Pak Koesoema Yth,

Terimakasih atas email yang disampaikan (Surat Terbuka Kepada Ketua Umum
IAGI)ke mailing list IAGI. Saya merespon surat bapak bukan atas nama
Ketua Umum IAGI, dan mohon maaf kalau baru dapat merespon sekarang.
(Sedih juga
mendengar bapak tidak dapat tidur beberapa hari).

Mengenai pandangan Pak Koesoema tentang  workshop tersebut saya kira
itu sahih saja, namun ada beberapa hal yang ingin saya respon.

1.      Dr. Rudy Rumbiandini tidak hadir dalam acara tersebut. Sepanjang
yang 
        saya ketahui, panitia telah mengundang bukan saja Dr. Rudy
tetapi  seluruh team pakar dalam "Timnas". Barangkali   memang bukan
sebagai         pembicara, namun jika beliau hadir tentu dapat
memberikan      kontribusi/pandangannya tentang "Lusi" (note: Dr. Rudy
juga    sudah pernah diundang sebagai pembicara dalam diskusi Lusi yang
diadakan IAGI di Sahid Htl beberapa bulan yang lalu).

2.      Richard Davies hadir (walaupun mungkin tidak diundang oleh
penyelenggara). Dia beberapa kali melayangkan pertanyaan walaupun
barangkali tidak mendapatkan jawaban yang memuaskannya, namun opininya
telah dimuat di "The Jakarta Post", Friday, February 23, 2007, di
halaman depan). Saya akan quote beberapa statementnya,
        a.      mengenai penyebab semburan Lumpur: "The chance that the
mud             erupted because of the drilling activities is 90
percent. I feel                 quite strongly about this", dia juga
menambahkan: "the chance of             the mud volcano being triggered
by an earlier earthquake in             Yogyakarta was 1 to 2 percent,
while the chance that both                      drilling activities and
the earthquake played a role was 8                      percent".
                Dari statement tersebut jelas dia masih mengatakan
adanya                  peran drilling dan gempa (tectonic
forces?)sebagai penyebab                semburan walaupun persentasinya
berbeda. 

        b.      Mengenai usaha penghentian semburan:
                "any efforts to stop or curb the mudflow would be highly
dangerous", dia juga menambahkan: "People should just leave the
(mud volcano) alone. The embangkment is dangerous. If it
collapses, it could create an intense hazard".
                Untuk hal ini kelihatannya ada kesamaan pendapat antara
Davies          dengan statement yang telah disampaikan oleh kawan-kawan
dari            IAGI. Penanganan Lumpur dipermukaan, terutama yang
menyangkut              masalah social perlu menjadi prioritas.

3.      Pak Koesoema mengatakan:" Untuk menentukan 'the smoking gun'
dalam   masalah LUSI dan sekali gus menghentikan semburan mungkin
satu-satunya    adalah dengan melakukan pemboran relief well yang
langsung ditujukan      kepada lubang bor pas di atas top       Kujung
atau gejala apapun yang         telah menyebabkan loss & kick, dengan
hypothesa kerja bahwa penyebab  semburan lumpur itu adalah air dari
Kujung atau reservoir apapun.   Mengenai kemampuan teknik pemboran untuk
melakukan       itu dan 
        mampu mem-pint-point' tepat pada lubang bor di kedalaman 9000
kaki dan        dari jarak mungkin lebih dari 500 m (di luar daerah
amblasan) saya  tidak berkomentar karena itu merupakan kompentensi dari
pakar teknik    pemboran. 
        Kalau usaha ini berhasil menyetop semburan lumpur, maka hipotesa
kerja 
        terbukti dan 'the smoking gun' diketemukan, namun jika tidak
berhasil 
        menghentikan, kontroversi tidak akan berakhir, karena orang bisa

        berargumentasi bahwa kekhilafan operasi pemboran hanya penyebab
permulaan (initial cause) dari semburan lumpur dan selanjutkan memicu
rekahan pada Formasi Kunjung  sehingga menjadi liar. Untuk pembuktian
hipotesa ini dengan relief well akan memakan biaya USD 50 juta.
Mungkin instansi/ masyarakat ilmiah di luar negeri  mau dan dapat
menggalang dana sebesar itu untuk membuktikan suatu hipotesa sebagai
mana dilakukan pada masalah penyebab tsunami di Aceh?"

        Beberapa poin yang ingin saya respon:
        a.      Untuk menentukan pemicu, menurut hipotesa Pak Koesoema
"mungkin"               satu-   satunya adalah relief well yang langsung
ditujukan kepada                lubang bor. Bukankah usaha ini telah
dilakukan Timnas dengan 
                Dr. Rudy sebagai salah satu pakarnya?, dan hasilnya juga
telah           kita ketahui bersama?

        b.      Untuk membuktikan hipotesa tersebut dan sekaligus usaha
mematikan semburan Lumpur tentunya diperlukan tidak
hanya 1 relief well (mungkin saya keliru) dan biaya 1 well USD `
50 juta. Kalau kita merefer ke email di mailing list iagi yang
saya baca sepintas, kasus semburan lumpur di Brunei dapat
dihentikan dengan melakukan relief/killing (?) well sebanyak 20
buah. Jumlah sumur barangkali dapat saja berbeda karena akan
tergantung kondisi subsurface di sekitar struktur Banjarpanji.
                Implikasinya, tentu saja kita tidak cukup menggalang
dana USD 50             juta. Kalau merefer ke Brunei 20 x 50 juta = USD
1,000.00 juta,
                "is a huge number".

4.      Mohon maaf kalau kepanjangan dan mengganggu kawan-kawan yang
kurang  berkenan.

Wassalaam,
alam









                
-----Original Message-----
From: R.P. Koesoemadinata [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Sunday, February 25, 2007 1:41 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Surat Terbuka Kepada Ketua Umum IAGI-(2)

SURAT TERBUKA KEPADA KETUA UMUM IAGI (2)


Deleted......
.....
Mengenai sumber air ini masih juga ada yang berpendapat bahwa lumpur ini
berasal dari overpressured shale yang diyakini semua orang keberadaannya
jauh di atas formasi Kujung, namun berdasarkan analisa penampang seismic
dibantah oleh Dr. Alam sebagai mud diapir. Dr. Adriano Mazzini  dari
Oslo
University masih berpandangan bahwa sumber lumpur ini adalah dari
overpressured shale ini, tetapi ketika ditanyakan oleh Richard Davies
bagaimana begitu banyak air dapat dihasilkan dari overpressured shale
ini,
mengingat shale adalah impermeable, yang bersangkutan menghindar untuk
menjawabnya dengan dalih pertanyaannya tidak jelas. Namun suatu hal
penting
yang dikemukakannya adalah bahwa cekungan Jawa Timur adalah matang
(ripe)
atau rawan terjadinya gunung api lumpur dibuktikan dengan adanya
overpressured shales dan banyaknya gunung api lumpur, tanpa pemboran
(atau
gempa) pun gunungapi lumpur dapat terjadi sewaktu-waktu. Mengenai
kayanya
cekungan Jawa Timur Utara juga telah dibahas oleh Dr. Djajang  Sukarna,
Kepala Badan Geologi, dalam keynote speech nya

........deleted

----------------------------------------------------------------------------
Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI & the 36th IAGI Annual Convention 
and Exhibition,
Patra Bali, 19 - 22 November 2007
----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke