Orang Sunda yang menjadi geologist mungkin boleh berbangga sebab nama Sunda akrab di dalam terminologi geologi regional Indonesia (Indonesia Barat khususnya) dan nama ini juga sudah mendunia sebab nama Sunda muncul di literatur2 geologi nasional maupun internasional. Sebut saja Gunung Sunda (yang melahirkan Gunung Burangrang, Bukit Tunggul, Tangkuban Parahu), Sunda Strait seperti bahasan Kang Uun di bawah, Sundaland yang namanya paling mendunia dibandingkan unsur2 geologi dengan kata Sunda lainnya, Sunda Shelf -paparan Sunda bagian Sundaland, Sunda fold (terkenal di Sumatra sebagai struktur inversi) dan Great Sunda Barrier Reef. Menarik juga Kang Uun menghubungkan Salawati Basin dengan Sunda Strait, kesamaannya hanyalah mereka dipengaruhi elemen struktur besar di dekatnya (Sorong Fault untuk Salawati Basin) dan Sumatra-Ujung Kulon Fault untuk Selat Sunda. Sedimentasi cepat post-deformation-nya juga mungkin sama. Dalam pemahaman saya, asal Selat Sunda tak hanya akibat sesar2 mendatar besar di sebelah selatannya (itu hanya mempengaruhinya pada periode selanjutnya -Neogen Atas dan Plistosen); tetapi asal Selat Sunda punya hubungan ke rotasi-rotasi Sumatra dan Jawa. Masalah rotasi ini tak disebut2 dalam abstrak Susilohadi et al. (1998). Ada bukti paleomagnetik bahwa Sumatra terotasi searah jarum jam, sementara Jawa justru terotasi melawan arah jarum jam (Ninkovich, 1976; Sasajima, 1978 dan Haile, 1979 untuk Sumatra dan Ngkoimani et al., 2006 untuk Jawa). Sumatra dan Jawa menyambung di lokasi Selat Sunda sekarang sebelum Miosen Awal/Miosen Tengah. Mereka membentuk jalur yang lebih kurang berarah 300 deg NE. Ini bisa menunjukkan mengapa Blok Banten secara geologi, terutama Paleogennya, mirip sekali dengan geologi Paleogen Sumatra Selatan. Lalu karena suatu sebab (mestinya berhubungan dengan mantle plume), mulai retaklah sambungan itu, lalu Sumatra terputar searah jarum jam, dan Jawa memutar melawan arah jarum jam. Selat Sunda terbentuk dan sekaligus menjadi pivot point (titik puntir) - dari mana rotasi berasal. Karena dua pulau bergerak saling menjauh, maka retakan Selat Sunda tidak simetris : menyempit ke arah mendekati pivot point dan melebar ke arah menjauhi pivot point. Pivot point terletak di ujung timur laut Selat Sunda. Maka Selat Sunda berbentuk segitiga, dengan puncak di pivot point sebelah timurlaut dan melebar ke arah baratdaya yang merupakan kaki segitiga. Total rotasi Sumatra adalah 30-40 deg CW (clockwise) dari Miosen sampai sekarang (Ninkovich, 1976; Sasajima, 1978; Haile, 1979). Total rotasi Jawa dari Miosen-Plistosen adalah sekitar 40 deg CCW (counter-clokwise). Kedua pulau dulunya berposisi lebih selatan daripada sekarang. Bahwa Selat Sunda dipengaruhi sesar mendatar besar adalah benar, tetapi itu sejak Mio-Pliosen. Ini terjadi ketika Sesar Sumatra yang dextral melakukan overstep (pindah jalur menangga) lebih ke selatan dan menjadi sesar besar lain yang disebut Sesar Ujung Kulon yang juga dextral di selatan Selat Sunda sampai mendekati Palung Jawa (kadang2 disebut juga Palung Sunda). Karena Sesar Sumatra dextral dan Sesar Ujung Kulon pun dextral dengan trend paralel, dan Sesar Sumatra seperti turun tangga ke Sesar Ujung Kulon maka area di antara kedua sesar ini pada perpindahan jalur terdapat dogleg yang tajam. Dogleg ini menjadi area tension yang besar karena kedua sesar sama slip-nya. Dalam struktur geologi, pola relay struktur semacam ini disebut trans-tension duplex. Itulah yang menyebabkan graben-graben di Selat Sunda yang arahnya hampir utara selatan. Sebagian arah struktur di Jawa Barat, terutama yang Neogen, yang berarah utara-selatan (suka disebut trend Sunda) adalah berhubungan dengan trans-tension duplex di Selat Sunda.Tetapi arah2 struktur U-S yang Paleogen di Jawa Barat bagian utara dan Laut Jawa, dan di Banten Block tidaklah berhubungan dengan trans-tension duplex ini. Demikian sekilas kisah tentang asal muasal Selat Sunda dan evolusi strukturnya. Tentang potensi hidrokarbonnya, seperti yang ditanyakan Kang Uun, barangkali tak perlu mengaitkannya ke Salawati Basin, tetapi menjawab pertanyaan2 tersebut berikut ini pendapat saya. Dari data gayaberat (free-air gravity) yang ada (Handayani et al., 2008) diinterpretasikan Selat Sunda masih dominan berlokasi di kerak kontinen, tetapi di bagian selatannya masuk ke kerak transisi. Bila Salawati Basin seluruhnya di atas kerak kontinen. Tiga sumur eksplorasi pernah dibor Amin Oil di Selat Sunda tahun 1971-1976 (B-1 SX, C-1 SX, D-1 SX) dengan TD 5000 -9800 ft dan berakhir di Pliocene mudstone atau volkaniklastik. Ini menunjukkan bahwa Selat Sunda merosot dengan tajam dan rapid sedimentation pada Pliosen sehingga membuktikan bahwa trans-tension duplex hanya aktif di Neogen Atas. Apakah ada ekivalen Parigi reefs atau Middle Cibulakan carbonates ? Mungkin ada, tetapi akan sangat dalam (> 12,000 atau >15,000 ft sebab sekuen Pliosen-nya tebal sekali dan dalam). Reservoir presence bisa dikaji lagi bila kita punya data seismik baru yang bisa meresolusi reflektor di bawah 12,000 ft. Kualitasnya bisa dipertanyakan sebab reservoir itu akan ditutupi sedimen setebal minimal 12,000 ft. Di Selat Sunda mungkin gas hidrat belum muncul, tetapi gas biogenik mungkin sekali terbentuk yang bisa jadi gas2 pocket yang membahayakan drilling; kecuali kalau terperangkap dalam jumlah besar di sedimen Pliosen itu bisa lumayan untuk dikejar seperti di Selat Madura sampai utara Bali (ref Terang-Sirasun dan Maleo fields). Gas hidrat baru muncul di selatan Selat Sunda mendekati palung di kedalaman laut yang lebih dari 2000 m. salam, Awang
--- On Tue, 9/29/09, Ipong Kunwau <ipongkun...@yahoo.com> wrote: From: Ipong Kunwau <ipongkun...@yahoo.com> Subject: [Geo_unpad] Bls: Dari Great Sunda Barrier Reef ke real Sunda Straits [1 Attachment] To: geo_un...@yahoogroups.com Date: Tuesday, September 29, 2009, 2:24 PM [Attachment(s) from Ipong Kunwau included below] maaf, main referencenya ketinggalan. terlampir abstract dari papernya Susilohadi perihal Sunda Straits. kuntadi '86 Dari: Ipong Kunwau <ipongkunwau@ yahoo.com> Kepada: geo_un...@yahoogrou ps.com Terkirim: Selasa, 29 September, 2009 14:15:18 Judul: Dari Great Sunda Barrier Reef ke real Sunda Straits Great article Pak Awang..., thanks. Meminjam kata "Sunda" saya juga ingin mengajak teman2 utk mendiskusikan terbentuknya Sunda Straits yg terkait erat dengan Sesar Sumatra (dextral strike-slip fault), sekaligus membandingkannya dengan Cekungan Salawati yg terkait dengan Sorong Fault (sinistral strike-slip fault). Sekilas seismic data (GUINCO, 1998) shows a similar rapid thickenning of the Plio-Pleistocene sections such in the Salawati Basin, Papua. Here are the discussions: - However, Sunda strait grabens were formed earlier / older (in Late Miocene) than the Salawati Basin, which was formed by Plio-Pleisto Sorong Fault. - Both grabens (Sunda and Salawati) are still located on the continental crust? IS IT? - Salawati still has Kais reefal carbonates, where the Sunda strait is - unfortunately - located at the deeper marine (outer shelf / bathyal) settings of Late Miocene Parigi reefal limestones and Mid-Late Miocene Upper Cibulakan shallow marine sandstones, which were found to be well developed as the main producing reservoirs in the Offshore West Java acreage (now belongs to PHE Pertamina West Java). Reservoir presence & quality kill the HC potential in Sunda straits, IS IT? Lots of hydrates provides the drilling hazards too? IS IT? Kind regards, Kuntadi '86 Dari: Awang Satyana <awangsatyana@ yahoo.com> Kepada: IAGI <iagi-...@iagi. or.id>; Geo Unpad <geo_un...@yahoogrou ps.com>; Forum HAGI <fo...@hagi.or. id>; Eksplorasi BPMIGAS <eksplorasi_bpmigas@ yahoogroups. com> Terkirim: Senin, 28 September, 2009 07:57:20 Judul: [Geo_unpad] Great Sunda Barrier Reef Molengraaff dan Umbgrove adalah dua ahli geologi Belanda yang banyak menyelidiki paparan Sunda untuk pertama kalinya, khususnya geomorfologi dan kompleks terumbunya. Beberapa hasil penelitiannya telah dipublikasikan pada pertemuan2 ilmiah pada masa itu (misalnya Molengraff dan Weber, 1919 : ...the Origin of the Sunda Sea..., Proc. Konink. Akadem, Wetenschappen; Umbgrove, 1929 : De Koraalriffen der Duizend-Eilanden, Dienst Mijnbouw Ned. Indie). Menarik, bahwa Umbgrove (1929) mencantumkan “Soenda bariere rif” dalam petanya tentang batas Soendaland. Yang dimaksudkannya adalah sebuah jalur terumbu penghalang (barrier reef) yang kalau diukur secara kasar memanjang hampir 1200 km berarah baratdaya-timurlaut dari sebelah timur Kangean sampai Berau di sebelah utara Semenanjung Mangkalihat, Kalimantan. Apa yang disebut Umbgrove 80 tahun lalu itu, sekarang disebut “the Great Sunda Barrier Reef” oleh Tomascik et al. (1997) : The Ecology of the Indonesian Seas, Vol 1, hal. 583, Periplus Editions. Meskipun telah dikenal sejak 80 tahun yang lalu, ternyata publikasi detail tentang carbonate sedimentology Great Sunda Barrier Reef tidak banyak. Beberapa dari sedikit publikasi itu adalah publikasi dari ahli geologi marin terkenal zaman Belanda : Kuenen (1933) : Geology of coral reefs-The Snellius Expedition dan Kuenen (1947) : Two problems of marine geology : atolls and canyons, yang membahas terumbu Great Sunda Barrier Reef ini di ujung utaranya (sekitar muara Sungai Berau utara Mangkalihat) . Publikasi yang baru tentang terumbu jalur ini adalah dari geologists yang saat itu bekerja untuk Petrocorp Maratua Netherwood dan Wight (1993) : Structurally- controlled, linear reefs in a Pliocene-delta- front setting, IPA core workshop yang membahas area di sekitar pembahasan Kuenen (1933, 1947). Publikasi lain adalah dari para sedimentologist Total yang membahas Great Sunda Barrier Reef ini di bagian tengahnya (Paternoster) , Burollet et al. (1986) : Sedimentation and Ecology of the Paternoster Platform, East Kalimantan, IPA Proc. Buku guide menyelam di Indonesia yang cukup bisa diandalkan, yaitu Muller, ed. (1999) : Diving Indonesia, Periplus Guides - hanya mencantumkan dua tempat di jalur Great Sunda Barrier Reef yang suka dikunjungi para penyelam : yaitu Kangean-Sakala yang terletak di ujung selatan Great Sunda Barrier Reef dan Sangalaki-Maratua- Kakaban di ujung utara Great Sunda Barrier Reef. Demikian publikasi-publikasi yang ada, paling tidak sepengetahuan saya, yang sedikit banyak terkait dengan Great Sunda Barrier Reef. Great Barrier Reef paling terkenal di dunia, di sebelah timurlaut Australia, yang membujur sepanjang sekitar 2000 km telah digunakan sebagai laboratorium alam untuk belajar tentang carbonate sedimentology guna keperluan analogi modern karakteristik reservoir karbonat dalam eksplorasi dan produksi migas. Beberapa perusahaan minyak internasional (misalnya ExxonMobil) suka melakukan fieldtrip dan penelitian di beberapa pulau terumbu di dalam jalur Great Australian Barrier Reef ini. Beberapa ahli karbonat terkenal juga tidak jarang menjadikan Great Australian Barrier Reef ini sebagai wilayah penelitiannya (misalnya Toni Simo). Sejauh yang saya tahu, Great Sunda Barrier Reef tidak banyak/belum pernah mendapatkan kunjungan penelitian dari para ahli karbonat yang suka meneliti karbonat2 modern Indonesia (Wahyu Hantoro, Charles Jordan, Mark Longman, Robert Park, Moyra Wilson, dll.). Padahal, Great Sunda Barrier Reef mempunyai beberapa aspek yang mungkin tak dimiliki oleh Great Australian Barrier Reef. Yaitu, ada satu jalur terumbu penghalang bagian Great Sunda Barrier Reef di sebelah utara Paternoster Platform yaitu jalur terumbu penghalang Balabalagan yang persis duduk di atas jalur sesar besar yang masih suka aktif yaitu Adang-Paternoster Fault. Kemudian, di depan Cekungan Kutai dan di depan Cekungan Tarakan sebelah selatan (Muara Sub-Basin), terumbu di sini mesti berhadapan dengan sedimen silisiklastik yang begitu banyak yang dibawa sungai-sungai besar dari Kalimantan. Bagaimana terumbu2 penghalang ini menyesuaikan diri terhadap input sedimen tersebut merupakan kisah unik tersendiri. “Delta-front barrier reef” adalah satu istilah dari Tomascik et al. (1997) yang digunakan untuk menerangkan kejadian terumbu penghalang di suatu wilayah di dalam jalur Great Sunda Barrier Reef khususnya di sebelah selatan Tarakan. Kuenen (1947) menyatakan bahwa Berau Barrier Reef (Berau adalah nama suatu wilayah –sungai, delta, di sebelah utara Mangkalihat, Kalimantan Timur) berkembang sekitar 10 km dari Delta Berau. Kehadiran suatu delta-front barrier reef yang mengartikan bahwa kompleks terumbu ini berkembang di suatu wilayah yang banyak input sedimennya seperti delta bertentangan dengan teori klasik yang banyak dipercaya, yaitu bahwa terumbu karang (coral reefs) tidak berkembang di wilayah dengan lingkungan pantai yang keruh karena banyak sedimen dan low-salinity. Memang teori tersebut benar adanya, tetapi mengapa di wilayah Berau yang dekat dengan sungai besar ini bahkan fringing reef, patch reef laguna, dan barrier reef dapat berkembang dengan baiknya ? Tomascik et al. (1997) menemukan alasannya : yaitu karena coastline geomorphology dan circullation patterns di wilayah tersebut. Arus pantai yang kuat (>50 cm/detik) dan banyaknya kejadian upwelling di sepanjang tepi Berau Barrier Reef yang menghadap ke laut berperan penting dalam kejadian kompleks terumbu di lingkungan kaya sedimen ini. Arus pantai yang kuat dan upwelling ini telah berperan membersihkan sedimen dan memasok nutrisi sehingga koral bisa membangun struktur terumbu. Balabalagan Reef di jalur tengah Great Sunda Barrier Reef merupakan deretan terumbu penghalang yang tidak terputus sepanjang 75 km. Kompleks terumbu ini berkembang 120-150 km di lepas pantai dari pantai terdekat (Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan). Terumbu penghalang Balabalagan ini membentuk jalur BL-Tenggara mengikuti tepi paparan utara-timurlaut Paternoster. Paternoster adalah tinggian tua (paleo-high) dan merupakan mikrokontinen asal Gondwanaland yang mengakresi Kalimantan bagian selatan pada Kapur Akhir. Tepi utara-timurlaut paparan ini sangat kontras dalam batimetri Selat Makassar yaitu membelokkan kontur batimetri secara tajam dan membatasi Cekungan Makassar Utara dan Makassar Selatan. Tepi utara paparan ini sekaligus merupakan jalur sesar besar Adang-Paternoster. Di sisi ini juga terumbu penghalang Balabalagan berkembang. Burollet et al. (1986) mempelajari dengan detail carbonate sedimentology beberapa pulau terumbu dan laut di sekitarnya di jalur terumbu penghalang Balabalagan ini. Publikasi ini mengkompilasi semua penelitian Total Indonesie dan kerja sama geomarin Indonesia-Prancis melalui core sampling dan dredging serta semua analisisnya. Tiga pulau terumbu mendapatkan perhatian yang lebih detail sehingga dapat dibangun model sedimentologinya, ketiga pulau itu adalah : Seturian, Samataha dan Sebangkatan. Metode penelitian Burollet et al. (1986) ini sama dengan metode2 penelitian sedimentologi karbonat modern yang dilakukan di Great Australian Barrier Reef. Terumbu2 ini dibangun oleh fragmen koral, ganggang merah, moluska dan foraminifera. Inter-reef channels disusun oleh sedimen foraminifera bentonik, ganggang hijau, briozoa, ekinodermata dan moluska. Agak ke dalam dari tepian, sedimen disusun oleh halimeda (ganggang kapuran). Lingkungan yang agak dalam seperti Masalima di sebelah selatan Paternoster disusun oleh foraminifera planktonik atau glaukonit. Fasies ini sering juga dipotong oleh sedimen turbidit yang terbuat dari shallow calcarenites, benthic forams dan algal debris. Karena penelitiannya detail dengan melakukan core sampling, dredging dan analisis mikropaleontologi yang banyak; Burollet et al. (1986) dapat mengembangkan model reef flats di beberapa pulau yang ditelitinya, misalnya yang paling terkenal adalah Pulau Seturian yang menurut mereka disusun oleh 10 fasies : tidal flat with living corals, tidal flat with dead coral accumulation, mega ripples made of coral fragments, beach rock, beach sand, large sand ripples, deeps, intertidal plain with living algae and corals, gully, dan lows zoososters and corals. Model fasies terumbu semacam Seturian akan dijadikan analog untuk terumbu purba Paleogen-Neogen yang menjadi target eksplorasi migas. Paparan Paternoster dengan luas area sekitar 40.000 km2, homogen, sangat datar, di wilayah tropis, kedalaman 30-60 m, ditutupi oleh laut paparan (epeiric sea), dipotong oleh arus-arus yang aktif, dan langsung dibatasi ke sebelah utara dan timurnya oleh dalaman Selat Makassar sebelah utara dan selatan yang akan memicu terjadinya upwelling, sangat ideal untuk perkembangan terumbu karang. Ini sudah dibuktikan dengan tumbuhnya terumbu penghalang yang membentuk tidal flats dan pulau-pulau karang di sepanjang sisi utara, timur dan tenggara. Demikian sekilas tentang terumbu-terumbu penghalang di jalur the Great Sunda Barrier Reef yang sekali lagi secara regional memanjang sekitar 1200 km dari baratdaya di Kangean-Sakala sampai timurlaut di Berau sebelah utara Mangkalihat. Kalau kita menyadarinya, sesungguhnya the Great Sunda Barrier Reef adalah tempat sangat penting untuk belajar tentang terumbu, khususnya terumbu penghalang dan segala aspeknya. Salam, Awang Pemerintahan yang jujur & bersih? Mungkin nggak ya? Temukan jawabannya di Yahoo! Answers! Terhubung langsung dengan banyak teman di blog dan situs pribadi Anda? Buat Pingbox terbaru Anda sekarang! __._,_.___ Attachment(s) from Ipong Kunwau 1 of 1 File(s) SundaStraits Geology.ppt Messages in this topic (1) Reply (via web post) | Start a new topic Messages | Files | Photos | Links | Database | Polls | Members | Calendar Please Visit Our Website @ http://geounpad.ac.id/ and Our Forum @ http://forum.geounpad.ac.id/ Moderators: Budhi Setiawan '91 <bu...@wgtt.org> Edi Suwandi Utoro '92 <edsu...@chevron.com> Sandiaji '94 <sandi...@elnusa.co.id> Wanasherpa '97 <wana.she...@total.com> Satya '2000 <tri.nugr...@medcoenergi.com> Andri'2004 <andri_ma...@yahoo.com> Change settings via the Web (Yahoo! ID required) Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe Recent Activity Visit Your Group Give Back Yahoo! for Good Get inspired by a good cause. Y! Toolbar Get it Free! easy 1-click access to your groups. Yahoo! Groups Start a group in 3 easy steps. Connect with others. .. __,_._,___