Ini lanjutan cerita saya tentang seminar "Geologi Sulawesi dan Prospeknya" yang 
diadakan oleh IAGI Pengda Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat 
dan Sulawesi Tengah serta Panitia Seminar yang terutama berasal dari civitas  
academica Universitas Hasanuddin  pada hari Sabtu 3 Oktober 2009 di Hotel 
Horison, Makassar (Ujung Pandang). 


Panitia telah menghadirkan materi2 yang bervariasi tentang geologi Sulawesi 
ditinjau dari berbagai aspeknya beserta prospek2-nya, yaitu sbb. : 

- Geologi Sulawesi : Dr. Rab. Sukamto  (mantan peneliti geologi P3G) 
-presentasi kunci
- Geodinamika Sulawesi : Dr. Safri Burhanuddin (UNHAS, Kementerian Kelautan RI)
- Geologi Kuarter Sulawesi : Kris Budiono, M.Sc. (Badan Geologi)
- Kebencanaan Geologi Sulawesi : Dr. Haryadi Permana (LIPI)
- Stratigrafi Sulawesi Selatan : Dr. Djuhaeni (ITB)
- Cekungan Sedimen dan Prospek Hidrokarbon Sulawesi : Awang Satyana (BPMIGAS)
- Basement Geology Sulawesi : Dr. Ade Kadarusman (PT INCO)
- Magmatisme dan Volkanisme Sulawesi : Dr. Bambang Priadi (ITB)
- Metalogeny dan Sumberdaya Mineral Sulawesi : Dr. Arifudin Idrus (UGM)

Dalam posting artikel yang terpisah, saya telah menceritakan presentasi kunci 
yang dibawakan oleh Pak Rab Sukamto, sesepuh geologi Sulawesi Selatan. Berikut 
ini adalah ringkasan setiap pembicaraan yang dibahas di dalam seminar tersebut.


Pak Safri Burhanuddin dalam presentasi berjudul "Evolusi Geodinamika Sulawesi" 
membahas terbentuknya Pulau Sulawesi berdasarkan evolusi geodinamika di 
Indonesia Timur. Data yang digunakan berasal dari hasil-hasil riset geomarin 
kerja sama Indonesia dengan Prancis, Australia dan Jerman dalam beberapa 
periode sejak 1990-2005. Publikasi-publikasi terdahulu diacu juga dalam 
presentasi ini. Menurut Pak Safri, evolusi geodinamika Sulawesi dan Indonesia 
Timur sudah dimulai sejak zaman Karbon. Diidentifikasi bahwa Indonesia Timur 
dibangun oleh enam mikroblok/terrane/mintakat, lima di antaranya berasal dari 
pecahan Gondwana (disebut : Kolonodale, Seram, Banggai-Sula, Lusipara dan 
Timor) dan satunya lagi merupakan blok asal Lempeng Pasifik (Halmahera). 
Penggolongan menjadi mintakat-mintakat tersebut berdasarkan kesamaan dan 
kekhasan runtunan batuan. Pulau Sulawesi merupakan mozaik (amalgamasi) lima 
mintakat (Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Kolonodale, Lusipara dan
 Banggai-Sula). Saya yakin bahwa Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara bukan 
merupakan mintakat asli Indonesia Timur.  Berdasarkan rekonstruksi 
paleotektonik yang ditampilkan sejak Trias -Resen terlihat bahwa periode utama 
pembentukan  Pulau Sulawesi terjadi pada periode Miosen Tengah - Pliosen Tengah 
(15-3,5 Ma). Berdasarkan rekonstruksi tersebut, diperkirakan bahwa 
mikrokontinen Buton membentur Sulawesi pada 13 Ma dan mikrokontinen Banggai 
membentur Sulawesi pada 3,5 Ma. Hal lain yang menarik adalah bahwa Sulawesi 
dikelilingi oleh tujuh cekungan laut dalam (>2000 m) yaitu Laut Sulawesi, Selat 
Makassar, Laut Flores,  Teluk Bone, Laut Banda, Laut Maluku dan Teluk Tomini.


Setelah para peserta seminar melihat  waktu ratusan juta tahun, Pak Kris 
Budiono membawa para peserta ke waktu kini yang merupakan hasil proses geologi 
Kuarter. Dalam presentasi berjudul "Geologi Kuarter Kawasan Darat dan Laut 
Pulau Sulawesi", Pak Kris mengawali pembahasannya tentang definisi geologi 
Kuarter. Geologi Kuarter membahas : dinamika perubahan endapan Kuarter 
(misalnya perubahan garis pantai), sebaran endapan Kuarter yang berpotensi 
sumberdaya termasuk airtanah, kemampuan daya dukung fisik endapan Kuarter untuk 
wilayah penghunian manusia maupun industri, juga melakukan prediksi tentang 
kemungkinan perubahan fisik pada masa mendatang.  Karena posisi Sulawesi 
penting dalam hal vertebrata Plistosen-Holosen dan merupakan pulau utama yang 
membuat Alfred Wallace menorehkan garis biogeografinya yang terkenal itu, Pak 
Kris membahas sedikit pembagian fauna Kuarter di Sulawesi Selatan berdasarkan 
penyelidikan ahli vertebrata van den Bergh (1999).
 Kemudian berdasarkan pemetaan geologi Kuarter , geomorfologi dan geomarin, Pak 
Kris menampilkan contoh-contoh proses geologi Kuarter terutama sedimentasi di 
area Menado, Gorontalo, Teluk Tomini, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, tepi 
timur Selat Makassar, Kepulauan Banggai, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi 
Selatan. Pak Kris juga menunjukkan contoh proses geologi Kuarter yang 
berhubungan dengan bencana, yaitu tsunami yang pernah terjadi di Toli-Toli (1 
Januari 1996). Pak Kris juga berkali-kali menekankan agar proses-proses geologi 
Kuarter hendaknya dijadikan peringatan dini sesuai yang pernah dikatakan Alm. 
Pak Katili kepada Pak Kris. Misalnya, Lembah Palu merupakan sesar aktif yang 
saat bergerak bisa menimbulkan bencana sebab bersinggungan dengan manusia yang 
tinggal di puluhan desa sepanjang sesar besar ini. Seharusnya rumah-rumah 
disitu dibangun agar tahan gempa, atau lebih baik lagi bila dihindari membangun 
di situ. Tetapi, tanda-tanda alam ini
 kelihatannya tidak dipedulikan, demikian Pak Kris mengambil contoh.


Lebih jauh tentang kebencanaan geologi Sulawesi disampaikan oleh Pak Haryadi 
Permana dalam presentasi berjudul, "Potensi Bencana Alam Geologi Sulawesi, 
Indonesia : Belajar dari Gempa Tasik dan Padang, 2009". Pak Haryadi mengatakan 
bahwa proses2 geologi yang menimbulkan bencana sebenarnya adalah proses-proses 
normal saja, tetapi ketika proses2 ini bersinggungan dengan area pemukiman 
manusia maka proses geologi ini menjadi bencana. Bencana geologi juga dapat 
dipicu oleh ulah manusia, misalnya tanah longsor (akibat penggundulan hutan).  
Pak Haryadi menekankan bahwa penting sekali mencatat dengan detail semua 
kejadian bencana ini sebab bencana alam geologi merupakan proses berulang, 
sehingga bila catatan sejarah bencana di suatu area lengkap hal itu akan sangat 
berguna untuk keperluan mitigasi bencana alam. Kondisi geologi Sulawesi yang 
dipotong banyak sesar mendatar besar (misalnya Sesar Palu-Koro, Matano, 
Lawanopo) adalah kondisi yang berbahaya sebab
 sesar2 besar ini kerap diaktifkan kembali oleh gempa yang terjadi di 
sekitarnya. Suatu gerakan segmen kerak Bumi, biasa saja buat Bumi, tetapi 
menebar bencana buat manusia yang tinggal di atasnya.  Beberapa gempa besar 
yang pernah tercatat di Sulawesi misalnya :  utara Palu (1938/7,9 Mw, 1998/7,2 
Mw), Toli-Toli (1996/7,9 Mw), selatan Gorontalo (1939/8,6 Mw), Pulau Banggai 
(2000/7,6 Mw) dan di timur Kendari (2001/7,6 Mw).  Sulawesi yang dikelilingi 
laut-laut dalam itu juga berpotensi tsunami, misalnya yang pernah terjadi di 
Pasangkayu (1968) dengan run-up (ketinggian gelombang tsunami) 10 m, di Majene 
(1969) dengan run-up 4 m, Toli-Toli (1994) dengan run-up 3,5 m, di Banggai 
(2000) dengan run-up 5 m. Suatu letusan gunungapi bawahlaut pada tahun 1871 di 
sekitar Sangihe bahkan pernah menimbulkan gelombang tsunami sampai setinggi 
25m. Pak Heryadi juga membahas bencana longsor yang frekuensinya lebih sering 
terjadi, tetapi dengan korban yang relatif lebih
 sedikit dibandingkan dengan korban gempa dan tsunami. Beberapa daerah rawan 
longsor di Sulawesi adalah : kawasan perbukitan Enrekang, Mamasa, 
Lompopana-Nokilalaki (Palu), Malino (Toli-Toli) dan kawasan perbukitan 
Buloli-Gorontalo. Penggundulan hutan di wilayah2 perbukitan tentu akan sangat 
mudah memicu longsor. Tentang bencana karena gunungapi, area bahaya berkumpul 
di Sulawesi Utara-Sangihe sebab saat ini gunungapi2 aktif Sulawesi terdapat di 
sini, misalnya : Soputan, Lokon-Empung, Mahawu, Karangetang, Banuawuhu dan Awu. 
Gunung Colo di Teluk Tomini pun merupakan geohazard tersendiri bagi penduduk 
yang tinggal di sekitarnya. Pak Heryadi juga menyampaikan pengalaman2-nya 
bagaimana susahnya mengkomunikasikan masalah kebencanaan geologi ini kepada 
pemerintah daerah sebab informasi yang disampaikan pada umumnya kurang mendapat 
tanggapan serius. 


Setelah istirahat makan siang, seminar dilanjutkan kembali oleh presentasi Pak 
Djuhaeni tentang stratigrafi Sulawesi Selatan. Pak Djuhaeni menampilkan 
presentasi berjudul, "Stratigrafi Sulawesi Selatan : Kesebandingan dan 
Tektonostratigrafi". Yang dimaksudkan dengan kesebandingan di sini adalah 
perbandingan antara stratigrafi Sulawesi Selatan dengan stratigrafi 
cekungan-cekungan sedimen di Indonesia Barat, khususnya Cekungan Barito dan 
Cekungan Jawa Timur. Ternyata perbandingan ketiga cekungan ini menunjukkan 
banyak kesamaan sehingga bisa disebandingkan. Dengan Cekungan Barito, Sulawesi 
Selatan memiliki kemiripan stratigrafi pada Paleogen, dengan Cekungan Jawa 
Timur, Sulawesi Selatan mempunyai kemiripan Paleogen-Neogen. Perbandingan 
stratigrafi ini disebandingkan menurut pembagian tektonostratigrafinya 
(pre-rift, syn-rift, post-rift, syn-inversion/syn-orogen). Pak Djuhaeni mulai 
dengan membandingkan sekuen pre-rift Langi volcanics (Paleosen-Eosen Atas)
 dengan Jatibarang di Jawa Barat, Lahat di Sumatra Selatan, Manunggul di 
Barito, dan Eocene volcanics di BD Ridge Jawa Timur. Apakah Langi volcanics 
berhubungan menjemari dengan Malawa atau Tonasa di Sulawesi merupakan problem 
tersendiri yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Sekuen syn-rift Malawa 
(Eosen-Oligosen) Malawa di SulSel dapat disebandingkan dengan Ngimbang di Jawa 
Timur, Tanjung di Barito, Pre-TAF dan TAF di Jawa Barat, Lemat di SumSel dan 
Toraja di SulSel bagian utara. Sekuen ini umumnya mengandung banyak kuarsa  dan 
tak mengandung tuf. Sekuen ini terkenal sebagai source rocks yang baik karena 
mengandung lapisan batubara dan serpih karbonan. Sekuen post-rift Oligo-Miosen 
di Sulawesi disusun oleh batugamping Tonasa/Makale yang sebanding dengan 
batugamping Ngimbang-CD-Kujung di Jawa Timur dan batugamping Berai di Barito. 
Mulai pada Miosen Tengah, saat sedimen Kalimantan didominasi endapan delta, 
stratigrafi SulSel didominasi oleh endapan
 volkanik turbidit Camba/Enrekang. Manurut Pak Djuhaeni, endapan volkanik 
turbidit ini bisa disebut sekuen pre-orogen, yang sebanding dengan endapan 
turbidit OAF (Old Andesite Formation) di Jawa Selatan (misalnya Fm.  Semilir, 
Nglanggran, Sambipitu), Kerek dan Banyak di Palung Kendeng, atau Rambatan dan 
Halang di Palung Bogor. Masih di sekuen pre-orogen, terdapat batugamping 
terumbu Tacipi di Sengkang, yang bisa disebandingkan dengan batugamping 
Wonosari/Pacitan, Jonggrangan atau Kapung di Gunung Kidul Jawa. Stratigrafi 
Sulawesi Selatan kemudian ditutup  oleh endapan molas Walanae yang 
konglomeratik dan punya fragmen dari batuan2 pre-rift sampai pre-orogen. Pak 
Djuhaeni tak menunjukkan kesebandingan ke formasi lain, tetapi saya pikir ini 
bisa disebandingkan dengan Formasi Dahor (Pliosen) di Cekungan Barito yang 
konglomeratik dan punya fragmen dari batuan dasar Meratus sampai Warukin yang 
deltaik. Sebagai seorang ketua Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia
 (SSI), Pak Djuhaeni berpesan kepada para mahasiswa untuk meneliti stratigrafi 
SulSel dan Komisi SSI akan mengevaluasinya sesuai rambu-rambu dalam SSI 1996. 
Presentasi Pak Djuhaeni ini dapat menunjukkan bahwa  Sulawesi Selatan secara 
geologi memang bagian Sundaland sebab stratigrafinya dapat disebandingkan 
dengan stratigrafi cekungan-cekungan yang berkembang di Sundaland.


Giliran selanjutnya presentasi di dalam seminar ini adalah presentasi yang saya 
bawakan. Sesuai dengan tema yang diminta Panitia, saya memberi judul presentasi 
tersebut, "Sulawesi : Cekungan Sedimen dan Prospektivitas Hidrokarbon". Sebelum 
memulai presentasi, saya mengatakan bahwa geologi Sulawesi tidak lah negatif 
yang menyebabkan bencana saat proses2-nya bersentuhan dengan manusia. Proses 
geologi bersifat normal, saat bersentuhan dengan manusia ia memang relatif 
negatif kalau menjadi bencana, tetapi proses yang sama juga bisa relatif 
positif karena membentuk sumberdaya energi dan mineral yang bermanfaat. 
Proses-proses geologi yang telah dialami Sulawesi sepanjang evolusinya telah 
membentuk Sulawesi sedemikian rupa sehingga saat ini mempunyai belasan cekungan 
sedimen yang telah terbukti menghasilkan atau berpotensi hidrokarbon.  Kemudian 
saya menunjukkan peta akumulasi hidrokarbon dan rembesan minyak dan gas di 
Pulau Sulawesi, pulau-pulau di sekitarnya
 dan laut-laut dalam sekitarnya. Semuanya itu membuktikan bahwa di Sulawesi dan 
sekitarnya telah ada generasi hidrokarbon yang kemudian bermigrasi ke 
perangkap2, sebagian kecil naik sampai ke permukaan dan menjadi rembesan, 
sebagian lagi telah teridentifikasi perangkap2-nya dan dibor lalu menjadi 
lapangan yang produktif. Kemudian saya membahas sedikit tentang geologi 
Sulawesi dan cekungan-cekungan sedimen yang terbentuk berdasarkan beberapa 
klasifikasi. Sampai saat ini dari belasan cekungan sedimen di Sulawesi dan 
sekitarnya, ada dua cekungan yang produktif, yaitu Cekungan Banggai yang 
memproduksi minyak dari lapangan Tiaka dan akan menyusul produksi gas dari 
lapangan Senoro; cekungan produktif lainnya adalah Cekungan Bone di daerah 
Sengkang yang memproduksi gas dari kompleks lapangan  Kampung Baru.  Sebelum 
membahas lebih detail setiap wilayah, saya menunjukkan status eksplorasi dan 
produksi hidrokarbon di Sulawesi. Setelah mulai dikerjakan secara
 sistematik sejak awal 1970-an melalui kontrak2 PSC,  sampai saat ini telah ada 
sekitar 135 sumur eksplorasi (wildcat dan delineasi) dibor di delapan cekungan  
sedimen di Sulawesi.  Sebanyak 32 sumur di antaranya menemukan hidrokarbon, 
sehingga success ratio-nya 24 %. Ini SR rata2 sebab di cekungan2 yang terbukti 
produktif yaitu di Cekungan Bone dan Banggai, SR-nya masing-masing 56 dan 54 %. 
Saat ini di Sulawesi dan sekitarnya sedang beroperasi 18 blok migas dengan 
operator2 perusahaan2 internasional maupun nasional. Kemudian saya melanjutkan 
pembahasan yang lebih detail ke setiap area cekungan sedimen di Sulawesi 
membahas petroleum system dan play types-nya berdasarkan data dipublikasi 
maupun tak dipublikasi, yaitu area : Sulawesi Selatan-Barat, Selat Makassar, 
Teluk Bone, Buton-Banggai, Teluk Tomini, dan Laut Sulawesi. Secara ringkas, 
saya menyimpulkan bahwa Sulawesi mempunyai sejarah geologi dan tektonik yang 
rumit, disusun oleh fragmen-fragmen
 tektonik yang semula saling terpisah. Lengan Utara dan Laut Sulawesi : busur 
magmatik Kuarter, aktif, potensi hidrokarbon kecil.  Lengan Timur dan Lengan 
Tenggara : fragmen-fragmen mikrokontinen yang berasal dari benua Australia, 
menempati posisinya sekarang melalui benturan sejak Miosen Tengah. Wilayah ini 
memiliki lapangan minyak dan gas (Cekungan Banggai) dan deposit aspal (Buton). 
Potensi masa depan : menengah.  Lengan Selatan : bagian timur Sundaland, 
mempunyai lapangan gas (Sengkang) dan ditemukan banyak rembesan minyak dan gas; 
merupakan wilayah Sulawesi yang paling banyak dieksplorasi untuk kemungkinan 
potensi hidrokarbonnya. Potensi masa depan : menengah.  Selat Makassar, Teluk 
Bone dan Teluk Tomini : data seismik dan pemboran terbaru menunjukkan bahwa 
potensi wilayah-wilayah ini dapat : menengah-tinggi.


Presentasi berikutnya adalah presentasi tentang basement geology yang dibawakan 
oleh Pak Ade Kadarusman, berjudul "Basement Rocks in Sulawesi". Pak Ade memulai 
presentasinya dengan menjelaskan apa hakikat atau definisi basement atau batuan 
dasar itu. Intinya adalah bahwa basement itu harus merupakan batuan metamorf 
atau batuan beku yang merupakan kompleks batuan di bawah lapisan batuan sedimen 
di suatu area dan berumur lebih tua daripada batuan sedimen itu. Karena 
Sulawesi secara tektonik lempeng merupakan tepi aktif (ada penunjaman dan 
benturan), maka Pak Ade menerangkan tipe basement di active margin yang 
menurutnya bisa dibagi menjadi tiga : continental basements (e.g. cratons, 
continental shelf, continental fragments, etc), convergent plate boundary 
products (e.g. island arc, active continental margin, accretionary-collisional 
complexes, etc) dan oceanic crust basement (e.g. marginal basin, ophiolite 
complex, etc). Menurut Pak Ade, lebih dari 60 %
 geologi permukaan Sulawesi disusun oleh basement. Pak Ade kemudian lebih 
detail menerangkan tipe-tipe singkapan basement di setiap wilayah Sulawesi. 
Penjelasannya dimulai dengan basement di Jalur Volcano-Plutonic Arc West dan 
North Sulawesi,   yang basement-nya dikelompokkan menjadi kompleks : Bantimala 
Complex, Metamorphic Complex (Palu, Karossa, Malino), Latimojong Formation 
(+Malino Fm. ?). Kemudian Central Sulawesi Metamorphic Belt, yang basement-nya 
dikelompokkan menjadi : high-pressure Pompangeo Belt (termasuk Mekongga Block 
di Lengan Tenggara), Peluru melange complex dan Mesozoic Sandstones dan 
Limestones (low-grade metamorphism). Kompleks basement selanjutnya adalah East 
Sulawesi Ophiolite Belt, sebuah kawasan singkapan ofiolit paling luas di 
Indonesia. Basement yang lain adalah basement yang menyusun mikrokontinen 
Banggai-Sula dan Buton Tukang Besi. Pada akhir presentasinya, Pak Ade 
menyatakan bahwa mempelajari basement juga penting eksplorasi
 hidrokarbon, base metals & gold/copper, lateritic weathering deposits (Ni, Al, 
Fe, Co), gemstone dan geothermal energy.


Presentasi kemudian dilanjutkan oleh Pak Bambang Priadi tentang magmatisme dan 
volkanisme Sulawesi Barat. Dalam presentasi berjudul, "Volkanisme 
Tersier-Kuarter di Lengan Barat Sulawesi", Pak Bambang mulai dengan 
prinsip-prinsip volkano-tektonik berdasarkan petrokimia batuan volkanik, yang 
pada intinya menunjukkan bahwa setiap tataan tektonik tertentu mempunyai 
kelompok batuan volkanik tertentu. Berdasarkan hal inilah maka jalur busur 
volkanik Sulawesi Selatan-Sulawesi Utara diuraikan : batuan volkanik ini hasil 
proses tektonik ini, batuan volkanik itu hasil proses tektonik. Pada setiap 
periode tektonik, ada kelompok batuan magmatik dan volkanik yang dihasilkannya. 
Pada saat ini, semua kelompok batuan magmatik-volkanik itu sudah bertumpang 
tindih secara rumit. Berdasarkan metode petrokimia dan pengukuran umur absolut, 
maka proses-proses evolusi volkano-tektonik yang telah dialami Sulawesi bisa 
diketahui. Menurut Pak Bambang, volkanisme Sulawesi bisa
 dibedakan menjadi tiga periode. Pertama, Sulawesi mulai dengan volkanisme 
toleiitik yang berhubungan dengan pembukaan marginal basin (non-subduction) 
pada 150-40 juta tahun yang lalu (Ma) (volkanik Lamasi dan Kalamiseng). Kedua,  
pada 60-18 Ma mengalami volkanisme kalk-alkali yang berhubungan dengan suatu 
penunjaman menghasilkan volkanik Bua (60 Ma) dan beberapa intrusi sampai umur 
lebih muda (18 Ma). Ketiga, volkanisme yang terjadi lebih muda daripada 15 Ma 
yang secara petrokimia  bisa dibedakan menjadi tipe kalk-alkali potasik (KAP) - 
zone Palu-Tolitoli : 9,5 - 0 Ma, tipe potasik/shoshonitik (SH) - zone 
Makassar-Toraja : 13 / 11 - 0 Ma, dan tipe kalk-alkali (KA) - zone Manado : 18 
/ 9 - 0 Ma. Zone Palu-Tolitoli secara geodinamika menunjukkan suatu 
collision-related magmatism, zone Makassar-Toraja menunjukkan post-subduction 
magmatism dan zone Manado menunjukkan subduction-related magmatism. 


Presentasi terakhir dalam seminar ini disampaikan oleh Pak Arifudin Idrus yang 
membahas masalah kejadian mineralisasi di Sulawesi, khususnya di Sulawesi 
bagian barat. Pak Arifudin membawakan presentasi berjudul, "Hydrothermal Ore 
Mineral Resources Potential along Western Sulawesi Neogene Magmatic Arc : A 
Metalogenesis Review".  Mengikuti pembagian dari Soeria-Atmadja dkk. (1999), 
Sulawesi bagian barat dapat terbagi menjadi tiga mandala magmatisme yang akan 
mempengaruhi mineralisasi, yaitu  : (1) South Sulawesi: K-alkaline-shoshonitic 
(AK-SH), (2) Central Sulawesi: high-K calc-alkaline (KCA) dan (3) North 
Sulawesi-Sangihe: low-K-normal calc-alkaline (TH-CA). Pak Arifudin kemudian 
menyajikan kasus-kasus mineralisasi di Sulawesi bagian barat di setiap mandala 
magmatisme di atas. Kasus mineralisasi North Sulawesi meliputi : porphyry Cu-Au 
deposit,  Carlin-type sediment hosted Au deposit, high sulphidation epithermal 
Au-(Cu)-Ag veins, dan low sulphidation
 Epithermal Au-(Ag) veins. Kasus mineralisasi Central Sulawesi berupa porphyry 
Mo (molibdenum) deposit. Kasus mineralisasi South Sulawesi meliputi : 
Kuroko-type VMS Pb-Zn-(Cu) deposit, epithermal base metals (Pb-Zn-(Cu) veins, 
dan  Mn veins & orogenic Au deposits. Karena setiap mandala magmatisme memiliki 
karakteristik mineralisasi tersendiri, maka Pak Arifudin menyimpulkan bahwa  
tataan tektonik dan kompleksitas magmatisme berpengaruh kepada struktur geologi 
dan variabilitas batuan yang selanjutnya akan mempengaruhi kejadian dan tipe 
genetik (metalogenesis) deposit mineral bijih secara hidrotermal.  Secara 
metalogenesis, Sulawesi Utara menjadi tempat Cu-Au porphyry, low & high 
sulphidation epithermal veins;  Sulawesi Tengah dicirikan oleh molibdenum 
porphyry  dan mungkin orogenic Au deposit; Sulawesi Selatan dicirikan oleh 
deposit  base metal (Pb-Zn-Cu) epithermal vein type juga orogenic Au deposits 
yang berhubungan dengan metamorfisme. Pada akhir
 presentasinya Pak Arifudin memberikan rekomendasi tempat2 prospektif  
mineralisasi bersama konsep eksplorasinya serta menekankan bahwa eksplorasi 
mineral harus berdasarkan genetic-type (metalogenesis), sehingga metalogenesis 
zones bisa menjadi dasar eksplorasi deposit bijih yang berhubungan dengan 
proses hydrothermal.


Demikian ringkasan seluruh presentasi yang disampaikan dalam seminar sehari 
Geologi Sulawesi dan Prospeknya. Saya belajar banyak aspek geologi Sulawesi 
langsung dari para ahlinya. Salut untuk Pengda IAGI dan Panitia terutama dari 
Universitas Hasanuddin yang telah dengan sukses menyiapkan dan menyelenggarakan 
seminar ini. Bila seminar2 sejenis ini diadakan untuk membahas pulau2 besar 
lainnya di Indonesia (Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, Papua) 
dengan para pembicaranya merupakan para ahli pulau-pulau tersebut, tentu akan 
merupakan inventarisasi pengetahuan yang sangat baik dan bermanfaat untuk 
kemajuan Geologi Indonesia.

salam,
Awang



      

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
ayo meriahkan PIT ke-38 IAGI!!!
yg akan dilaksanakan di Hotel Gumaya, Semarang
13-14 Oktober 2009
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke