RENUNGAN IDA ARIMURTI : BERUSAHA MEMAHAMI
Oleh Seriyawati


Suatu hari seorang nenek berjalan terseok-seok di jalan trotoar yang
sempit.
Nenek itu menengok ke sebuah toko di sebelah kanan jalan sambil
mendorong kereta
belanjaan yang telah dipenuhi isi. Entah dia sadari atau tidak,
tiba-tiba seorang pemuda sedang berusaha melewatinya.
Tapi karena sempitnya trotoar, ditambah lagi dengan kereta dorongnya
yang
berada di tengah-tengah, membuat pemuda itu kesulitan untuk mendahului.

Aku yang melihat pemandangan itu jadi berpikir apa yang akan dilakukan
pemuda itu.
"Pemuda itu akan membunyikan bel sepedanya dan melewati nenek itu,"
tebakku.
Kenyataan ternyata tidak seperti yang kubayangkan. Dengan pelan-pelan
pemuda itu
tetap berada di belakang si Nenek dan tidak membunyikan bel sepedanya.
Sampai akhirnya si Nenek menyadari ada seseorang di belakangnya dan dia
telah menghambat jalan orang lain. Dengan membungkukkan badannya
berkali-kali
sambil meminta maaf (kebiasaan yang sering kulihat pada orang Jepang),
dia menepi dan memberi jalan untuk pemuda itu. Dan berlalulah pemuda itu

dengan anggukan balasan tanpa kudengar suara omelannya.

Pernah pula saya dan beberapa teman berjalan di trotoar yang lebarnya
mungkin hanya 2 meteran,
tetapi kami berjalan berjejer sambil mengobrol. Seakan-akan itu jalan
milik kami dan tidak
ada orang lain yang akan menggunakannya. Atau karena kami tidak
mempunyai pikiran untuk
berjalan agak ke pinggir dan membaginya untuk orang lain, walaupun saat
itu tak ada orang yang lewat.

Entahlah, mungkin saat itu di kepala kami tak ada pikiran seperti itu
karena asyik mengobrol?
Tiba-tiba ada orang berkata, "Sumimasen.sumimasen..." Seseorang meminta
maaf (permisi) untuk
dapat melanjutkan perjalanannya yang terhalang oleh kami. Atau
kekhawatiran menabrak salah
seorang anak-anak kami yang berkeliaran dengan bebasnya. Tetapi orang
itu bukan yang terakhir,
masih ada yang merasa tidak enak untuk meminta jalan kepada kami.

Padahal mereka mempunyai hak yang sama atas jalan trotoar itu. Sama
halnya dengan kami.
"Ah... sumimasen, gomen nasai...," kataku meminta maaf sambil menarik
tangan anakku untuk
menepi dan memberi jalan kepada orang yang sempat turun dari sepedanya.
Dia berlalu sambil
menganggukkan kepalanya disertai senyuman di bibirnya. "Duh...kok dia
nggak marah, ya?" batinku.
Padahal biasanya orang marah-marah kalau jalannya terhalang, dan dari
jauh sudah membunyikan bel
sepedanya nyaring-nyaring. Kadangkala malah keluar kata-kata umpatan
yang tidak sedap didengar.

***

Di sekitar tempat tinggalku ini jarang sekali kudengar suara klakson
mobil ataupun bel sepeda berdering-dering.
Kenapa ya? Apakah mereka sudah sampai pada tahap yang namanya manusia
beradab?
Atau karena begitu patuhnya pada peraturan? Atau tenggang rasa pada
sesama sudah mengakar
dalam kehidupan mereka? Atau mereka tidak sudi dianggap orang bodoh
karena membunyikan klakson atau bel?
Orang Jepang terkenal sangat patuh pada peraturan. Itukah jawabannya?

"Eh, kenapa ya orang-orang ngga ada yang bunyiin klakson?" tanyaku pada
suami, yang kebetulan orang Jepang.
"Ngapain bunyiin klakson? Kayak orang bodoh aja? Nanti juga kan dapat
gilirannya kalau mau jalan?"
suamiku malah balik bertanya. Memang kulihat lalu lintas di Jepang
teratur, yang jalan lurus sudah
ancang-ancang dari jauh memilih jalur lurus, begitu juga yang ingin
belok mengambil jalur sisi jalan
agar tak menghalangi mobil yang akan jalan lurus. Mobil yang akan belok
kanan akan mendahulukan
pengendara yang berlawanan arah, baik itu yang jalan lurus ataupun yang
belok kiri.

***

Kemarin sewaktu aku dan teman-temanku ketinggalan bis, kami duduk di
sembarang bangku yang berjejer di halte itu.
Masih ada waktu 10 menit lagi untuk keberangkatan bis berikutnya. Kami
ngobrol sana sini,
hingga tak terasa sudah banyak orang yang mulai berdatangan. Mereka
hanya melihat sekilas kepada
kami dan tetap berdiri, padahal masih banyak bangku yang kosong. Karena
yang duduk hanya aku dan anaknya temanku. Sedangkan temanku berjongkok
menghadap anaknya dan satu temanku lagi berdiri di belakang kami.

"Heh...! Kok ada perasaan tak enak ya?" batinku ketika aku melihat
seorang nenek berdiri tak jauh dari kami.
Tentu saja nenek itu dan orang-orang yang ada di situ tak bisa maju
karena biarpun di depan kami masih kosong,
tetapi karena kami yang ada di sana lebih dulu, maka mereka akan berada
di belakang kami.

Segera aku mengajak teman-temanku maju ke depan mendekati tempat naiknya
bis.
Barulah nenek itu dan yang lainnya ikut maju dan duduk di bangku yang
tadi kami duduki.
Aku menganggukkan kepala dan meminta maaf, "Sumimasen..." Nenek itu
hanya tersenyum sambil mengangguk.

Tak ada kesan marah atau sinis. Anggukan kepala dan senyum, tanpa ada
kata-kata umpatan atau omelan
malah membuat kita malu sendiri dan sadar telah berlaku ceroboh. Nenek
tersebut seolah berusaha memahami kami.

Dari beberapa contoh di atas, aku merasa ada sebuah kekaguman pada orang
Jepang.
Mereka yang terkenal dengan sifat individunya, ternyata masih bisa
berusaha memahami perasaan orang lain.
Dengan caranya, mereka akan tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Seolah memberi tanda bahwa tak ada hal yang perlu dirisaukan oleh si
pihak lawan akan sikap salahnya.
Sesuatu yang kadang masih sulit aku terapkan. Yaitu berusaha memahami
perasaan orang lain.

Tidak salah jika Rasulullah saw sering mengingatkan bahwa saling
memahami (tafahum) akan meningkatkan
rasa ukhuwah Islamiyah. Karena dari rasa saling memahami inilah akan
timbul keinginan saling bekerjasama.
Yang kemudian akan berlanjut menjadi mendahulukan kepentingan orang
lain, tingkatan yang tertinggi
dalam jalinan ukhuwah. Hingga terjalin rasa saling cinta kasih.

Entah cerita di atas berhubungan atau tidak, tapi dengan kejadian
tersebut,
kini aku mulai berusaha agar dapat memahami orang lain. Aku berharap
dengan berusaha memahami orang lain,
dapat meningkatkan diri ke arah insan yang bisa mendahulukan kepentingan
orang lain.
Wallahu`alam bisshowab.




[Non-text portions of this message have been removed]






=================================================================
"Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'.
It has silent message saying that I remember you when I wake up.
Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti

Jangan lupa simak IDA KRISNA SHOW SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM
Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582.

=================================================================




SPONSORED LINKS
Radio stations Station


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke