Berguru Pada Bocah: Tulis Sambung Masih Perlukah?

 

Tidak pernah terpikir sebelumnya, masalah-masalah apa saja yang secara khusus pernah dihadapi orangtua saya dulu saat usia saya masih belia. Seingat saya, orangtua dan guru adalah panutan buat digugu dan ditiru.

 

Sekarang, saat embel-embel orangtua sudah menempel pada diri saya, baru saya sadari, bahwa setiap hari ada tugas mulia yang diemban anak, yaitu menjadi guru bagi orangtuanya. Ya. Belajar dari anak akan memberi perspektif yang jauh berbeda dan (menurut saya) jauh lebih bijaksana, bila kita mau. Orangtua dan guru tidak melulu tempat menggugu dan meniru.

 

Hari ini, yang mengusik pikiran saya, adalah soal seberapa pentingnya menulis sambung di sekolah. Pengalaman Vian menjadi bahan ajaran saya hari ini. Vian sekarang kelas 2 SD. Soal membaca dan menulis sudah dipahaminya sejak usia 5 tahun, saat di bangku Taman Kanak-kanak. Saat di Sekolah Dasar ada kewajiban untuk trampil menulis sambung. Bahkan di kelas dua ini, pada semua pelajaran mereka harus menulis dengan tulisan sambung.

 

Sepertinya, menulis sambung, meskipun tidak harus halus kasar seperti jaman eyang dahulu, menjadi ketidaknyamanan tersendiri bagi beberapa murid, termasuk Vian. Bagi beberapa anak, menulis sambung memerlukan usaha ekstra dan waktu lebih lama dalam menyelesaikan tugas. Beberapa kali Vian harus membawa tugas ke rumah, hanya karena dia tidak dapat menyelesaikan tugasnya di sekolah. Bukan. Bukan karena dia tidak paham materinya. Materi pelajaran justru sudah sangat ngelotok di kepalanya, tetapi dia perlu waktu lebih menyelesaikannya, karena semua harus ditulis sambung.

 

Menghadapi anak saya yang satu ini memang harus ekstra sabar. Saat di playgroup, dia pernah mogok tidak mau mengerjakan apa-apa, karena pembimbingnya memaksa untuk menggunakan tangan kanan. Vian seorang kidal. Saat kelas satu Sekolah Dasar, dia sempat tidak percaya diri karena tidak dapat menulis sambung sebaik dan secepat teman-temannya. Menurut saya, menjadi tidak adil bagi anak-anak, apabila semangat belajar dan percaya dirinya menurun hanya karena kewajiban dan keharusan yang ironisnya ditetapkan oleh guru atau pendidik saat ini. Keharusan-keharusan yang tidak mendasar dan pada akhirnya membelenggu kebebasan berekspresi anak. Toh esensi pendidikan dasar adalah mempersiapkan fondamen yang kuat bagi anak untuk dapat berpikir secara ilmiah nantinya.

 

Kalau saya jadi guru, sudah cukup bagi saya bila anak-anak bisa paham membaca dan menulis, tulisannya dapat dimengerti orang lain yang membaca, dan mereka bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Saya tidak akan mempermasalahkan apakah dia akan menulis dengan huruf cetak atau huruf sambung. Sudahlah, sekarang kan bukan jamannya eyang dulu yang dipukul penggaris tangannya oleh guru bila tidak menulis sambung halus kasar. Penilaianpun tidak bisa hanya berdasarkan tulisan. Sambung atau tegak, bagus atau jelek.

 

Pengalaman pribadi saya sendiri menunjukkan, bahwa menulis sambung pada akhirnya hanya saya gunakan saat membuat draft tulisan. Tulisan tangan saya hingga sekarang adalah tulisan berhuruf cetak. Hal ini banyak terjadi pada orangtua generasi saya. Jarang sekali saat ini ditemui tulisan tangan rapih yang menggunakan huruf sambung, kecuali pada jurnal yang ditulis tangan oleh eyang.

 

Berpikir lebih maju lagi, adalah bahwa anak-anak ini nantinya akan banyak berhubungan dengan teknologi. Keyboard komputer akan lebih banyak digunakan daripada tulisan tangan. Jadi mengapa sekarang anak-anak ini diharuskan melatih tulisan sambung yang notabene banyak menghabiskan waktu?  

 

Mungkin pemikiran saya tadi hanya karena saya tidak paham soal teori pendidikan. Bisa jadi saya salah. Setahu saya menulis sambung berhubungan dengan latihan motorik halus anak. Tapi kalau akhirnya kewajiban menulis sambung justru jadi hambatan bagi anak - yang ternyata tidak terjadi pada anak saya saja - apakah tujuan pendidikannya akan tercapai?

 

Note:

 

Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada profesi guru. Namun jaman berubah, pemikiran berubah, dan mungkin saja sistem pengajaran perlu disesuaikan dengan perubahan.

 

"But it's not just learning things that's important. It's learning what to do with what you learn and learning why you learn things at all that matters."

 

-Norton Juster, The Phantom Tollbooth

 

 



=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna

Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke