Ini lanjutan cerita saya tentang seminar "Geologi Sulawesi dan Prospeknya" yang diadakan oleh IAGI Pengda Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah serta Panitia Seminar yang terutama berasal dari civitas academica Universitas Hasanuddin pada hari Sabtu 3 Oktober 2009 di Hotel Horison, Makassar (Ujung Pandang).
Panitia telah menghadirkan materi2 yang bervariasi tentang geologi Sulawesi ditinjau dari berbagai aspeknya beserta prospek2-nya, yaitu sbb. : - Geologi Sulawesi : Dr. Rab. Sukamto (mantan peneliti geologi P3G) -presentasi kunci - Geodinamika Sulawesi : Dr. Safri Burhanuddin (UNHAS, Kementerian Kelautan RI) - Geologi Kuarter Sulawesi : Kris Budiono, M.Sc. (Badan Geologi) - Kebencanaan Geologi Sulawesi : Dr. Haryadi Permana (LIPI) - Stratigrafi Sulawesi Selatan : Dr. Djuhaeni (ITB) - Cekungan Sedimen dan Prospek Hidrokarbon Sulawesi : Awang Satyana (BPMIGAS) - Basement Geology Sulawesi : Dr. Ade Kadarusman (PT INCO) - Magmatisme dan Volkanisme Sulawesi : Dr. Bambang Priadi (ITB) - Metalogeny dan Sumberdaya Mineral Sulawesi : Dr. Arifudin Idrus (UGM) Dalam posting artikel yang terpisah, saya telah menceritakan presentasi kunci yang dibawakan oleh Pak Rab Sukamto, sesepuh geologi Sulawesi Selatan. Berikut ini adalah ringkasan setiap pembicaraan yang dibahas di dalam seminar tersebut. Pak Safri Burhanuddin dalam presentasi berjudul "Evolusi Geodinamika Sulawesi" membahas terbentuknya Pulau Sulawesi berdasarkan evolusi geodinamika di Indonesia Timur. Data yang digunakan berasal dari hasil-hasil riset geomarin kerja sama Indonesia dengan Prancis, Australia dan Jerman dalam beberapa periode sejak 1990-2005. Publikasi-publikasi terdahulu diacu juga dalam presentasi ini. Menurut Pak Safri, evolusi geodinamika Sulawesi dan Indonesia Timur sudah dimulai sejak zaman Karbon. Diidentifikasi bahwa Indonesia Timur dibangun oleh enam mikroblok/terrane/mintakat, lima di antaranya berasal dari pecahan Gondwana (disebut : Kolonodale, Seram, Banggai-Sula, Lusipara dan Timor) dan satunya lagi merupakan blok asal Lempeng Pasifik (Halmahera). Penggolongan menjadi mintakat-mintakat tersebut berdasarkan kesamaan dan kekhasan runtunan batuan. Pulau Sulawesi merupakan mozaik (amalgamasi) lima mintakat (Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Kolonodale, Lusipara dan Banggai-Sula). Saya yakin bahwa Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara bukan merupakan mintakat asli Indonesia Timur. Berdasarkan rekonstruksi paleotektonik yang ditampilkan sejak Trias -Resen terlihat bahwa periode utama pembentukan Pulau Sulawesi terjadi pada periode Miosen Tengah - Pliosen Tengah (15-3,5 Ma). Berdasarkan rekonstruksi tersebut, diperkirakan bahwa mikrokontinen Buton membentur Sulawesi pada 13 Ma dan mikrokontinen Banggai membentur Sulawesi pada 3,5 Ma. Hal lain yang menarik adalah bahwa Sulawesi dikelilingi oleh tujuh cekungan laut dalam (>2000 m) yaitu Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Teluk Bone, Laut Banda, Laut Maluku dan Teluk Tomini. Setelah para peserta seminar melihat waktu ratusan juta tahun, Pak Kris Budiono membawa para peserta ke waktu kini yang merupakan hasil proses geologi Kuarter. Dalam presentasi berjudul "Geologi Kuarter Kawasan Darat dan Laut Pulau Sulawesi", Pak Kris mengawali pembahasannya tentang definisi geologi Kuarter. Geologi Kuarter membahas : dinamika perubahan endapan Kuarter (misalnya perubahan garis pantai), sebaran endapan Kuarter yang berpotensi sumberdaya termasuk airtanah, kemampuan daya dukung fisik endapan Kuarter untuk wilayah penghunian manusia maupun industri, juga melakukan prediksi tentang kemungkinan perubahan fisik pada masa mendatang. Karena posisi Sulawesi penting dalam hal vertebrata Plistosen-Holosen dan merupakan pulau utama yang membuat Alfred Wallace menorehkan garis biogeografinya yang terkenal itu, Pak Kris membahas sedikit pembagian fauna Kuarter di Sulawesi Selatan berdasarkan penyelidikan ahli vertebrata van den Bergh (1999). Kemudian berdasarkan pemetaan geologi Kuarter , geomorfologi dan geomarin, Pak Kris menampilkan contoh-contoh proses geologi Kuarter terutama sedimentasi di area Menado, Gorontalo, Teluk Tomini, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, tepi timur Selat Makassar, Kepulauan Banggai, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Pak Kris juga menunjukkan contoh proses geologi Kuarter yang berhubungan dengan bencana, yaitu tsunami yang pernah terjadi di Toli-Toli (1 Januari 1996). Pak Kris juga berkali-kali menekankan agar proses-proses geologi Kuarter hendaknya dijadikan peringatan dini sesuai yang pernah dikatakan Alm. Pak Katili kepada Pak Kris. Misalnya, Lembah Palu merupakan sesar aktif yang saat bergerak bisa menimbulkan bencana sebab bersinggungan dengan manusia yang tinggal di puluhan desa sepanjang sesar besar ini. Seharusnya rumah-rumah disitu dibangun agar tahan gempa, atau lebih baik lagi bila dihindari membangun di situ. Tetapi, tanda-tanda alam ini kelihatannya tidak dipedulikan, demikian Pak Kris mengambil contoh. Lebih jauh tentang kebencanaan geologi Sulawesi disampaikan oleh Pak Haryadi Permana dalam presentasi berjudul, "Potensi Bencana Alam Geologi Sulawesi, Indonesia : Belajar dari Gempa Tasik dan Padang, 2009". Pak Haryadi mengatakan bahwa proses2 geologi yang menimbulkan bencana sebenarnya adalah proses-proses normal saja, tetapi ketika proses2 ini bersinggungan dengan area pemukiman manusia maka proses geologi ini menjadi bencana. Bencana geologi juga dapat dipicu oleh ulah manusia, misalnya tanah longsor (akibat penggundulan hutan). Pak Haryadi menekankan bahwa penting sekali mencatat dengan detail semua kejadian bencana ini sebab bencana alam geologi merupakan proses berulang, sehingga bila catatan sejarah bencana di suatu area lengkap hal itu akan sangat berguna untuk keperluan mitigasi bencana alam. Kondisi geologi Sulawesi yang dipotong banyak sesar mendatar besar (misalnya Sesar Palu-Koro, Matano, Lawanopo) adalah kondisi yang berbahaya sebab sesar2 besar ini kerap diaktifkan kembali oleh gempa yang terjadi di sekitarnya. Suatu gerakan segmen kerak Bumi, biasa saja buat Bumi, tetapi menebar bencana buat manusia yang tinggal di atasnya. Beberapa gempa besar yang pernah tercatat di Sulawesi misalnya : utara Palu (1938/7,9 Mw, 1998/7,2 Mw), Toli-Toli (1996/7,9 Mw), selatan Gorontalo (1939/8,6 Mw), Pulau Banggai (2000/7,6 Mw) dan di timur Kendari (2001/7,6 Mw). Sulawesi yang dikelilingi laut-laut dalam itu juga berpotensi tsunami, misalnya yang pernah terjadi di Pasangkayu (1968) dengan run-up (ketinggian gelombang tsunami) 10 m, di Majene (1969) dengan run-up 4 m, Toli-Toli (1994) dengan run-up 3,5 m, di Banggai (2000) dengan run-up 5 m. Suatu letusan gunungapi bawahlaut pada tahun 1871 di sekitar Sangihe bahkan pernah menimbulkan gelombang tsunami sampai setinggi 25m. Pak Heryadi juga membahas bencana longsor yang frekuensinya lebih sering terjadi, tetapi dengan korban yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan korban gempa dan tsunami. Beberapa daerah rawan longsor di Sulawesi adalah : kawasan perbukitan Enrekang, Mamasa, Lompopana-Nokilalaki (Palu), Malino (Toli-Toli) dan kawasan perbukitan Buloli-Gorontalo. Penggundulan hutan di wilayah2 perbukitan tentu akan sangat mudah memicu longsor. Tentang bencana karena gunungapi, area bahaya berkumpul di Sulawesi Utara-Sangihe sebab saat ini gunungapi2 aktif Sulawesi terdapat di sini, misalnya : Soputan, Lokon-Empung, Mahawu, Karangetang, Banuawuhu dan Awu. Gunung Colo di Teluk Tomini pun merupakan geohazard tersendiri bagi penduduk yang tinggal di sekitarnya. Pak Heryadi juga menyampaikan pengalaman2-nya bagaimana susahnya mengkomunikasikan masalah kebencanaan geologi ini kepada pemerintah daerah sebab informasi yang disampaikan pada umumnya kurang mendapat tanggapan serius. Setelah istirahat makan siang, seminar dilanjutkan kembali oleh presentasi Pak Djuhaeni tentang stratigrafi Sulawesi Selatan. Pak Djuhaeni menampilkan presentasi berjudul, "Stratigrafi Sulawesi Selatan : Kesebandingan dan Tektonostratigrafi". Yang dimaksudkan dengan kesebandingan di sini adalah perbandingan antara stratigrafi Sulawesi Selatan dengan stratigrafi cekungan-cekungan sedimen di Indonesia Barat, khususnya Cekungan Barito dan Cekungan Jawa Timur. Ternyata perbandingan ketiga cekungan ini menunjukkan banyak kesamaan sehingga bisa disebandingkan. Dengan Cekungan Barito, Sulawesi Selatan memiliki kemiripan stratigrafi pada Paleogen, dengan Cekungan Jawa Timur, Sulawesi Selatan mempunyai kemiripan Paleogen-Neogen. Perbandingan stratigrafi ini disebandingkan menurut pembagian tektonostratigrafinya (pre-rift, syn-rift, post-rift, syn-inversion/syn-orogen). Pak Djuhaeni mulai dengan membandingkan sekuen pre-rift Langi volcanics (Paleosen-Eosen Atas) dengan Jatibarang di Jawa Barat, Lahat di Sumatra Selatan, Manunggul di Barito, dan Eocene volcanics di BD Ridge Jawa Timur. Apakah Langi volcanics berhubungan menjemari dengan Malawa atau Tonasa di Sulawesi merupakan problem tersendiri yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Sekuen syn-rift Malawa (Eosen-Oligosen) Malawa di SulSel dapat disebandingkan dengan Ngimbang di Jawa Timur, Tanjung di Barito, Pre-TAF dan TAF di Jawa Barat, Lemat di SumSel dan Toraja di SulSel bagian utara. Sekuen ini umumnya mengandung banyak kuarsa dan tak mengandung tuf. Sekuen ini terkenal sebagai source rocks yang baik karena mengandung lapisan batubara dan serpih karbonan. Sekuen post-rift Oligo-Miosen di Sulawesi disusun oleh batugamping Tonasa/Makale yang sebanding dengan batugamping Ngimbang-CD-Kujung di Jawa Timur dan batugamping Berai di Barito. Mulai pada Miosen Tengah, saat sedimen Kalimantan didominasi endapan delta, stratigrafi SulSel didominasi oleh endapan volkanik turbidit Camba/Enrekang. Manurut Pak Djuhaeni, endapan volkanik turbidit ini bisa disebut sekuen pre-orogen, yang sebanding dengan endapan turbidit OAF (Old Andesite Formation) di Jawa Selatan (misalnya Fm. Semilir, Nglanggran, Sambipitu), Kerek dan Banyak di Palung Kendeng, atau Rambatan dan Halang di Palung Bogor. Masih di sekuen pre-orogen, terdapat batugamping terumbu Tacipi di Sengkang, yang bisa disebandingkan dengan batugamping Wonosari/Pacitan, Jonggrangan atau Kapung di Gunung Kidul Jawa. Stratigrafi Sulawesi Selatan kemudian ditutup oleh endapan molas Walanae yang konglomeratik dan punya fragmen dari batuan2 pre-rift sampai pre-orogen. Pak Djuhaeni tak menunjukkan kesebandingan ke formasi lain, tetapi saya pikir ini bisa disebandingkan dengan Formasi Dahor (Pliosen) di Cekungan Barito yang konglomeratik dan punya fragmen dari batuan dasar Meratus sampai Warukin yang deltaik. Sebagai seorang ketua Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI), Pak Djuhaeni berpesan kepada para mahasiswa untuk meneliti stratigrafi SulSel dan Komisi SSI akan mengevaluasinya sesuai rambu-rambu dalam SSI 1996. Presentasi Pak Djuhaeni ini dapat menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan secara geologi memang bagian Sundaland sebab stratigrafinya dapat disebandingkan dengan stratigrafi cekungan-cekungan yang berkembang di Sundaland. Giliran selanjutnya presentasi di dalam seminar ini adalah presentasi yang saya bawakan. Sesuai dengan tema yang diminta Panitia, saya memberi judul presentasi tersebut, "Sulawesi : Cekungan Sedimen dan Prospektivitas Hidrokarbon". Sebelum memulai presentasi, saya mengatakan bahwa geologi Sulawesi tidak lah negatif yang menyebabkan bencana saat proses2-nya bersentuhan dengan manusia. Proses geologi bersifat normal, saat bersentuhan dengan manusia ia memang relatif negatif kalau menjadi bencana, tetapi proses yang sama juga bisa relatif positif karena membentuk sumberdaya energi dan mineral yang bermanfaat. Proses-proses geologi yang telah dialami Sulawesi sepanjang evolusinya telah membentuk Sulawesi sedemikian rupa sehingga saat ini mempunyai belasan cekungan sedimen yang telah terbukti menghasilkan atau berpotensi hidrokarbon. Kemudian saya menunjukkan peta akumulasi hidrokarbon dan rembesan minyak dan gas di Pulau Sulawesi, pulau-pulau di sekitarnya dan laut-laut dalam sekitarnya. Semuanya itu membuktikan bahwa di Sulawesi dan sekitarnya telah ada generasi hidrokarbon yang kemudian bermigrasi ke perangkap2, sebagian kecil naik sampai ke permukaan dan menjadi rembesan, sebagian lagi telah teridentifikasi perangkap2-nya dan dibor lalu menjadi lapangan yang produktif. Kemudian saya membahas sedikit tentang geologi Sulawesi dan cekungan-cekungan sedimen yang terbentuk berdasarkan beberapa klasifikasi. Sampai saat ini dari belasan cekungan sedimen di Sulawesi dan sekitarnya, ada dua cekungan yang produktif, yaitu Cekungan Banggai yang memproduksi minyak dari lapangan Tiaka dan akan menyusul produksi gas dari lapangan Senoro; cekungan produktif lainnya adalah Cekungan Bone di daerah Sengkang yang memproduksi gas dari kompleks lapangan Kampung Baru. Sebelum membahas lebih detail setiap wilayah, saya menunjukkan status eksplorasi dan produksi hidrokarbon di Sulawesi. Setelah mulai dikerjakan secara sistematik sejak awal 1970-an melalui kontrak2 PSC, sampai saat ini telah ada sekitar 135 sumur eksplorasi (wildcat dan delineasi) dibor di delapan cekungan sedimen di Sulawesi. Sebanyak 32 sumur di antaranya menemukan hidrokarbon, sehingga success ratio-nya 24 %. Ini SR rata2 sebab di cekungan2 yang terbukti produktif yaitu di Cekungan Bone dan Banggai, SR-nya masing-masing 56 dan 54 %. Saat ini di Sulawesi dan sekitarnya sedang beroperasi 18 blok migas dengan operator2 perusahaan2 internasional maupun nasional. Kemudian saya melanjutkan pembahasan yang lebih detail ke setiap area cekungan sedimen di Sulawesi membahas petroleum system dan play types-nya berdasarkan data dipublikasi maupun tak dipublikasi, yaitu area : Sulawesi Selatan-Barat, Selat Makassar, Teluk Bone, Buton-Banggai, Teluk Tomini, dan Laut Sulawesi. Secara ringkas, saya menyimpulkan bahwa Sulawesi mempunyai sejarah geologi dan tektonik yang rumit, disusun oleh fragmen-fragmen tektonik yang semula saling terpisah. Lengan Utara dan Laut Sulawesi : busur magmatik Kuarter, aktif, potensi hidrokarbon kecil. Lengan Timur dan Lengan Tenggara : fragmen-fragmen mikrokontinen yang berasal dari benua Australia, menempati posisinya sekarang melalui benturan sejak Miosen Tengah. Wilayah ini memiliki lapangan minyak dan gas (Cekungan Banggai) dan deposit aspal (Buton). Potensi masa depan : menengah. Lengan Selatan : bagian timur Sundaland, mempunyai lapangan gas (Sengkang) dan ditemukan banyak rembesan minyak dan gas; merupakan wilayah Sulawesi yang paling banyak dieksplorasi untuk kemungkinan potensi hidrokarbonnya. Potensi masa depan : menengah. Selat Makassar, Teluk Bone dan Teluk Tomini : data seismik dan pemboran terbaru menunjukkan bahwa potensi wilayah-wilayah ini dapat : menengah-tinggi. Presentasi berikutnya adalah presentasi tentang basement geology yang dibawakan oleh Pak Ade Kadarusman, berjudul "Basement Rocks in Sulawesi". Pak Ade memulai presentasinya dengan menjelaskan apa hakikat atau definisi basement atau batuan dasar itu. Intinya adalah bahwa basement itu harus merupakan batuan metamorf atau batuan beku yang merupakan kompleks batuan di bawah lapisan batuan sedimen di suatu area dan berumur lebih tua daripada batuan sedimen itu. Karena Sulawesi secara tektonik lempeng merupakan tepi aktif (ada penunjaman dan benturan), maka Pak Ade menerangkan tipe basement di active margin yang menurutnya bisa dibagi menjadi tiga : continental basements (e.g. cratons, continental shelf, continental fragments, etc), convergent plate boundary products (e.g. island arc, active continental margin, accretionary-collisional complexes, etc) dan oceanic crust basement (e.g. marginal basin, ophiolite complex, etc). Menurut Pak Ade, lebih dari 60 % geologi permukaan Sulawesi disusun oleh basement. Pak Ade kemudian lebih detail menerangkan tipe-tipe singkapan basement di setiap wilayah Sulawesi. Penjelasannya dimulai dengan basement di Jalur Volcano-Plutonic Arc West dan North Sulawesi, yang basement-nya dikelompokkan menjadi kompleks : Bantimala Complex, Metamorphic Complex (Palu, Karossa, Malino), Latimojong Formation (+Malino Fm. ?). Kemudian Central Sulawesi Metamorphic Belt, yang basement-nya dikelompokkan menjadi : high-pressure Pompangeo Belt (termasuk Mekongga Block di Lengan Tenggara), Peluru melange complex dan Mesozoic Sandstones dan Limestones (low-grade metamorphism). Kompleks basement selanjutnya adalah East Sulawesi Ophiolite Belt, sebuah kawasan singkapan ofiolit paling luas di Indonesia. Basement yang lain adalah basement yang menyusun mikrokontinen Banggai-Sula dan Buton Tukang Besi. Pada akhir presentasinya, Pak Ade menyatakan bahwa mempelajari basement juga penting eksplorasi hidrokarbon, base metals & gold/copper, lateritic weathering deposits (Ni, Al, Fe, Co), gemstone dan geothermal energy. Presentasi kemudian dilanjutkan oleh Pak Bambang Priadi tentang magmatisme dan volkanisme Sulawesi Barat. Dalam presentasi berjudul, "Volkanisme Tersier-Kuarter di Lengan Barat Sulawesi", Pak Bambang mulai dengan prinsip-prinsip volkano-tektonik berdasarkan petrokimia batuan volkanik, yang pada intinya menunjukkan bahwa setiap tataan tektonik tertentu mempunyai kelompok batuan volkanik tertentu. Berdasarkan hal inilah maka jalur busur volkanik Sulawesi Selatan-Sulawesi Utara diuraikan : batuan volkanik ini hasil proses tektonik ini, batuan volkanik itu hasil proses tektonik. Pada setiap periode tektonik, ada kelompok batuan magmatik dan volkanik yang dihasilkannya. Pada saat ini, semua kelompok batuan magmatik-volkanik itu sudah bertumpang tindih secara rumit. Berdasarkan metode petrokimia dan pengukuran umur absolut, maka proses-proses evolusi volkano-tektonik yang telah dialami Sulawesi bisa diketahui. Menurut Pak Bambang, volkanisme Sulawesi bisa dibedakan menjadi tiga periode. Pertama, Sulawesi mulai dengan volkanisme toleiitik yang berhubungan dengan pembukaan marginal basin (non-subduction) pada 150-40 juta tahun yang lalu (Ma) (volkanik Lamasi dan Kalamiseng). Kedua, pada 60-18 Ma mengalami volkanisme kalk-alkali yang berhubungan dengan suatu penunjaman menghasilkan volkanik Bua (60 Ma) dan beberapa intrusi sampai umur lebih muda (18 Ma). Ketiga, volkanisme yang terjadi lebih muda daripada 15 Ma yang secara petrokimia bisa dibedakan menjadi tipe kalk-alkali potasik (KAP) - zone Palu-Tolitoli : 9,5 - 0 Ma, tipe potasik/shoshonitik (SH) - zone Makassar-Toraja : 13 / 11 - 0 Ma, dan tipe kalk-alkali (KA) - zone Manado : 18 / 9 - 0 Ma. Zone Palu-Tolitoli secara geodinamika menunjukkan suatu collision-related magmatism, zone Makassar-Toraja menunjukkan post-subduction magmatism dan zone Manado menunjukkan subduction-related magmatism. Presentasi terakhir dalam seminar ini disampaikan oleh Pak Arifudin Idrus yang membahas masalah kejadian mineralisasi di Sulawesi, khususnya di Sulawesi bagian barat. Pak Arifudin membawakan presentasi berjudul, "Hydrothermal Ore Mineral Resources Potential along Western Sulawesi Neogene Magmatic Arc : A Metalogenesis Review". Mengikuti pembagian dari Soeria-Atmadja dkk. (1999), Sulawesi bagian barat dapat terbagi menjadi tiga mandala magmatisme yang akan mempengaruhi mineralisasi, yaitu : (1) South Sulawesi: K-alkaline-shoshonitic (AK-SH), (2) Central Sulawesi: high-K calc-alkaline (KCA) dan (3) North Sulawesi-Sangihe: low-K-normal calc-alkaline (TH-CA). Pak Arifudin kemudian menyajikan kasus-kasus mineralisasi di Sulawesi bagian barat di setiap mandala magmatisme di atas. Kasus mineralisasi North Sulawesi meliputi : porphyry Cu-Au deposit, Carlin-type sediment hosted Au deposit, high sulphidation epithermal Au-(Cu)-Ag veins, dan low sulphidation Epithermal Au-(Ag) veins. Kasus mineralisasi Central Sulawesi berupa porphyry Mo (molibdenum) deposit. Kasus mineralisasi South Sulawesi meliputi : Kuroko-type VMS Pb-Zn-(Cu) deposit, epithermal base metals (Pb-Zn-(Cu) veins, dan Mn veins & orogenic Au deposits. Karena setiap mandala magmatisme memiliki karakteristik mineralisasi tersendiri, maka Pak Arifudin menyimpulkan bahwa tataan tektonik dan kompleksitas magmatisme berpengaruh kepada struktur geologi dan variabilitas batuan yang selanjutnya akan mempengaruhi kejadian dan tipe genetik (metalogenesis) deposit mineral bijih secara hidrotermal. Secara metalogenesis, Sulawesi Utara menjadi tempat Cu-Au porphyry, low & high sulphidation epithermal veins; Sulawesi Tengah dicirikan oleh molibdenum porphyry dan mungkin orogenic Au deposit; Sulawesi Selatan dicirikan oleh deposit base metal (Pb-Zn-Cu) epithermal vein type juga orogenic Au deposits yang berhubungan dengan metamorfisme. Pada akhir presentasinya Pak Arifudin memberikan rekomendasi tempat2 prospektif mineralisasi bersama konsep eksplorasinya serta menekankan bahwa eksplorasi mineral harus berdasarkan genetic-type (metalogenesis), sehingga metalogenesis zones bisa menjadi dasar eksplorasi deposit bijih yang berhubungan dengan proses hydrothermal. Demikian ringkasan seluruh presentasi yang disampaikan dalam seminar sehari Geologi Sulawesi dan Prospeknya. Saya belajar banyak aspek geologi Sulawesi langsung dari para ahlinya. Salut untuk Pengda IAGI dan Panitia terutama dari Universitas Hasanuddin yang telah dengan sukses menyiapkan dan menyelenggarakan seminar ini. Bila seminar2 sejenis ini diadakan untuk membahas pulau2 besar lainnya di Indonesia (Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, Papua) dengan para pembicaranya merupakan para ahli pulau-pulau tersebut, tentu akan merupakan inventarisasi pengetahuan yang sangat baik dan bermanfaat untuk kemajuan Geologi Indonesia. salam, Awang -------------------------------------------------------------------------------- PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro... -------------------------------------------------------------------------------- ayo meriahkan PIT ke-38 IAGI!!! yg akan dilaksanakan di Hotel Gumaya, Semarang 13-14 Oktober 2009 ----------------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi --------------------------------------------------------------------- DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI and its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. ---------------------------------------------------------------------