > > Kemampuan menguliahkan anak ke PT tampaknya menjadi > ukuran status sosial kiwari. Memiliki anak kuliahan > cenderung lebih tinggi statusnya dibandingkan dengan > orang tua yang hanya mampu menyekolahkan sampai SLTA. > Demikian halnya kemampuan orang tua memiliki anak di > fakultas favorit lebih bangga ketimbang di fakultas > pasaran. Dampaknya sering kali orangtua menghendaki > anaknya agar kuliah di fakultas yang favorit. > Pandangan ini berkembang demikian luas ketika fenomena > sarjana mampu merebut pasaran kerja terus berkembang. > Dampaknya yang perlu dipikirkan adalah kecenderungan > anak kuliah demi memenuhi keinginan orang tua tanpa > mempertimbangkan potensi diri dan minat-bakatnya. > > Posisi runding anak yang menjadi mahasiswa dengan > orang tuanya bisa menjadi tinggi ketika anak menjadi > kebanggaan orang tuanya. Untuk meraih nilai bagus bisa > tidak harus cerdas dengan kehadiran semester pendek > (SP) yang diplesetkan dengan semester pengampunan. > Dosen menjadi gamang untuk memberikan nilai buruk > dalam SP. > > Dengan vakasi dan honorarium yang lebih tinggi, seakan > SP menjadi lebih menarik untuk dipertahankan oleh > sebagian komponen dosen. Kendati namanya berganti > menjadi semester alih tahun (SAT), image-nya masih > seperti yang dulu. Tentu saja hal ini memberikan > stigma yang kurang baik bagi dunia pendidikan tinggi > sehingga tidak sedikit kalangan berpendapat bahwa SP > ataupun SAT menjadi hama pendidikan. > > Mungkin SAT dapat dimanfaatkan oleh oknum mahasiswa > ataupun oknum dosen untuk meraih untung beliung. Bisa > saja ada mahasiswa meminta uang lebih besar ketimbang > biaya SKS dalam SAT. Atau dapat terjadi oknum dosen > memperketat nilai di semester reguler untuk digiring > ke SAT. Dampaknya permainan akademik yang berbuntut > uang akan beranak pinak. Bila dibiarkan, kondisi ini > menjadi benih kebusukan di kemudian hari. > Komersialisasi pada dunia pekerjaan publik dapat > berhubungan dengan proses belajar di dunia pendidikan. > Kehidupan sosial yang bertumpu pada kegiatan > kelembagaan mahasiswa bisa berkurang, tergantikan > kehidupan yang lebih bernuansa uang. > > Perubahan pola pikir > > Perubahan ini dilakukan dengan beberapa hal. > > Pertama, mengubah pandangan asal bapaknya senang. > Bakat dan minat anak berbeda sehingga tidak bisa > didorong untuk memenuhi prestise orang tua. Menghargai > kreativitas dan kecerdasan adalah kebutuhan yang perlu > dibangun secara kontinu. Mungkin saja ini akan menjadi > seleksi alam untuk membangun kelompok manusia mandiri > dan produktif. Ke depan perlu banyak variasi dan > keseimbangan antara pelaku kerja yang berhubungan > dengan orang serta yang tidak. Bisa jadi yang tidak > berhubungan dengan orang tidak membutuhkan soft skill > seperti laiknya pekerja yang selalu berhadapan dengan > orang. > > Kedua, penghargaan terhadap material dapat menyebabkan > orang silau dan kabobodo tenjo kasamaran tingal. Soft > skill "katak" terbangun dalam komunitas seperti itu. > Menghargai prestasi dan kesederhanaan perlu > dikedepankan. Orang tidak dihormati lantaran mobil > bagus dan rumah mewah, tetapi dari kesalehan > sosialnya, tepo saliro, sareundeuk saigel sabobot > sapihanean. Bisa jadi kemewahan diperoleh melalui > kemurtadan sosial, urang seubeuh batur riweuh. Hidup > sebagai makhluk sosial yang membutuhkan lingkungan > perlu terus dipompakan dalam setiap nafas agar tidak > melupakan tetangga, baraya dan yang malarat. > > Ketiga, meminimalisasi komersialisasi pendidikan. > Tokoh pendidikan, pemuka agama, dan tokoh masyarakat > adalah figur-figur keteladanan yang gerak-geriknya > menjadi anutan. Penggiringan ke SAT dan melakukan > bargaining dengan mahasiswa yang berujung uang bisa > membahayakan citra dunia yang seharusnya suci ini. MP > dan dosen pun berkewajiban menjaga citra pendidikan > agar nilai dan kelancaran studi tidak ditukar dengan > sejumlah kegiatan komersil. Tugas pemuka agama untuk > menjadi benteng pertahanan moral. Ketika pemuka agama > ada dalam dunia pendidikan ataupun politik, tentu > diharapkan dapat menaburkan rahmatan lil alamin dan > menyucikan dunia tersebut. Tokoh masyarakat lainnya > juga perlu mengajarkan nilai-nilai kesalehan sosial > dalam kehidupannya sehari-hari yang menjadi panduan > masyarakat sekaligus melakukan kontrol. > > Soft skill tidak hanya perlu dimiliki mahasiswa, > tetapi juga pejabat, pemuka masyarakat, agamawan, dan > juga elemen masyarakat lainnya. Soft skill pendukung > etika dan moral bisa membuat hidup lebih gemah ripah > repeh rapih yang didasari oleh sikap landung kandungan > laer aisan. Ketika sulit dibangun seperti itu, bisa > jadi soft skill "katak" yang sedang berkembang biak. > Semoga tidak terjadi. Amin!*** > > Penulis, Lektor Kepala pada Jurusan Ilmu Administrasi > Negara FISIP Unpad serta Sekretaris LP3AN Unpad Bandung. > > > > ____________________________________________________________________________________Ready> > for the edge of your seat? Check out tonight's top picks on > Yahoo! TV. > http://tv.yahoo.com/ > > ----------------------------------------------------------------------------> > Hot News!!! > CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to > [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd > HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention > and Exhibition, > Bali Convention Center, 13-16 November 2007 > ----------------------------------------------------------------------------> > To unsubscribe, send email to: > iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id > To subscribe, send email to: > iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id > Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: > Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta > No. Rek: 123 0085005314 > Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) > Bank BCA KCP. Manara Mulia > No. Rekening: 255-1088580 > A/n: Shinta Damayanti > IAGI-net Archive 1: > http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net > Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi > --------------------------------------------------------------------- ___________________________________________________________ indomail - Your everyday mail - http://indomail.indo.net.id ---------------------------------------------------------------------------- Hot News!!! CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED] Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 ---------------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi ---------------------------------------------------------------------