Monday, 26 February 2007, *Opini Publik<http://www.kr.co.id/search.php?query=&topic=39>- Tajuk Rencana <http://www.kr.co.id/categories.php?op=newindex& catid=17> Mewaspadai Wilayah 'Zona Merah' Rawan Gempa * *PENELITIAN* yang dilakukan Tim Geologi UGM menyatakan wilayah sepanjang Kecamatan Bambanglipuro hingga Kecamatan Pleret merupakan lintasan patahan, sehingga dinyatakan sebagai 'zona merah'. Merupakan wilayah 'berbahaya' yang rawan dan rentan terhadap gempa bumi.
<http://www.kr.co.id/display.php?url=http://222.124.164.132/iklan/senin/display.html/kr-01a.jpg>Penelitian yang melibatkan para pakar dari berbagai disiplin ilmu itu dilakukan dengan membor titik wilayah gempa di Kabupaten Bantul. Diikuti pemetaan analisa foto udara dan citra satelit dengan resolusi tinggi, survei georadar, mikrotremor, serta survei magneto telluric. Melalui metoda-metoda itulah tim menemukan peta kawasan hijau, biru, oranye dan merah. Peta kawasan merah inilah yang kemudian dinyatakan sebagai wilayah 'zona merah'. Hasil penelitian itu seakan membuktikan mengapa sewaktu terjadi gempa bumi berkekuatan 5,9 SR pada 27 Mei 2006 sepanjang kedua wilayah itu mengalami kerusakan hebat. Puluhan ribu rumah roboh dan rusak berat, ribuan penduduk meninggal dunia, dan ribuan lainnya mengalami luka-luka. Berdasar hasil penelitian itu pula Tim Geologi UGM menyarankan agar sepanjang 'zona merah' diminimalkan untuk permukiman dengan melakukan relokasi. Sedang bila relokasi tidak memungkinkan, penduduk diharapkan mampu beradaptasi secara mental maupun fisik. Adaptasi secara mental dengan menyiapkan kejiwaan untuk selalu siaga dan waspada terhadap terjadinya gempa. Sekaligus adaptasi secara fisik dengan membangun rumah yang fleksibel terhadap gempa. Ya, relokasi dalam arti memindahkan permukiman penduduk dari wilayah 'zona merah' ke lokasi lain yang aman merupakan langkah yang boleh dikata tidak mungkin. Sepertinya mustahil. Mengingat besarnya jumlah penduduk yang bermukim di 'zona merah' sehingga mustahil mencarikan lokasi pengganti yang memadai. Serta tentu saja besarnya dana yang harus disediakan. Apalagi sebagian besar warga berprofesi sebagai petani, dan menjadikan tanah pertanian di sekitarnya menjadi lahan pertanian sehingga menyatu dengan kehidupan kesehariannya. Memang seakan tidak tersedia pilihan lain. Melakukan adaptasi secara mental maupun fisik merupakan langkah terbaik bagi penduduk yang menghuni sepanjang wilayah 'zona merah'. Beradaptasi, juga dalam arti menjadikan fenomena alam seperti gempa bumi sebagai 'sahabat' yang datang tanpa pemisi dan tanpa mengenal waktu. Bisa 'bertamu' pada pagi, siang, malam, maupun dinihari seperti peristiwa 27 Mei 2006. Agar penduduk mampu beradaptasi, pemerintah dalam hal ini Pemkab Bantul perlu melakukan sosialisasi secara kontinyu. Menyadarkannya karena mereka tinggal di zona berbahaya yang rawan dan rentan bencana alam, dalam hal ini gempa bumi. Memang, seperti dikemukakan anggota tim Dr Ir Subagyo Pramumijoyo MSc, gempa dengan skala besar sebagaimana terjadi pada 27 Mei 2006 kemungkinan baru akan terjadi 60 tahun atau bahkan 120 tahun lagi. Namun kemungkinan itu tentunya baru merupakan prakiraan atau dugaan dengan mendasarkan pada teori-teori atau analisis secara keilmuan. Sehingga bisa benar, bisa luput, atau bahkan sama sekali keliru. Dengan demikian kewaspadaan tidak ada langkah lain selain harus terus menerus digaungkan melalui sosialisasi perlu dilakukan agar penduduk tidak menjadi terlena. Merasa ayem karena toh gempa berskala besar baru akan terjadi lebih dari setengah abad atau satu abad mendatang. Seyogianya hasil penelitian Tim Geologi UGM yang dipublikasikan itu harus disikapi sebagai warning. Agar penduduk yang berada di 'zona merah' selalu dalam kondisi siap siaga dan waspada terhadap kemungkinan datangnya gempa bumi sewaktu-waktu. Bukan disikapi dengan perasaan takut atau panik, karena tidak ada langkah lain yang tersedia kecuali menjadikannya sebagai 'sahabat'. *q - g* ** http://www.kr.co.id/article.php?sid=114549