Gundah Berakhir SyukurSaya akan bercerita lagi tentang seorang Ayah. Plus dengan gundahnya.Tujuh belas tahun yang lalu,usianya masih empat puluh tujuh tahun, dania masih berstatus pegawai negeri. Ia bukan atasan, tapi juga bukanbawahan. Punya atasan, pun ada pegawai yang posisinya berada dibawahnya. Di usia itulah, ia terus menerus merasa gundah. Gundah akansegala bentuk `permainan' yang dilakukan atasannya, gundah akankeresahan yang dialami pegawa-pegawai di bawahnya, dan teramat gundahakan masa depannya yang takkunjung berubah.Di usianya yang hampir memasuki masa pensiun, ia masih tinggal dirumah kontrakan dua kamar yang belum layak disebut rumah. Tak punyakendaraan bermotor, tak punya handphone andai saja seorang anaknya takmenghadiahinya suatu kali saat ia berulang tahun. Ia masih selaluturun naik angkot menuju kantornya, berangkat pagi kembali menjelangmalam. Di saat yang sama, rekan-rekan seprofesi dan setingkatnyasesama pegawai negeri sipil, sudah punya rumah mewah yang berdiri diatas tanah seluas seribu meter. Sebuah mobil Toyota keluaran terbarusering mejeng di rumahnya, itu belum termasuk dua sepeda motor yangdipakai anaknya ke sekolah. Satu lagi yang tak kalah hebatnya,beberapa temannya pun sampai ada yang dua-tiga kali berangkat haji."Mungkin dia habis dapat warisan," baik sangkanya.Seorang kenalannya, yang ia sebut-sebut tingkatan kepegawaiannya satulevel di bawahnya, bahkan sudah bertahun-tahun memiliki rumah besar,lengkap dengan perabot mewah dan kendaraan bermotor. Melihat`kesuksesan' teman-temannya, ia semakin gundah. Usianya bertambah satutahun, bertambah pula kegundahannya. Akankah ia mewarisi kemiskinankepada anak-anaknya kelak?Bukan tak ada kesempatan baginya untuk meraih `kesuksesan' layaknyateman-teman seprofesinya. Bukan tak mungkin ia pun, bahkan, bisamemiliki rumah lebih mewah, kendaraan lebih mahal dari teman-temannya."Kesempatan itu terus terjadi di depan mata," ujarnya. Setiap waktu iaharus berhadapan dengan perintah atasannya untuk me-mark-up anggaran.Setiap saat itulah ia terus merasa gundah, karena sang boss punberujar enteng, "ambil sebagian buat kamu," Dan godaan itu tak satudua kali saja. Ia bersikeras untuk tidak melakukan perintah atasannya,tapi iajuga tak tega melihat jeritan anak buahnya yang berharap iamau menuruti perintah sang boss. Maklum, kalau anggaran di-mark-up,semua dapat jatah, bahkan sampai ke bawah.Usia terus bertambah, memasuki angka lima puluh. Gundahnya semakinmenjadi. Seorang pegawai negeri, bukan atasan, juga bukan bawahan,masih tinggal di rumah kontrakan selama bertahun-tahun. Tak terbelikendaraan, meski sekadar roda dua. Saya pernah sering mendapatinyamengenakan pakaian yang itu-itu saja selama beberapa hari. kadang iaterlambat ke kantor menunggu tangan lihai sang isteri menjahit celanapanjangnya yang sedikit koyak. Pernah juga saya dengar, ia memintasang isteri meminjam sejumlah uang ke tetangga agar bisa berangkat kekantor. Pantang baginya untuk terlambat, apalagi absen dengan alasanyang yang tidak jelas.Satu, dua tahun berikutnya. Gundahnya menghilang seketika menjelangmemasuki masa pensiun. Ia justru bersyukur tak terlibat praktik dan`permainan' yang selama bertahun-tahun berlangsung di depan matanya.Ia memang melihat semua itu, namun ia hanya mampu menutup mata agartak tergoda barang sedikit pun mencicipinya. Hingga kini, saat iamenghabiskan sisa-sisa hidupnya di rumah kontrakannya yang selamapuluhan tahun ia tempati, ia boleh berbangga tak menyentuh uang yangbukan haknya."Saya masih senang ikut pengajian, akan ditaruh di mana wajah iniseandainya saya ambil `kesempatan' itu dahulu, saat seorang ustadzbicara soal haramnya korupsi. Pasti akan panas telinga saya mendengarayat-ayat yang dilafazkan ustadz tentang harta yang bersih. Akankahsanggup saya tersenyum dengan harta-harta yang orang lain tahu, bahwatak mungkin pegawai seperti saya mampu memilikinya jika tidak dengancara yang tidak halal?"Bibirnya bergetar mengucapkan kalimat ini.Kegundahan yang puluhan tahun ia jaga dan tetap terjaga sebagai gundahyang lebih sering terselesaikan dengan airmata di atas sajadah setiapmalamnya itu, kini membuahkan ketenangan hidup. Ia tetap bersyukur,meski hingga hari ini masih tinggal di rumah kontrakannya. Ia merasatenang, "Bahkan mati nanti pun saya tak cemas, karena tidak banyakharta yang harus saya pertanggungjawabkan di hadapan Allah".Giliran saya yang bersyukur, karena saya teramat mengenal dan dekatdengan sosok Ayah ini. Semoga saya bisa menjadi sepertiyangdiharapkannya, jujur dan bersih meski harus terus menerus menggenggamgundah.disadur dari sebuah sumber...
Walaikumsalam wr wb,
Aris ga pake H
Aris ga pake H
mochamadarip at yahoo dot com
Yahoo! Shopping
Find Great Deals on Holiday Gifts at Yahoo! Shopping
=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida & Krisna
Jangan lupa untuk selalu menyimak Ida Krisna Show di 99.1 DeltaFM
Senin - Jumat, pukul 06.00 - 10.00 WIB
SMS di 0818-333582
=================================================================
YAHOO! GROUPS LINKS
- Visit your group "idakrisnashow" on the web.
- To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
- Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.