Dari milis sebelah.... semoga bermanfaat.

==========================

 

Dulu pernah ada dalam sebuah mailing list, menjelang lebaran Idul Fitri,
himbauan untuk berbagi dengan kuli angkut atau porter yang, khususnya,
ada di stasiun kereta api. Himbauan itu mengingatkan, bahwa Rp 20.000
bagi seorang porter sungguh sangat berarti. Syukur-syukur Anda bisa
memberi lebih dari itu, untuk 2-3 koper yang Anda dan keluarga Anda bawa
pulang ke kampung.

Meskipun barang bawaan Anda mungkin tidak berat, berikanlah pekerjaan
itu kepada porter. Apalagi untuk bawaan yang berat. Bagi warga Jakarta
yang sukses, 20 kg mungkin sudah terasa berat sekali. Daripada memaksa
membawa barang bawaan yang berat, yang akan dibawa pulang ke kampung,
lebih baik serahkan saja kepada porter. Dengan memberikan pekerjaan itu
kepada porter, bukan saja membuat kita bisa lebih santai dan meringankan
tenaga kita sendiri, tetapi kita juga bisa berbagi kepada porter, yang
anak dan istrinya mungkin sedang menanti uang barang 10 atau 20 ribu
sebagai hasil kerjanya di stasiun kereta api sebagai kuli angkut.

***

Menjelang Idul Adha kemarin, pada 29 Desember 2006, aku sekeluarga
pulang ke Semarang dengan kereta Argo Muria. Anakku yang paling kecil,
Raisa, berkali-kali meminta naik kereta api. Maka perjalanan pulang kali
ini aku putuskan untuk menggunakan kereta api.

Saat sedang berjalan di stasiun Gambir, aku mendengar ada orang sedang
tawar-menawar. "Limabelas ribu pak, bawaannya banyak dan berat," kata
suara di belakang saya. "Sepuluh ribu deh," kata satunya. Aku langsung
tahu, pasti seorang penumpang sedang tawar-menawar dengan seorang
porter. Maka akupun menengok ke samping belakang untuk melihat orang
yang sedang tawar-menawar itu. Kulihat seorang porter tua dengan badan
yang cukup kurus. Lalu kulihat penumpang yang menawar, astaghfirullah,
seorang pria perlente yang sedang menggenggam handphone Nokia 9500.
Sekiranya pria itu menggenggam Nokia 510, handphone sejuta ummat pada
lima tahun yang lalu, mungkin aku masih memakluminya. Tapi ini, pria
dengan handphone seharga Rp 5 juta di tangan, masih tega menawar untuk
lima ribu rupiah pada seorang porter tua yang kurus?

Kita ini kadang aneh, Rp 5.000 terasa besar sekali ketika sedang
berhadapan dengan kotak amal di masjid, sementara Rp 20.000 terasa
sedikit sekali ketika memasuki mall. Rp 5.000 terasa besar sekali ketika
sedang berhadapan dengan seorang pengemis, sementara Rp 20.000 terasa
sedikit sekali ketika mau memasuki restoran. Rp 5.000 terasa besar
sekali ketika berhadapan dengan pengamen jalanan, sementara Rp 20.000
terasa sedikit sekali ketika akan membeli bensin.

Naudzubillahi min dzalika!



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke