Belenggu Stupid Disease
By Edy Zaqeus, editor Pembelajar.com

Di luar dugaan, kebanyakan orang-orang yang merasa dirinya pintar dan
berpendidikan, ternyata justru paling sering menderita stupid disease.

Apa itu stupid disease alias penyakit goblok? Stupid disease
didefinisikan sebagai ketidakberdayaan intelektual dan emosional untuk
merespon permasalahan dengan semestinya, sehingga seseorang yang
mengidap stupid disease cenderung gagal mengambil keputusan yang tepat
dan cenderung melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang.

Penyakit goblok juga didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana
rasionalitas maupun emosi sebegitu dominannya, sehingga pola respon
terhadap masalah yang mengejawantah sering kurang efektif, bahkan
kontraproduktif. Nah, apa tanda-tanda yang bisa menunjukkan bahwa
seseorang sedang menderita penyakit goblok? Berikut adalah indikasinya.

1. Sadar Bermasalah
Orang bisa menghadapi berbagai macam keterbatasan atau kesulitan, hanya
karena ia tidak menyadari bahwa dirinya sedang terbelit oleh persoalan
tertentu. Karena merasa tidak ada masalah, maka ia menganggap segalanya
akan berlangsung beres-beres saja. Jadi, kesukaran timbul karena memang
yang bersangkutan tidak ngeh bahwa masalah sedang terjadi. Ini berbeda
dari orang yang kena penyakit goblok. Orang seperti ini biasanya cukup
memiliki kesadaran bahwa ia memang sedang terbelit oleh sebuah masalah.
Kadang masalahnya masih kabur, kadang sudah begitu jelas. Yang menarik,
tak jarang terjadi bahwa orang ini ngeh ada masalah, namun secara sadar
ia berusaha mengingkarinya. Dengan bersikap seperti itu, ia berharap
masalah bisa hilang dengan sendirinya.

2. Masalahnya Jelas
Orang bijak bilang, "Jika Anda bisa mendefinisikan suatu masalah, maka
separuh jawabannya sudah tersedia". Konon demikianlah yang memang
umumnya berlaku. Namun berbeda sekali halnya dengan situasi pada orang
yang terjangkit penyakit goblok. Kata-kata bijak tersebut tidak serta
merta berlaku. Orang-orang yang secara intelektual tidak diragukan
kemampuannya ini, jelas tidaklah terlalu sulit memastikan apa masalah
riil yang dihadapinya. Sungguh menarik bahwa ia bisa mendefinisikan
masalahnya, mengetahui kira-kira apa faktor penyebabnya, bahkan kadang
bisa memilah-milah faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhinya. Secara
pasti orang ini sadar dirinya bermasalah. Namun yang terjangkit penyakit
ini adalah orang yang cenderung mengingkari realitas. Ia lebih yakin
dengan "keadaan yang seharusnya terjadi" menurut keinginannya. Maka,
sekalipun dia mampu memerinci permasalahannya, separuh jawaban yang
tersedia dalam setiap persoalan itu seolah raib. Ada hal-hal
non-rasional yang mengaburkan mata intelektualitasnya, sehingga di
matanya tak pernah ada solusi yang bisa membuatnya sreg.

3. Emosi Kuat
Ciri khas lainnya adalah keterlibatan unsur emosi yang sangat kuat dalam
pola pandang. Sayangnya, emosi yang terlibat bukanlah jenis emosi yang
bisa membantu melihat suatu persoalan dengan lebih bijak, matang, dan
dewasa. Para ahli mengakui peran emotional quotient (EQ) atau kecerdasan
emosi dalam mendorong kesuksesan seseorang. Dorongan-dorongan emosional
secara positif bisa membentuk suatu kematangan emosi dan ketajaman
naluri sehingga menghasilkan pilihan-pilihan yang kreatif, cerdas,
inovatif dan penuh vitalitas. Keberadaan EQ dalam hal ini melengkapi
atau mengisi kekosongan di ruang-ruang kecerdasan intelektual (IQ).
Namun kuatnya unsur emosi dalam virus penyakit goblok mengakibatkan
melemahnya kemampuan intelektual si penderita, sehingga ia gagal
berpikir secara jernih.

4. Jalan Buntu
Akibat hilangnya kemampuan memandang persoalan secara jernih dan
bijaksana, maka tak heran jika penderita penyakit goblok sulit menemukan
solusi yang tepat. Sesungguhnya jika dipaksa menuliskan permasalahannya
dan mereka-reka solusinya secara simulatif (di atas kertas), si
penderita akan dengan mudah menunjukkan kadar kecerdasannya. Ia pun bisa
mendapatkan saran-saran dari orang-orang terdekat - bahkan dari
ahli-ahli yang berkompeten - yang secara obyektif berpeluang membantunya
mengatasi persoalan. Namun jika tiba waktunya untuk mengambil keputusan
dan aksi kongkrit, mulailah ia melihat banyak kekurangan dari setiap
solusi. Orang luar akan dengan mudah melihat bagaimana sosok yang pintar
ini, mendadak berubah jadi orang yang takut mencoba, takut mengambil
risiko atau takut menghadapi hal-hal baru. Ia menghadapi jalan buntu,
bersifat pasif, tidak mau keluar dari daerah aman atau memilih
menanggung risiko seperti yang pernah dialami sebelumnya.

5. Rela Menderita
Satu akibat serius dari penderita penyakit goblok adalah kesediaannya
untuk merasakan penderitaan atau tekanan-tekanan psikologis, sebagai
konsekuensi dari sikapnya untuk pasif menunggu, tidak berani mengambil
keputusan, atau menyerahkan persoalan pada sang waktu. Karena siksa
psikologis tersebut terjadi akibat hasil pilihan sikap secara sadar,
penderita penyakit goblok sering bisa "menikmati" penderitaannya.
Artinya, ia rela menderita dan menganggap kondisi itu sudah merupakan
risiko pilihannya. Tak mengherankan, penderita penyakit goblok ini
lumayan tahan banting. Sekalipun ada pilihan penyelesaian masalah,
saran-saran atau usulan-usulan yang sangat baik, namun bila hal-hal
tersebut belum bisa menyentuh kembali kesadarannya, penderita lebih suka
menghindarinya. Orang seperti ini bisa terlihat sangat logis dan
rasional dalam mempertahankan keyakinannya yang keliru. Dan ia
benar-benar bisa memilih menderita daripada meninggalkan keyakinannya.
Pihak luar sering tidak sabar dengan kenaifannya dan sering
mengganggapnya sebagai orang yang berlaku konyol atau bodoh.

6. Kebodohan Berulang
Indikasi yang paling jelas dari penderita penyakit goblok adalah
kecenderungannnya untuk melakukan kekeliruan yang sama berulang-ulang.
Ia bisa jatuh sakit secara fisik, merasa sakit secara psikologis, penuh
keraguan, kekhawatiran, ketakutan dan bingung harus melakukan apa.
Ketika terbit niatan untuk menyelesaikan masalah, begitu mudahnya ia
mentok. Saat niatan sudah lebih sungguh-sungguh, anehnya ia menjadi
rentan dan begitu mudah tertarik ke situasi gamang seperti sebelumnya.
Saat ia berani mengambil keputusan dan melakukan tindakan konkrit, ia
jadi mudah menyerah. Justru pada tahap seperti inilah akibat-akibat
terparah dari penyakit goblok baru disadari. Ia selalu kembali ke titik
nol dan merasa tak pernah berhasil mencapai kemajuan berarti.

7. Titik Kesadaran
Satu hal menarik yang bisa dilihat dari penderita penyakit goblok adalah
adanya titik-titik kesadaran kecil dalam riak-riak permasalahannya.
Orang lain bisa dengan mudah melihat orang ini punya kesadaran yang
cukup untuk memahami persoalan lebih proporsional dan menerima realitas.
Ini merupakan bekal vital bagi upaya penyelesaiannya. Hanya saja,
titik-titik kesadaran kecil ini begitu rapuhnya, sehingga lebih sering
tertelan oleh efek destruktif penyakit goblok yang makin akut. Jika
penyakit ini menyerang dalam jangka waktu cukup lama, maka titik-titik
kesadaran seperti ini akan timbul dan tenggelam. Nah, bila si penderita
sendiri atau orang-orang di sekitarnya yang bersimpati gagal menangkap
sinyal ini, atau kemudian tidak menggunakannya sebagai titik awal upaya
penyadaran secara menyeluruh, bisa dipastikan penderitanya akan jatuh
dan jatuh lagi. Si penderita baru saja memasuki lingkaran setan yang tak
bertepi.

Menjinakkan Stupid Disease

Perlu diingat, seseorang bisa dikategorikan sebagai menderita penyakit
goblok jika dirinya mulai sadar bahwa situasi yang membelenggunya saat
itu harus segera dihentikan, dan pada tingkat tertentu ia telah berusaha
keras dalam mengatasi keadaannya. Selama seseorang masih bisa menikmati
atau mentolerir penderitaan dan kerugian akibat keputusannya sendiri,
dan ia tidak sungguh-sungguh bertindak supaya lepas dari situasi itu, ia
bukan penderita penyakit goblok.

Seperti disinggung di atas, penderita stupid disease umumnya adalah
mereka yang memiliki kecerdasan dan kesadaran yang lumayan. Nah,
kecerdasan dan kesadaran itu mirip dengan zat antibodi dalam tubuh kita
yang mampu menangkal penyakit atau menyembuhkan diri sendiri.
Persoalannya tinggal bagaimana mengupayakan supaya kesadaran itu bisa
terus terjaga, sampai yang bersangkutan bisa mengambil
keputusan-keputusan yang tidak lagi merugikan dirinya sendiri.
Sesungguhnya, setiap penderita penyakit goblok perlu bantuan psikolog
atau psikiater. Tetapi bila itu tidak menjadi pilihan, sejumlah langkah
konstruktif berikut bisa dipakai untuk menyembuhkan diri sendiri.
Berikut ulasannya.

1. Teman Sharing
Dalam kondisi normal, setiap orang membutuhkan teman, apalagi penderita
penyakit goblok. Bedanya, teman biasa hanya menjadi tempat berkeluh
kesah. Mereka hanya memberi nasihat normatif dan tidak ingin terlibat.
Teman berbagi yang dibutuhkan penderita penyakit goblok harus bekerja
lebih keras, kadang bahkan harus sedikit terlibat. Nah, teman berbagi di
sini tidak sekedar hanya jadi 'tong sampah', atau malah menyerahkan
semua keputusan di tangan si penderita. Teman ini dituntut untuk menjadi
partner yang kritis, mengajak penderita melihat masalah secara obyektif,
mencari alternatif dan membantunya mengambil keputusan dan tindakan
terbaik.

Penderita penyakit goblok tidak selalu blank. Saat-saat tertentu, muncul
kesadarannya untuk memandang masalah secara proporsional. Ia juga mampu
menemukan alternatif dan mengenali mana yang menguntungkan serta mana
yang merugikan. Kesadaran seperti inilah yang dibutuhkan. Di sini teman
berbagi harus bisa mengkondisikan agar kesadaran itu menjadi kesadaran
dominan. Siapa yang bisa jadi teman berbagi? Teman dekat, pasangan,
anggota keluarga, termasuk penasihat profesional.

2. Menuliskan Masalah
Dalam kondisi terbelenggu penyakit goblok, orang sulit berpikir jernih
karena situasinya memang cenderung emosional. Cara kuno untuk mengurangi
efek ini adalah dengan menuliskan masalahnya di selembar kertas. Semakin
detail masalah faktor-faktor penyebabnya didefinisikan, maka semakin
mudah pula pilihan solusinya ditemukan. Sesungguhnya, menuliskan
masalah, penyebab dan solusinya (dari pilihan terburuk sampai yang
terbaik) dalam selembar kertas itu, tidak ditujukan untuk memaksa orang
mencari solusi instan. Itu mustahil dalam kondisi terbelenggu oleh
penyakit goblok. Tujuannya hanyalah melatih dan mendisiplinkan diri
supaya berada pada jalur kesadaran kognitif. Kesadaran dan kejernihan
berpikir perlu terus-menerus dirangsang kemunculannya, sehingga akhirnya
bisa mengalahkan cara pandang yang terlalu emosional.

Satu metode yang ampuh untuk menggugah semangat adalah dengan lebih
mengorientasikan diri pada masa depan. Menuliskan langkah-langkah untuk
meraih tujuan dan mimpi-mimpi ke depan sangat sugestif sifatnya. Cara
ini membuat kecerdasan dan kesadaran terangsang untuk bereaksi maksimal.
Kegiatan ini perlu terus dilakukan, baik setiap kali penderita merasa
down maupun saat muncul semangat baru, sampai akhirnya tertulis
komitmen-komitmen yang lebih tegas untuk lepas dari belenggu masalah.
Komitmen inilah yang perlu didiskusikan dengan orang terdekat yang
selama ini jadi teman berbagi.

3. Memperluas Konteks
Menderita penyakit goblok bisa berarti menghadapi masalah yang sama,
orang yang sama, sebab yang sama dan akibat-akibat yang relatif sama,
secara berulang-ulang. Untuk lolos dari lingkaran setan ini, tak ada
cara lain yang lebih ampuh selain mencoba berbagai hal yang serba baru:
lingkungan baru, cara kerja baru, pekerjaan baru, mode rambut baru, cara
berpakaian baru, cara berpikir baru, aktivitas baru, komitmen baru,
kenalan-kenalan baru, hubungan baru dan lain-lain. Lebih bagus lagi jika
diri ini ditantang melakukan banyak hal yang selama ini ditakutkan
(hal-hal positif tentunya). Tidak mudah memang, namun jika berhasil,
perasaaan kemenangan yang luar biasa akan melingkupi kondisi psikologis
kita. Ini bukan berarti lari dari masalah. Namun ini ditujukan untuk
memperluas konteks kita, melepaskan diri dari keterkungkungan psikologis
dan fisik. Daripada masa lalu, hal baru lebih mudah membuka kesadaran
kita.

4. Mengubur Masa Lalu
Ini hal yang paling sulit, namun jika tidak ingin terantuk-antuk terus
oleh penyakit goblok, masa lalu harus dikubur. Sesungguhnya, kata yang
lebih tepat adalah meletakkan masa lalu pada tempat yang semestinya.
Artinya, tidak menjadikannya sebagai hantu yang setiap saat bisa
memperlemah komitmen kita. Penderita penyakit goblok biasanya lebih suka
mengatakan; "Tidak mudah melupakan dia...", "Masalahnya tidak
sesederhana yang kamu kira..", "Aku butuh waktu...", "Kamu tidak bisa
merasakan sakitnya...," dan sebagainya. Jika ingin benar-benar mengubur
masa lalu, lebih baik mengungkapkan komitmen seperti ini: "Aku akan
mencoba!", "Tidak mudah, tapi aku akan berusaha!", "Aku berjanji pada
diriku sendiri!" dan sebagainya. Memperluas konteks dan mengubur masa
lalu menjadi satu paket resep penyembuhan penyakit goblok. Jangan
ditawar-tawar lagi!

5. I Love My Self
Penderita penyakit goblok adalah orang yang paling sering mengabaikan
diri sendiri. Mereka rela menderita demi sang penyebab penderitaannya
itu. Mereka bahkan cenderung menyiksa dan menyakiti diri sendiri. Maka
jangan berharap orang seperti ini memiliki kepercayaan diri untuk bisa
lepas dari sumber masalah. Ini jelas-jelas sangat tidak sehat. Counter
attack untuk kecenderungan ini adalah dengan mencoba lebih mencintai
diri sendiri. Egois? Bukan! Dalam artian positif, itu berarti mencoba
lebih mengutamakan kepentingan sendiri, tidak mau dirugikan orang lain,
tidak mudah berkorban untuk hal yang tidak jelas manfaatnya, tidak mau
dirugikan oleh pilihan-pilihan sendiri dan melakukan tindakan-tindakan
yang lebih memanjakan diri sendiri.

6. Langkah Konkrit
Hanya dengan memutuskan untuk lepas, tidak berarti seseorang telah
lepas. Jadi, setelah cukup menuliskan berbagai komitmen dan rencana
tindakan ke depan, penderita harus melakukan langkah-langkah konkrit
untuk mewujudkannya. Ini merupakan proses atau fase transformasi diri
yang harus terus dijaga keberlangsungannya. Ingat, virus penyakit goblok
bisa menyerang kembali. Manakala seseorang sedang labil, ia bisa mudah
terjebak dalam kebodohan seperti sebelumnya. Jadi, proses transformasi
diri ini harus dijaga dan dijalankan secara konsisten. Konsolidasi diri
harus menyeluruh, kesadaran terus diperkuat sampai fase penyembuhan ini
selesai, sampai akhirnya penderita menemukan dirinya yang baru dan
terbebas dari penyakit ini. Virus stupid disease bisa tumbuh pada diri
seseorang saat ia menghadapi berbagai kasus seperti masalah pekerjaan,
karir, obsesi atas hal tertentu atau hubungan antar personal umumnya.
Pendek kata, saat seseorang merasa tidak bisa memfungsikan kapasitas
intelektualnya untuk mengambil pilihan-pilihan terbaik, ia perlu
waspada, karena bisa jadi penyakit goblok sudah menjangkitinya.

Edy Zaqeus adalah editor pembelajar.com (http://www.pembelajar.com),
penulis buku "Kontektualisasi Ajaran I Ching" dan dua buku best seller
"Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah" dan "Resep Cespleng Berwirausaha". Ia
dapat dihubungi di [EMAIL PROTECTED]


[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Listen to Internet Radio! Access to your favorite Artists!
Click to listen to LAUNCHcast now!
http://us.click.yahoo.com/_mKGzA/GARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke