Keunikan Masyarakat Mesir Farhan Kurniawan The statue in Egypt that inspires the poem Ozymandias, reproduced from Amazeingart.comBanyak orang Mesir terketuk hatinya untuk membantu mahasiswa Indonesia, seorang lelaki Mesir yang hanya mempunyai sebuah toko boneka menanggung 20 anak Indonesia, dengan memberikan bantuan tiap bulan. Komunitas Terbesar
Berbicara tentang pelajar Indonesia di Kairo tidak lepas dari berbicara tentang komunitas pelajar Indonesia terbesar di Timur Tengah. Sebagaimana diketahui bahwa komunitas pelajar Indonesia di Kairo merupakan komunitas pelajar Indonesia terbesar di luar negeri setelah Negeri Belanda, pada masa lalu. Namun gaung kebesaran komunitas pelajar Indonesia di Mesir saat ini tidaklah menggema sebagaimana masa lalu, akibat bermunculannya sentra-sentra baru menuntut ilmu bagi pelajar Indonesia di luar negeri. Meski demikian eksistensi pelajar-pelajar Indonesia di Kairo tetap bertahan bahkan mengalami kenaikan secara kuantitas setiap tahun. Kenaikan jumlah pelajar Indonesia di Mesir tidak lepas dari kondisi pendidikan dalam negeri, khususnya pendidikan keislaman yang mengalami degradasi mutu. Di samping belajar di Mesir dianggap murah, tidak sebagaimana belajar di negara-negara lain, seperti di Eropa dan Amerika, namun dengan kualitas yang diperhitungkan. Secara sosiokultural, masyarakat Mesir tidak beda jauh dengan masya rakat Indonesia pada umumnya, yaitu berlatarbelakang agraris dengan latar belakang pemeluk Islam sunni yang kuat. Karena itu berbagai kondisi sosial keagamaan Mesir tidak banyak berbeda dengan masyarakat Indonesia. Kebanyakan pelajar Indonesia di Mesir, mahasiswa dan mahasiswi, menuntut ilmu di Universitas Al Azhar; baik ilmu agama, bahasa Arab, hukum, humaniora. Sisanya tersebar di Institut Liga Arab, Universitas Kairo, Universitas Ain Shams, ataupun Institut Study Islam Zamalek. Hanya Perbedaan Bahasa Saya merupakan salah seorang dari mereka yang menuntut ilmu di Universitas Al Azhar. Tepatnya di Fakultas Teologi jurusan Akidah dan Filsafat. Saya menetap di Kairo sudah sebelas tahun, semenjak jaman Orde Baru, Reformasi (Habibie, Gus Dur, Megawati), dan SBY saat ini. Karena itu saya banyak mengetahui kondisi pelajar Indonesia di Kairo. Bagi saya, menuntut ilmu di Mesir bagai menuntut ilmu di negeri sendiri. Tidak terasa seperti menuntut ilmu di negara lain. Hal ini tidak lepas dari keramahtamahan orang Mesir, mudahnya memperoleh bahan makanan Melayu, serta kondisi sosiokultural masyarakat Mesir sendiri yang tidak banyak berbeda dengan masyarakat Indonesia. Perbedaan bahasa lah yang membedakan antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat Mesir. Masyarakat kita berbahasa Indonesia dan masyarakat Mesir berbahasa Mesir berbahasa Arab. Dampak Krisis Moneter Ketika krisis moneter di akhir era Orde Baru menerpa Indonesia, tidak sedikit pelajar-pelajar Indonesia di luar negeri mengalami imbasnya. Orang-orang tua mereka tidak mampu lagi mengirim uang untuk bekal anak-anaknya menuntut ilmu. Karena itu tidak sedikit dari para pelajar Indonesia yang memutuskan untuk kembali ke Tanah Air. Peristiwa seperti itu merata terjadi hampir di setiap negara ketika itu, termasuk di Mesir. Melihat arus "eksodus" akibat krisis ekonomi begitu membludak di kalangan mahasiswa Indone sia. Bahkan pernah satu penerbangan Singapore Airlines dipenuhi pelajar-pelajar Indonesia di Mesir ketika itu, dan pemulangan para pelajar Indonesia dengan kapal barang dari Eropa yang sedang bersandar di Port Taufiq, Terusan Suez. Menggalang dana masjid Tidak sedikit orang-orang Mesir merasa prihatin. Lalu mereka menggalang dana di masjid-masjid dan perkumpulan-perkumpulan kebajikan untuk membantu para penuntut ilmu Indonesia di Lembah Nil. Setiap bulan seorang mahasiswa menerima bantuan sebesar LE 160 (seratus enampuluh pound Mesir, atau sekitar 40 US$). Uang ini dapat digunakan untuk membayar sewa flat dan keperluan lainnya bagi seorang mahasiswa. Di samping terkadang masih memperoleh zakat dari berbagai masjid atau memperoleh tempat tinggal gratis, mendapat bantuan bahan makanan, bantuan diktat-diktat kuliah dari doktor-doktor Universitas Al Azhar atau perkumpulan kebajikan. Untuk keperluan membayar sewa flat sebesar LE 300 - LE 400 setiap bulan. Setiap flat dihuni lima sampai tujuh orang mahasiswa , tergantung banyak kamar. Menanggung 20 anak Hal yang mengetuk hati saya dan kawan-kawan adalah tidak sedikit dari orang-orang Mesir yang memberikan bantuan kepada pelajar-pelajar Indonesia ketika itu bukanlah termasuk kaya. Di distrik Atabah Kairo misalnya, seorang lelaki Mesir yang hanya mempunyai sebuah toko boneka menanggung 20 anak Indonesia, dengan memberikan bantuan tiap bulan sebesar LE 160. Ada juga seorang ibu tua yang memberi bantuan puluhan pelajar putri setiap bulan, tapi tinggal dalam rumah cukup sederhana. Flat tanpa perabotan. Tentang bahan-bahan makanan. Selama di Mesir, saya tidak pernah mendengar seorang pelajar Indonesia mengalami kesulitan memperoleh bahan-bahan untuk membuat masakan Melayu, sebagaimana saya baca terhadap pelajar-pelajar Indonesia di Eropa dan Amerika. Segala bahan untuk membuat masakan cita rasa Melayu tersedia di Mesir dengan harga yang relatif murah. Kecuali bahan-bahan spesifik yang tidak te rdapat di Mesir, karena harus dibawa dari Indonesia. Sosiokultural Secara sosiokultural, masyarakat Mesir adalah pemeluk Islam dengan mazhab Sunni sebagaimana di Indonesia. Karena itu tradisi kemasyarakatannya tidak jauh berbeda. Hanya saja masyarakat Mesir kental dengan nuansa keagamaan, meski dalam kehidupan umum dan acara TV terkesan biasa-biasa saja. Pada bulan Ramadhan, sebagaimana di Indonesia, masyarakat Mesir menghidupkan malam-malamnya dengan beribadah dan membaca Al Quran. Bunyi petasan terdengar dimana-mana. Sinetron-sinetron televisi dan iklan membanjir menjelang berbuka puasa. Pada malam hari waktu makan sahur, ada orang-orang berjalan kaki keliling blok atau kampung sambil memukul-mukul gendang kecil membangunkan orang-orang untuk makan sahur, mirip di Indonesia. Di Mesir orang berkeliling membangunkan orang-orang untuk makan sahur ini dinamakan "mesaharaty", sedang di Indonesia dinamakan "patrol" atau yang lain, tergant ung daerah. Pada hari raya Idul Fitri dan Adha, masyarakat berjubel shalat Ied di tanah-tanah lapang, berkunjung ke sanak saudara atau memadati tempat-tempat wisata. Masyarakat Mesir lebih meramaikan perayaan Idul Adha daripada Idul Fitri, tidak sebagaimana masyarakat Indonesia. Bahasa Amiyah Di manapun kita berada bahasa adalah kunci pergaulan, begitu pula di Mesir. Jika kita menguasai bahasa Arab, khususnya bahasa harian (amiyah) maka urusan tidak akan bertele-tele. Namun jika kita tidak menguasainya, maka urusan agak ruwet, karena kita bisa dianggap pelancong atau turis (khwaga). Hal yang tidak hanya akan mendatangkan palak, namun juga balak. Orang Mesir akan memasang harga wajar, bersahabat, dan harga pribumi terhadap suatu barang jika kita berbicara dengan bahasa harian mereka. Namun jika tidak, kita akan membayar 1 kg tomat dengan LE 4 sebagai ganti LE 0,60 (enampuluh piaster). Sok Tahu Pengalaman menjengkelkan lain adalah jika kita bertanya tentang sesuatu tempat tujuan yang kita tidak tahu kepada seorang Mesir di jalan. Setiap orang Mesir pasti akan memberikan jawaban yang tidak sama. Orang Mesir akan menjawab tahu jika kita tanya suatu hal, meskipun pada hakekatnya dia pura-pura tahu, akibatnya kita akan tersesat. Hal demikian bukan hanya berlaku terhadap orang asing, tapi terhadap sesama orang Mesir pun berlaku sama. Karena itu orang Mesir lebih suka bertanya kepada orang asing tentang suatu tempat yang tidak ia ketahui, daripada bertanya kepada sesama orang Mesir. Orang Mesir terkadang memang sok tahu. Tapi tidak semua orang Mesir berlaku demikian, terkadang ada juga yang baik. Jika kita tanya sesuatu dan ia tidak tahu persis, ia menjawab dengan jujur. Lalu menanyakannya pada orang lain yang lebih tahu. Pasar-Egypt_200.jpgBudaya IBM Budaya menjengkelkan jika kita berurusan dengan orang Mesir adalah budaya IBM (Insyaallah, Bukrah, Malesy/Mafis). Budaya ini amat terkenal di kalangan orang-orang Mesir. Suatu kali saya dan kawan-kawan datang ke sebuah kantor pemerintah untuk urusan beasiswa. Setelah berbasa-basi dan menyerahkan berkas dengan berbagai syaratnya, saya bertanya, "Emta khalas (kapan selesai)?" "Insyaallah, khamsa di'ah (insyaallah, lima menit lagi)", katanya. Sejam kemudian saya datang dan bertanya, "Khalas wala lessa? (sudah selesai atau belum?)" "Bukrah" (besok), jawabnya. Saya dan kawan-kawan pun pergi. Esok pagi-pagi saya datang dan mengambil tempat paling depan. Setelah ada di depan loket, saya katakan saya mau mengambil berkas yang saya serahkan kemarin. "Lessa, Ma'lesy, Ba'dal Usbu' (belum, maaf, seminggu lagi)!", jawabnya enteng. Dengan kesal saya pun pergi. Begitulah gambaran menarik dan menjengkelkan. Tapi bagaimanapun juga, pada umumnya orang Mesir baik hati. Jika kita salah, cukup minta maaf dan berkata "ma'lesy" serta mengaku salah, mereka tidak akan memperpanjang urusan. Tapi jika kita ngotot, mereka akan melayani kita dengan bersitegang urat sebagaimana mereka bertengkar mulut dengan sesama orang Mesir. Tidak Menyimpan Dendam Bagi saya lebih baik menahan diri dan memahami watak orang Mesir daripada harus melayani mereka dengan perang mulut. Karena mereka itu wataknya memang begitu, tidak sebagaimana orang-orang Indonesia. Meski orang Mesir keras, hanyalah sebatas kata-kata, tidak pernah menjurus pada adu otot. Sehabis itu damai dan akur lagi, tidak ada masalah. Inilah yang membedakan orang-orang Mesir dengan orang Indonesia. Orang Indonesia tidak banyak bicara, namun menyimpan kata-kata dalam hati yang pada saatnya akan meledak. Dari sini saya banyak belajar berinteraksi dari kehidupan orang-orang Mesir. Mesir adalah saudara tua Indonesia, karena hubungan Mesir dan Indonesia semenjak dulu bagus, tidak pernah mengalami pasang surut. Mesir adalah negara pertama yang mengakui eksistensi Republik Indonesia. (FK). [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Listen to Internet Radio! Access to your favorite Artists! Click to listen to LAUNCHcast now! http://us.click.yahoo.com/_mKGzA/GARHAA/kkyPAA/iPMolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> ================================================================= "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582. ================================================================= Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/