Mohon tanggapannya, mengenai laporan singkat kajian landas kontinen di
luar 200 mil laut.
 
 
LAPORAN SINGKAT
 
KAJIAN LANDAS KONTINEN DILUAR 200 MIL LAUT
 
Disusun Oleh :
TIM TEHANA AHLI
 
 
JAKARTA
OKTOBER
2004
 
 
 
KATA PENGANTAR
 
Konvensi Hukum Laut International (UNCLOS) 1982, memberikan kesempatan
kepada negara pantai untuk melakukan tinjauan terhapat wilayah landas
kontinen hingga mencapai 350 mil laut dari garis pangkal. Berdasarkan
ketentuan UNCLOS jarak yang diberikan adalah 200 mil laut, maka sesuai
ketentuan yang ada di Indonesia berupaya untuk melakukan submisi
(submission) ke PBB mengenai batas landas kontinen Indonesia di luar 200
mil laut.
 
Dalam rangka ini, telah dibentuk Tim Landas Kontinen oleh Menteri Energi
dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dengan anggota dari berbagai lintas
disiplin. Sebagai tindak lanjut dari SK Menteri ESDM tersebut, disusun
tim kerja/tim tenaga ahli untuk memberikan masukan terhadap Tim Landas
Kontinen berdasarkan kajian-kajian sebagaimana terdapat di dalam Juklak
dan Juknis dari UNCLOS 1982 yang disusun oleh Commision On The Limits Of
The Continental Shelft (CLCS)
 
 
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
 
Pada 30 April 1987 di New York diadakan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS
- United Nation Convention on the Law of the Sea) III. Pada konferensi
ini telah disepakati pengaturan rejim-rejim hukum laut dan bagi
Indonesia pengakuan bentuk negara kepulauan yang diatur hak dan
kewajibannya merupakan keputusan terpenting.
 
Pengakuan dunia internasional ini, ditindaklanjuti dengan diterbitkannya
UU No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1985. Sejak diberlakukannya
undang-undang ini pada 31 Desember 1985, Indonesia terikat dalam
Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 (UNCLOS 1982), dan harus menjadi
pedoman dalam pembuatan Hukum Laut Internasional selanjutnya. Hal ini
mengatur tentang landas kontinen di atur di dalam Pasal 76.
 
Konsep landas kontinen ini, pertama kali diajukan oleh Amerika Serikat
pada Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1958. Pengajuan tersebut
pada saat itu selain merupakan strategi dalam menghadapi negara-negara
kepulauan yang mengajukan konsep negara kepulauan, juga disasari oleh
kepentingan untuk mengeksplorasi sumberdaya alam non hayati (minyak dan
gas bumi) yang sangat potensial terdapat pada lansa kontinen.
 
Mempertimbangkan permasalahan yang timbul akibat ketidakjelasan batas
landas kontinen pada UNCLOS I 1958, maka pada Konvensi Hukum Laut III
1982, masalah landas kontinen dijadikan salah satu agenda yang penting.
Dalam konvensi ini masalah landas kontinen kemudian dapat diselesaikan.
 
Secara posisi geografis dan kondisi geologis, Indonesia kemungkinan
memiliki wilayah yang dapat diajukan sesuai dengan ketentuan penarikan
batas landas kontinen di luar 200 mil laut. Kenyataan ini menjadi
tantangan para pemangku kepentingan dan profesi bidang terkait untuk
menelaah secara seksama kemungkinan-kemungkinan wilayah perairan landas
kontinen di luar 200 mil laut ini.
 
Mengingat batas pengajuan submisi atas batas landas kontinen di luar 200
mil laut hingga tahun 2009, Tim Tenaga Ahli yang terdiri dari Badan
Riset Kelautan dan Perikanan, BAKOSURTANAL, BPPT, Dishidros-TNI AL,
Puslitbang Geologi Kelautan - Departemen ESDM, BP Migas, Puslit
Geoteknologi - LIPI, HAGI, IAGI, dan Jurusan Teknik Geologi Universitas
Trisakti membahas secara mendalam permasalahan tentang penarikan batas
landas kontinen tersebut dikaitkan dengan kajianhukum yang berlaku, tata
cara pengajuan klaim, kebutuhan data serta kebutuhan survei. Pada tahap
ini dilaporkan hasil-hasil yang telah dicapai dan rencana kegiatan akan
dilakukan.
 
1.2. Maksud dan Tujuan
 
Maksud kegiatan yang dilakukan adalah melakukan kajian secara seksama
dalam rangka menanggapi dan menindaklanjuti kemungkinan submisi batas
landas kontinen Indonesia di luar 200 mil laut.
 
Adapun tujuan kegiatan yang dilakukan adalah :
1.      Persamaan persepsi penarikan batas landas kontinen di luar 200
mil laut baik ditinjau berdasarkan kaidah hukum, geologi, geofisika,
geodesi dan hidrografi
2.      kajian tentang keberadaan, kebutuhan dan analisis data sebagai
dasar pengajuan submisi landas kontinen Indonesia di luar 200 mil laut
3.      penyusunan dokumen hasil kajian yang berisikan rekomendasi untuk
submisi batas landas kontinen di luar 200 mill laut
4.      penyusunan rencana anggaran untuk survei dan analisis data dalam
rangka submisi landas kontinen di luar 200 mil laut.
 
II. LANDAS KONTINEN
 
Pengertian tentang Landas Kontinen terdapat pada Bab IV, Pasal 76 di
dalam UNCLOS 1982. Batas Landas Kontinen disebutkan "Landas Kontinen
suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah
di bawah permukaan yang terletak di luar lautteristorial sepanjang
kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi
kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal
darimana lebar laut teristorial di ukur, dalam hal pinggiran luar tepi
kontinen tidak mencapai jarak tersebut"
 
Landas kontinen dimana Indonesia mempunyai hak berdaulat atas kekayaan
alam yang ada, jaraknya dihitung sejauh 200 mil dari garis-garis pangkal
Nusantara Indonesia. Dalam hal landas kontinennya melebihi jarak
tersebut Indonesia memiliki palung untuk submisi batas landas
kontinennya di luar 200 mil laut, dengan persyaratan sebagai berikut :
a.      sejauh ketebalan batuan endapan paling kurang 1% dan jarak
terdekat ke foot of the continental slops, atau
b.      tidak lebih dari 60 mil dari kaki lereng tepian kontinen (foot
of the continental slope)
c.      kedua batas tersebut di atas tidak boleh melebihi 150 mil laut
dari garis-garis Nusantara
d.      100 mil dari garis kedalaman air 2500 m
 
III. DATA dan INTERPRETASI
3.1. Data Geologi
 
Batas Kontinen Margin Di Indonesia
Dari kajian Geologi, Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempeng
utama di dunia yang aktif bergerak satu terhadap yang lainnya, yaitu :
Lempang Indo-Australia yang relatif bergerak ke utara, Lempeng Pasific
yang relatif bergerak ke barat dan lempeng Eurasia yang relatif stabil.
Dan batas tersebut, tepian kontinen di wilayah Indonesia dapat
dimasukkan ke dalam tipe Andes hingga tipe busur kepulauan. Dalam tipe
Andes ini batas dari suatu kontinental margin sebagaimana diberikan di
dalam definisi yang di atas menunjukkan bahwa batas kontinental margin
dapat diukur pada kondisi foot of slope (kaki lereng benua) atau dalam
hal lainnya adalah pada adanya perubahan maksimum dari kemiringan lereng
benua. Hal yang paling utama di dalam tipe ini adalah paparan benua
adalah sempit dan biasanya kurang dari 200 mil.
 
Di lihat dari kondisi yang demikian maka secara batas geologi bagian
dari kontinen margin wilayah Indonesia yang di mulai dari sepanjang
Pantai Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Banda, Irian bagian Utara
dan Sulawesi serta Kalimantan dikelilingi oleh suatu aktif margin yang
merupakan pertemuan dari lempeng samudera dan lempeng kontinen. Batas
pertemuan lempeng ini atau disebut batas subduksi dapat dianggap sebagai
batas tepian kontinen di Indonesia.
 
III.2. Data Geofisika
3.2.1. Graviti
 
Data gravitasi untuk wilayah Indonesia diperoleh dari USGS dengan
menggunakan data satelit dan pengukuran langsung melalui kerjasama
penelitian geologi dan geofisika kelautan seperti data yang diperoleh
dalam penelitian GIGICS dan GINCO
 
Dari data tersebut menunjukkan harga anomali berkaitan dengan jenis
kerak yang mendasarinya. Batas dari kerak samudera dan kerak benua
dicirikan oleh adanya perubahan harga anomali dan merupakan batas dari
foot of slope (FOS)
 
3.2.2. Seismik
 
Kajian seismik di luar palung Sunda mulai dari Sumbawa sampai Sumatera
bagian utara didominasi oleh endapan tipis sedimen halus laut dalam
dipermukaan lantai samudera. Lapisan ini menutupi sedimen yang lebih tua
yang berumur mulai Neogen sampai Mesosoik serta batuan dasar berupa
kerak Samudera Lempeng India. Adanya indikasi endapan sedimen kaya
oksida Ferromangenes (DSDP 213) merupakan acuan untuk kajian lebih dalam
mengenai potensi sumberdaya alam di kawasan di luar 200 mil laut.
 
3.2.3. Batimetri
 
Dengan menggunakan data yang dibuat oleh Bakosurtanal maka dilakukan
perhitungan untuk menentukan posisi kaki lereng (foot of slope) dan
garis isobath 2500 meter.
 
3.2.4. Ketebalan Sedimen
 
Endapan sedimen dengan ketebalan 1% di kawasan terluar perairan NKRI
terdapat sekitar tekuk lereng sepanjang FOS di sisi di selatan Jawa dan
bagain barat pulau Sumatera serta di utara Papua Barat dan sisi timur
pulau Halmahera. Distribusi endapan dengan ketebalan 1% di sisi barat
Sumatera terutama di bagian propinsi NAD sangat lebar. Sedimen tersebut
kemungkinan besar berasal dari teluk Benggala dan sedikit dari kepulauan
Mentawai. Di selatan Jawa, kemungkinan sumber sedimen banyak berasal
dari pulau tersebut.
 
3.2.5. Rangkuman
 
dari data-data geologi, seismik, graviti dan batimetri yang telah
dipaparkan di muka maka terlihat bahwa batas landas kontinen Indonesia
yang ditentukan berdasarkan letak foot of slope (FOS) berdasarkan data
geologi, graviti dan batimetri menunjukkan bhawa batas tersebut berada
di dalam jarak 200 mil laut dari garis pangkal. Dengan demikian jika
dihitung dari jaraknya terhadap titik pangkal, maka seluruh batas
terluar kontinental margin wilayah Indonesia berada di dalam jarak 200
mil laut dari garis pangkal.
 
Adapun ketebalan yang dapat di lihat baik dari data global maupun data
seismik menunjukkan adanya ketebalan sedimen yang cukup tebal (900 -
3000 m) di luar jarak 200 mil laut pada lokasi di sebelah barat Pulau
Sumatera, selatan Pulau Sumba dan Utara Pulau Papua
 
IV. KESIMPULAN dan SARAN
4.1. Kesimpulan
 
dari hasil kajian geologi, geofisika dan batimetri yang telah dilakukan
di atas Konvensi UNCLOS 1982, pada Bab IV, Pasal 76, ayat 2, 3 dan 4
implementasinya di Indonesia dapat ditafsirkan dalam dua pengertian yang
berbeda, yaitu :
 
a.      interpretasi pertama mengacu pada pengertian jika batas terluar
landas kontinen yang ditentukan dari FOS berada lebih kecil dari 200 mil
laut maka tidak ada hak untuk submisi batas landas kontinen hingga 350
mil. Jika interpretasi ini yang dianut maka sebagai implikasinya
Indonesia tidak lagi memiliki kesempatan untuk melakukan submisi landas
kontinennya hingga 350 mil laut dari garis pangkal. Hal ini dikarenakan
seluruh wilayah FOS Indonesia berada di dalam garis 200 mil.
b.      Interpretasi kedua mangacu pada pengertian jika batas FOS
ditambah 1% ketebalan sedimen atau jarak FOS ditambah 60 mil, dan
jaraknya bisa melebihi 200 mil dan garis pangkal maka Indonesia memiliki
kemungkinan melakukan submisi. Dalam hal yang demikian daerah yang
memiliki potensi adalah di sebelah barat Aceh, selatan pulau Sumba dan
utara Pulau Papua.
 
4.2. Saran
 
Jika interpretasi ke dua di atas yang benar maka disarankan untuk
dilakukan pengambilan data seismik dan batimetri di daerah-daerah yang
menurut kajian awal ini memungkinkan untuk dilakukan submisi batas
landas kontinen, yaitu di sebelah barat Aceh, Selatan Pulau Sumba dan
Utara Pulau Papus.
 
V, REFERENCES
 
CCOP and IOC, 1980, International of Ocean Exploration Studies in East
Asia Tectonical and Resources (SEATAR). CCOP Project Office, p.257
 
Moore et al., 1980. Cruise Report Sonne Cruise SO-137, 2000.
Geoscientific investigations on the active convergence zone between the
east Eurasian and Indo-Australian Plates along Indonesia.
 
Santoso, A., Khalid., Nursugi., 2004. Delimitation of the outer limits
of continental shelf. National Coordinating Agency for Surveys and
Mapping.
 
UNCLOS 1982. Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut.
 

Kirim email ke