Mas Bambang,
Tepat sekali, pernah kejadian juga ribut antara orang lapangan dan orang 
kantor (yang nggak ke lapangan). Yang di lapangan bilang well-head (sumur 
lama) ada di sebelah barat bukit, sementara yang di kantor (berdasar citra 

radar) ngomong ada di sebelah timurnya...he...he..he..he..

Mengamati hasil plot kita waktu itu ada beberapa source yang membuat 
overlapping itu (jadi tidak semata-mata karena beda proyeksi), diantaranya 

:

- keterbatasan alat pada saat kontrak didefinisikan (bisa membayangkan toh 

'error'nya kalau batas blok-nya diturunkan dari peta skala kecil, secara 
manual lagi....)
- perbedaan peta dasar yang dipakai (tentunya ini urusan konsistensi)
- penggunaan batas alam (sungai, garis pantai etc yang ternyata berubah 
posisinya seiring dengan jalannya waktu)
- human error (typo, salah pick point etc)
- adanya pembulatan angka koordinat

Seperti kita ketahui batas blok itu didefinisikan dalam lat-long (bukan 
UTM atau x, y).  Kalau data itu diturunkan dari peta yang sama sejak dari 
awal, maka kesalahan harusnya akan sistematik (konsisten). Dengan demikian 

kalau diplot pada SATU peta dengan proyeksi yang SAMA, seharusnya tidka 
saling overlapping (kecuali karena kesalahan-kesalahan tersebut di atas).

Kesalahan tsb bisa sejak mulai waktu kontrak diteken atau pada saat 
relinquishment. Dan kita tahu semua ini dituangkan dalam 'legal document' 
yang kadang-kadang sampai level 'presidential decree', jadi TIDAK MUDAH 
untuk membetulkannya.......jadi kebanyakan coy 'melupakannya' dan berharap 

tidak akan ada 'dispute' karena ada discovery.

Sebagai hasil kesepakatan waktu forum explo di SBY tahun lalu beberapa hal 

sudah disepakati untuk mengurangi problem di masa depan (sedikit telat 
kali ya...industri minyak kita khan udah lewat 1 abad......) :

- menghindari penggunaan batas alam
- koordinat harus bulat dalam ukuran menit
- garis batas baru harus horizontal atau vertikal (tidak ada yang miring, 
kecuali untuk batas lama)
- pencantuman system geodesi pada kontrak2 baru

Yang paling parah ya terutama untuk data yang sifatnya diskret dan 
multiple source dari beberapa perusahaan (misalnya data lokasi 
sumur).........yang ini jelas susah untuk digaransi akurasinya karena 
masing-masing memakai system yang berbeda dan jarang sekali dijelaskan 
system apa yang dipakai dan parameter transformasinya...... (so far kita 
sudah identifikasi ada sekitar 25 geodetic system yang dipakai di 
Indonesia). Beda proyeksi bisa menghasilkan beda lokasi dari ukuran meter 
sampai ratusan meter (tergantung posisi relatif terhadap ekuator dan 
central meridiannya).


salam,

Kirim email ke