KECIL-KECIL,KOK, JAGO BOHONG
Mungkin saja ia terpaksa demi melindungi diri dari hukuman orang tua.
Tapi tetap harus diluruskan agar tak jadi kebiasaan.

Jangan dikira si kecil tak bisa berbohong. Apalagi, seperti dijelaskan
Wirda Hanim, M.Psi., staf bimbingan konseling Universitas Negeri Jakarta
(UNJ), banyak faktor penyebab anak berbohong. "Salah satunya, lingkungan
keluarga. Misal, karena ingin melindungi diri dari hukuman orang tua."
Contohnya, dia tak mengaku mencubit adiknya padahal jelas-jelas sudah
melakukannya. "Daripada dihukum ayah atau ibu, dia memilih berbohong
meski ia belum mengerti betul apa arti berbohong."
DEMI KESENANGAN DIRI
Yang jelas, kata Wirda orang tua amat berperan dalam soal
ini.Contoh-contoh keliru yang dilakukan di rumah, bisa memicu kebiasaan
anak berbohong. Soal aturan rumah, misal, Ayah bilang A, ibu bilang B.
"Anak jadi bingung, harus mengerjakan yang mana. Nah, saat dia melakukan
B padahal menurut ibu harusnya A, jadilah dia berbohong hanya karena
takut dimarahi."
Hati-hati pula terhadap perilaku kita karena si kecil sering
mengidentifikasi apa yang dilakukan orang tua. "Identifikasi merupakan
salah satu sifat anak yang tumbuh dengan kuat," terang Wirda. Syukur,
bila anak mengidentifikasi dari segi baiknya, semisal anak selalu
membuang sampah di tempatnya. Tapi kalau justru yang buruk yang ditiru,
kan, celaka.
Misal, tanpa sadar si ayah cerita, dia berhasil mengelabui bosnya di
kantor dengan mengatakan sudah mengerjakan tugasnya padahal sebenarnya
tak demikian agar tak dimarahi bos. "Mungkin itu kebohongan yang hanya
dilakukan orang dewasa terhadap orang lain. Tapi bukan tak mungkin anak
akan ikut-ikutan karena dia merasa ada pembenaran dari orang tuanya
untuk berbohong."
Memang, jelas Wirda, kebohongan yang paling sering ditemui adalah yang
menyangkut kesenangan anak. Kalau ingin hadiah, umpamanya, ia cenderung
suka berbohong. Ia tahu, misal, kalau sudah bikin PR, boleh nonton TV.
Nah, begitu film kesayangannya main, dia pun akan cari akal supaya bisa
nonton.
"Sejak umur 6 tahun, anak umumnya sudah menyadari dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan," terang Wirda. Saat tahu ada yang menarik di
sekitarnya (film tadi), ia akan coba menyesuaikan diri untuk dapat
menikmatinya. "Tak mustahil, penyesuaian dirinya itu dilakukan dengan
cara berbohong terlebih dulu. Misal, dia mengaku sudah membuat PR-nya."
HARUS DILURUSKAN
Sebetulnya, ungkap Wirda, kata hati anak bersih, "Dia tak tahu,
berbohong itu diperbolehkan atau tidak. Lingkungan yang sebetulnya
sangat berperan." Bila lingkungan memberinya peluang, apalagi dukungan,
sifat berbohongnya pasti berlanjut. Dengan kata lain, jika sifat baik
anak terus didukung lingkungannya, maka sifat tersebut cenderung
menguat. Begitu pula sebaliknya. Yang dikhawatirkan jika sifat buruknya,
seperti berbohong, dibiarkan begitu saja hingga akan terbawa hingga ia
besar kelak.
Nah, supaya tak keterusan, luruskan perilaku anak setiap kali dia
melakukan kebohongan. "Jangan kasih dia kesempatan untuk berbohong lagi.
Memang,belum tentu setiap anak paham, ia tak boleh berbohong karena
perilaku itu tak baik. Tapi kalau hal itu terus ditanamkan secara
konsisten, anak akan mengerti."
Ada banyak cara, kok, untuk menanamkan pemahaman ini. Yang paling mudah,
menghukumnya dengan cara menjauhi kesenangannya. Jika ia ketahuan
mengambil uang dan tak mengaku, larang dia menonton film kesukaannya
atau jangan dulu membelikan komik yang diinginkannya. Anak pasti merasa
tak nyaman. Nah, saat itulah kita bisa menasehatinya,"Makanya jangan
berbohong. Kalau kamu mengaku, Ayah/Bunda akan memberi apa yang kamu
inginkan." Jika kemudian ia mengakui perbuatannya, ajak anak diskusi.
Tanyakan alasan ia mengambil uang dan jelaskan bahwa perbuatannya itu
amat tak terpuji. Dari cara seperti ini, kata Wirda, selain jera
mengambil uang, anak jadi paham, berbohong tak boleh dilakukan dan
selanjutnya ia kapok melakukannya lagi.
PENTINGNYA AGAMA
Jangan lupa pula mempertimbangkan sifat anak. Anak yang amat sensitif,
biasanya perlu pendekatan halus. "Teguran keras hanya akan membuatnya
menangis bahkan menjerit-jerit. Alhasil, maksud kita untuk memberi tahu,
malah gagal." Jika dengan cara halus tak mempan, barulah intensitasnya
ditambah sedikit demi sedikit. Sementara untuk anak yang tak bisa
diarahkan dengan cara halus, terapkan gaya tegas. "Misal, dengan
memarahi dan memberi hukuman lebih berat. Apalagi bila anak sudah
berbohong berkali-kali."
Namun pelurusan, tekan Wirda, tak hanya dilakukan saat anak berbohong.
"Buat pula kesepakatan agar anak tak berbohong lagi. Misal, ia bakal
menerima hukuman lebih berat seperti tak mendapat uang jajan selama
seminggu dan minta ia menyepakati hal itu." Dengan demikian, jika ia
berbohong lagi, "Ia akan merasa bersalah dua kali, yaitu telah berbohong
dan menyalahi janjinya pada orangtuanya."
Tak kalah penting, tambah Wirda, penanaman agama. Katakan, berbohong
adalah perbuatan yang tak disukai Tuhan dan kendati ia tak mengaku,
Tuhan pasti tahu. Dengan cara ini, anak sekaligus bisa lebih didekatkan
pada Yang Kuasa.
 
Jangan Ditolerir
K endati kadar berbohong anak masih "rendah" dan sifatnya coba-coba,
tetap harus diatasi sedini mungkin. Sebab, bila dibiarkan, akan
berlanjut pada kebohongan yang lebih besar. Lebih parah lagi jika
kemudian perilaku itu dilakukannya demi mendapatkan apa yang
diinginkannya tanpa peduli apakah tindakannya itu benar atau salah. Oleh
sebab itu, sekecil apa pun kebohongan anak, jangan pernah ditolerir.
"Soalnya, meski kecil, kalau dilakukan berulang kali, bisa mengarah ke
yang lebih besar," tandas Wirda.
Misal, jika ia pulang sekolah lebih lambat dari biasanya, jangan puas
dengan penjelasan anak bahwa ia harus ikut pelajaran tambahan. Tanyakan
lebih detail lagi dan jika ternyata ia berbohong, dengan lembut tanyakan
alasan kenapa ia tak jujur. Dengarkan pula alasannya berbohong, baru
kemudian luruskan. Jika ia akhirnya mengatakan pulang terlambat karena
main dulu, katakan baik-baik, "Ibu pasti mengizinkan kamu pulang
terlambat kalau kamu bilang terlebih dulu. Yang jelas, Ibu tak mau kamu
berbohong dengan alasan apa pun. Kamu tahu, kan, itu tidak baik dan tak
boleh dilakukan?"
 
Minta Maaf
Kadang, tanpa sadar, kita telanjur mengatakan hal salah dan berbau
kebohongan di depan anak. Nah, segera netralisir suasana dan jelaskan,
kita telah melakukan kesalahan hingga anak tak boleh mengikutinya.
"Jangan sungkan minta maaf pada anak atas kesalahan yang sudah kita
lakukan," ujar Wirda. Sayangnya, orang tua sering merasa "gengsi" jika
harus minta maaf pada anak. "Lebih baik lupakan soal gengsi daripada
nantinya berdampak buruk bagi anak."





[Non-text portions of this message have been removed]





=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================




SPONSORED LINKS
Station


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke