________________________________ From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of TAAT UJI JAKASUSENO Sent: Monday, October 16, 2006 9:15 AM Subject: [Temanggung] RENUNGAN HARI INI (Teladan Rasulullah dalam Iedul Fithri) Semoga bermanfaat. ________________________________ Hari Senin tgl 23 Ramadhan 1427 H/ 16 Oktober 2006 Teladan Rasulullah dalam Iedul Fithri Penulis: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc. Fiqh, 15 Oktober 2006, 15:50:29 Idul Fitri bisa memiliki banyak makna bagi tiap-tiap orang. Ada yang memaknai Idul Fitri sebagai hari yang menyenangkan karena tersedianya banyak makanan enak, baju baru, banyaknya hadiah, dan lainnya. Ada lagi yang memaknai Idul Fitri sebagai saat yang paling tepat untuk pulang kampung dan berkumpul bersama handai taulan. Sebagian lagi rela melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk mengunjungi tempat-tempat wisata, dan berbagai aktivitas lain yang bisa kita saksikan. Namun barangkali hanya sedikit yang mau untuk memaknai Idul Fitri sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memaknainya. Idul Fitri memang hari istimewa. Secara syari pun dijelaskan bahwa Idul Fitri merupakan salah satu hari besar umat Islam selain Hari Raya Idul Adha. Karenanya, agama ini membolehkan umatnya untuk mengungkapkan perasaan bahagia dan bersenang-senang pada hari itu. Sebagai bagian dari ritual agama, prosesi perayaan Idul Fitri sebenarnya tak bisa lepas dari aturan syariat. Ia harus didudukkan sebagaimana keinginan syariat. Bagaimana masyarakat kita selama ini menjalani perayaan Idul Fitri yang datang menjumpai? Secara lahir, kita menyaksikan perayaan Hari Raya Idul Fitri masih sebatas sebagai rutinitas tahunan yang memakan biaya besar dan juga melelahkan. Kita sepertinya belum menemukan esensi yang sebenarnya dari Hari Raya Idul Fitri sebagaimana yang dimaukan syariat. Bila Ramadhan sudah berjalan 3 minggu atau sepekan lagi ibadah puasa usai, aroma Idul Fitri seolah mulai tercium. Ibu-ibu pun sibuk menyusun menu makanan dan kue-kue, baju-baju baru ramai diburu, transportasi mulai padat karena banyak yang bepergian atau karena arus mudik mulai meningkat, serta berbagai aktivitas lainya. Semua itu seolah sudah menjadi aktivitas wajib menjelang Idul Fitri, belum ada tanda-tanda menurun atau berkurang. Untuk mengerjakan sebuah amal ibadah, bekal ilmu syari memang mutlak diperlukan. Bila tidak, ibadah hanya dikerjakan berdasar apa yang dia lihat dari para orang tua. Tak ayal, bentuk amalannya pun menjadi demikian jauh dari yang dimaukan syariat. Demikian pula dengan Idul Fitri. Bila kita paham bagaimana bimbingan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah ini, tentu berbagai aktivitas yang selama ini kita saksikan bisa diminimalkan. Beridul Fitri tidak harus menyiapkan makanan enak dalam jumlah banyak, tidak harus beli baju baru karena baju yang bersih dan dalam kondisi baik pun sudah mencukupi, tidak harus mudik karena bersilaturahim dengan para saudara yang sebenarnya bisa dilakukan kapan saja, dan sebagainya. Dengan tahu bimbingan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beridul Fitri tidak lagi butuh biaya besar dan semuanya terasa lebih mudah. Berikut ini sedikit penjelasan tentang bimbingan syariat dalam beridul Fitri. Definisi Id (Hari Raya) Ibnu Arabi mengatakan: Id1 dinamakan demikian karena setiap tahun terulang dengan kebahagiaan yang baru. (Al-Lisan hal. 5) Ibnu Taimiyyah berkata: Id adalah sebutan untuk sesuatu yang selalu terulang berupa perkumpulan yang bersifat massal, baik tahunan, mingguan atau bulanan. (dinukil dari Fathul Majid hal. 289 tahqiq Al-Furayyan) Ied dalam Islam adalah Idul Fitri, Idul Adha dan Hari Jumat. Úóäú ÃóäóÓò ÞóÇáó: ÞóÏöãó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÇáúãóÏöíúäóÉó æóáóåõãú íóæúãóÇäö íóáúÚóÈõæúäó ÝöíúåöãóÇ¡ ÝóÞóÇáó: ãóÇ åóÐóÇäö ÇáúíóæúãóÇäö¿ ÞóÇáõæÇ: ßõäøóÇ äóáúÚóÈõ ÝöíúåöãóÇ Ýöí ÇáúÌóÇåöáöíøóÉö. ÝóÞóÇáó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó: Åöäøó Çááåó ÞóÏú ÃóÈúÏóáóßõãú ÈöåöãóÇ ÎóíúÑðÇ ãöäúåõãóÇ¡ íóæúãó ÇúáÃóÖúÍóì æóíóæúãó ÇáúÝöØúÑö Dari Anas bin Malik ia berkata: Rasulullah datang ke Madinah dalam keadaan orang-orang Madinah mempunyai 2 hari (raya) yang mereka bermain-main padanya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: Apa (yang kalian lakukan) dengan 2 hari itu? Mereka menjawab: Kami bermain-main padanya waktu kami masih jahiliyyah. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah telah menggantikannya untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri. (Shahih, HR. Abu Dawud no. 1004, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani) Hukum Shalat Id Ibnu Rajab berkata: Para ulama berbeda pendapat tentang hukum Shalat Id menjadi 3 pendapat: Pertama: Shalat Id merupakan amalan Sunnah (ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) yang dianjurkan, seandainya orang-orang meninggalkannya maka tidak berdosa. Ini adalah pendapat Al-Imam Ats-Tsauri dan salah satu riwayat dari Al-Imam Ahmad. Kedua: Bahwa itu adalah fardhu kifayah, sehingga jika penduduk suatu negeri sepakat untuk tidak melakukannya berarti mereka semua berdosa dan mesti diperangi karena meninggalkannya. Ini yang tampak dari madzhab Al-Imam Ahmad dan pendapat sekelompok orang dari madzhab Hanafi dan Syafii. Ketiga: Wajib ain (atas setiap orang) seperti halnya Shalat Jumat. Ini pendapat Abu Hanifah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Al-Imam Asy-SyafiI mengatakan dalam Mukhtashar Al-Muzani: Barangsiapa memiliki kewajiban untuk mengerjakan Shalat Jumat, wajib baginya untuk menghadiri shalat 2 hari raya. Dan ini tegas bahwa hal itu wajib ain. (Diringkas dari Fathul Bari Ibnu Rajab, 6/75-76) Yang terkuat dari pendapat yang ada wallahu alam adalah pendapat ketiga dengan dalil berikut: Úóäú Ãõãøö ÚóØöíøóÉó ÞóÇáóÊú: ÃóãóÑóäóÇ ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Ãóäú äõÎúÑöÌóåõäøó Ýöí ÇáúÝöØúÑö æóÇúáÃóÖúÍóì ÇáúÚóæóÇÊöÞó æóÇáúÍõíøóÖó æóÐóæóÇÊö ÇáúÎõÏõæúÑö¡ ÝóÃóãøóÇ ÇáúÍõíøóÖõ ÝóíóÚúÊóÒöáúäó ÇáÕøóáÇóÉó æóíóÔúåóÏúäó ÇáúÎóíúÑó æóÏóÚúæóÉó ÇáúãõÓúáöãöíúäó. ÞõáúÊõ: íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö¡ ÅöÍúÏóÇäóÇ áÇó íóßõæúäõ áóåóÇ ÌöáúÈóÇÈñ¿ ÞóÇáó: áöÊõáúÈöÓúåóÇ ÃõÎúÊõåóÇ ãöäú ÌöáúÈóÇÈöåóÇ Dari Ummu Athiyyah ia mengatakan: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengajak keluar (kaum wanita) pada (hari raya) Idul Fitri dan Idul Adha yaitu gadis-gadis, wanita yang haid, dan wanita-wanita yang dipingit. Adapun yang haid maka dia menjauhi tempat shalat dan ikut menyaksikan kebaikan dan dakwah muslimin. Aku berkata: Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab? Nabi menjawab: Hendaknya saudaranya meminjamkan jilbabnya. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim, ini lafadz Muslim Kitabul Idain Bab Dzikru Ibahati Khurujinnisa) Perhatikanlah perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk pergi menuju tempat shalat, sampai-sampai yang tidak punya jilbabpun tidak mendapatkan udzur. Bahkan tetap harus keluar dengan dipinjami jilbab oleh yang lain. Shiddiq Hasan Khan berkata: Perintah untuk keluar berarti perintah untuk shalat bagi yang tidak punya udzur Karena keluarnya (ke tempat shalat) merupakan sarana untuk shalat dan wajibnya sarana tersebut berkonsekuensi wajibnya yang diberi sarana (yakni shalat). Diantara dalil yang menunjukkan wajibnya Shalat Id adalah bahwa Shalat Id menggugurkan Shalat Jumat bila keduanya bertepatan dalam satu hari. Dan sesuatu yang tidak wajib tidak mungkin menggugurkan suatu kewajiban. (Ar-Raudhatun Nadiyyah, 1/380 dengan At-Taliqat Ar-Radhiyyah. Lihat pula lebih rinci dalam Majmu Fatawa, 24/179-186, As-Sailul Jarrar, 1/315, Tamamul Minnah, hal. 344) Wajibkah Shalat Id Bagi Musafir? Sebuah pertanyaan telah diajukan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yang intinya: Apakah untuk Shalat Id disyaratkan pelakunya seorang yang mukim (tidak sedang bepergian)? Beliau kemudian menjawab yang intinya: Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan, disyaratkan mukim. Ada yang mengatakan, tidak disyaratkan mukim. Lalu beliau mengatakan: Yang benar tanpa keraguan, adalah pendapat yang pertama. Yaitu Shalat Id tidak disyariatkan bagi musafir, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam banyak melakukan safar dan melakukan 3 kali umrah selain umrah haji, beliau juga berhaji wada dan ribuan manusia menyertai beliau, serta beliau berperang lebih dari 20 peperangan, namun tidak seorangpun menukilkan bahwa dalam safarnya beliau melakukan Shalat Jumat dan Shalat Id (Majmu Fatawa, 24/177-178) Mandi Sebelum Melakukan Shalat Id Úóäú ãóÇáößò Úóäú äóÇÝöÚò Ãóäøó ÚóÈúÏó Çááåö Èúäó ÚõãóÑó ßóÇäó íóÛúÊóÓöáõ íóæúãó ÇáúÝöØúÑö ÞóÈúáó Ãóäú íóÛúÏõæó Åöáóì ÇáúãõÕóáøóì Dari Malik dari Nafi, ia berkata bahwa Abdullah bin Umar dahulu mandi pada hari Idul Fitri sebelum pergi ke mushalla (lapangan). (Shahih, HR. Malik dalam Al-Muwaththa` dan Al-Imam Asy-Syafii dari jalannya dalam Al-Umm) Dalam atsar lain dari Zadzan, seseorang bertanya kepada Ali radhiallahu 'anhu tentang mandi, maka Ali berkata: Mandilah setiap hari jika kamu mau. Ia menjawab: Tidak, mandi yang itu benar-benar mandi. Ali radhiallahu 'anhu berkata: Hari Jumat, hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Idul Fitri. (HR. Al-Baihaqi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa`, 1-176-177)) Memakai Wewangian Úóäú ãõæúÓóì Èúäö ÚõÞúÈóÉó Úóäú äóÇÝöÚò Ãóäøó ÇÈúäó ÚõãóÑó íóÛúÊóÓöáõ æóíóÊóØóíøóÈõ íóæúãó ÇáúÝöØúÑö Dari Musa bin Uqbah, dari Nafi bahwa Ibnu Umar mandi dan memakai wewangian di hari Idul fitri. (Riwayat Al-Firyabi dan Abdurrazzaq) Al-Baghawi berkata: Disunnahkan untuk mandi di hari Id. Diriwayatkan dari Ali bahwa beliau mandi di hari Id, demikian pula yang sejenis itu dari Ibnu Umar dan Salamah bin Akwa dan agar memakai pakaian yang paling bagus yang dia dapati serta agar memakai wewangian. (Syarhus Sunnah, 4/303) Memakai Pakaian yang Bagus Úóäú ÚóÈúÏö Çááåö Èúäö ÚõãóÑó ÞóÇáó: ÃóÎóÐó ÚõãóÑõ ÌõÈøóÉð ãöäú ÅöÓúÊóÈúÑóÞò ÊõÈóÇÚõ Ýöí ÇáÓøõæúÞö ÝóÃóÎóÐóåóÇ ÝóÃóÊóì ÈöåóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÝóÞóÇáó: íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö ÇÈúÊóÚú åóÐöåö ÊóÌóãøóáú ÈöåóÇ áöáúÚöíúÏö æóÇáúæõÝõæúÏö. ÝóÞóÇáó áóåõ ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó: ÅöäøóãóÇ åóÐöåö áöÈóÇÓõ ãóäú áÇó ÎóáÇóÞó áóåõ Dari Abdullah bin Umar bahwa Umar mengambil sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar maka dia bawa kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu Umar radhiallahu 'anhu berkata: Wahai Rasulullah, belilah ini dan berhiaslah dengan pakaian ini untuk hari raya dan menyambut utusan-utusan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata: Ini adalah pakaian orang yang tidak akan dapat bagian (di akhirat) . (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitabul Jumah Bab Fil Idain wat Tajammul fihi dan Muslim Kitab Libas Waz Zinah) Ibnu Rajab berkata: Hadits ini menunjukkan disyariatkannya berhias untuk hari raya dan bahwa ini perkara yang biasa diantara mereka. (Fathul Bari) Makan Sebelum Berangkat Shalat Id Úóäú ÃóäóÓö Èúäö ãóÇáößò ÞóÇáó: ßóÇäó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó áÇó íóÛúÏõæ íóæúãó ÇáúÝöØúÑö ÍóÊøóì íóÃúßõáó ÊóãóÑóÇÊò. æóÞóÇáó ãõÑóÌøóÃõ Èúäõ ÑóÌóÇÁò: ÍóÏøóËóäöí ÚõÈóíúÏõ Çááåö ÞóÇáó: ÍóÏøóËóäöí ÃóäóÓñ Úóäö ÇáäøóÈöíøö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó æóíóÃúßõáõåõäøó æöÊúÑðÇ Dari Anas bin Malik ia berkata: Adalah Rasulullah tidak keluar di hari fitri sebelum beliau makan beberapa kurma. Murajja bin Raja berkata: Abdullah berkata kepadaku, ia mengatakan bahwa Anas berkata kepadanya: Nabi memakannya dalam jumlah ganjil. (Shahih, HR Al-Bukhari Kitab Al-Idain Bab Al-Akl Yaumal Idain Qablal Khuruj) Ibnu Rajab berkata: Mayoritas ulama menganggap sunnah untuk makan pada Idul Fitri sebelum keluar menuju tempat Shalat Id, diantara mereka Ali dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma. Diantara hikmah dalam aturan syariat ini, yang disebutkan oleh para ulama adalah: a. Menyelisihi Ahlul kitab, yang tidak mau makan pada hari raya mereka sampai mereka pulang. b. Untuk menampakkan perbedaan dengan Ramadhan. c. Karena sunnahnya Shalat Idul Fitri lebih siang (dibanding Idul Adha) sehingga makan sebelum shalat lebih menenangkan jiwa. Berbeda dengan Shalat Idul Adha, yang sunnah adalah segera dilaksanakan. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/89) Bertakbir Ketika Keluar Menuju Tempat Shalat ßóÇäó Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóÎúÑõÌõ íóæúãó ÇáúÝöØúÑö ÝóíõßóÈøöÑõ ÍóÊøóì íóÃúÊöíó ÇáúãõÕóáøóì æóÍóÊøóì íóÞúÖöíó ÇáÕøóáÇóÉó¡ ÝóÅöÐóÇ ÞóÖóì ÇáÕøóáÇóÉóº ÞóØóÚó ÇáÊøóßúÈöíúÑó Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar di Hari Raya Idul Fitri lalu beliau bertakbir sampai datang ke tempat shalat dan sampai selesai shalat. Apabila telah selesai shalat beliau memutus takbir. (Shahih, Mursal Az-Zuhri, diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dengan syawahidnya dalam Ash-Shahihah no. 171) Asy-Syaikh Al-Albani berkata: Dalam hadits ini ada dalil disyariatkannya apa yang diamalkan kaum muslimin yaitu bertakbir dengan keras selama perjalanan menuju tempat shalat walaupun banyak diantara mereka mulai menggampangkan sunnah (ajaran) ini, sehingga hampir-hampir menjadi sekedar berita (apa yang dulu terjadi). Hal itu karena lemahnya mental keagamaan mereka dan karena rasa malu untuk menampilkan sunnah serta terang-terangan dengannya. Dan dalam kesempatan ini, amat baik untuk kita ingatkan bahwa mengeraskan takbir di sini tidak disyariatkan padanya berpadu dalam satu suara sebagaimana dilakukan sebagian manusia2 (Ash-Shahihah: 1 bagian 1 hal. 331) Lafadz Takbir Tentang hal ini tidak terdapat riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wallahu alam. Yang ada adalah dari shahabat, dan itu ada beberapa lafadz. Asy-Syaikh Al-Albani berkata: Telah shahih mengucapkan 2 kali takbir dari shahabat Ibnu Masud radhiallahu 'anhu: Ãóäøóåõ ßóÇäó íõßóÈöÑõ ÃóíøóÇãó ÇáÊøóÔúÑöíúÞö: Çááåõ ÃóßúÈóÑõ Çááåõ ÃóßúÈóÑõ áÇó Åöáóåó ÅöáÇøó Çááåñ æóÇááåõ ÃóßúÈóÑõ Çááåõ ÃóßúÈóÑõ æóáöáøóåö ÇáúÍóãúÏõ Bahwa beliau bertakbir di hari-hari tasyriq: Çááåõ ÃóßúÈóÑõ Çááåõ ÃóßúÈóÑõ áÇó Åöáóåó ÅöáÇøó Çááåñ æóÇááåõ ÃóßúÈóÑõ Çááåõ ÃóßúÈóÑõ æóáöáøóåö ÇáúÍóãúÏõ (HR. Ibnu Abi Syaibah, 2/2/2 dan sanadnya shahih) Namun Ibnu Abi Syaibah menyebutkan juga di tempat yang lain dengan sanad yang sama dengan takbir tiga kali. Demikian pula diriwayatkan Al-Baihaqi (3/315) dan Yahya bin Said dari Al-Hakam dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dengan tiga kali takbir. Dalam salah satu riwayat Ibnu Abbas disebutkan: Çááåõ ÃóßúÈóÑõ ßóÈöíúÑðÇ Çááåõ ÃóßúÈóÑõ ßóÈöíúÑðÇ Çááåõ ÃóßúÈóÑõ æóÃóÌóáøó Çááåõ ÃóßúÈóÑõ æóáöáøóåö ÇáúÍóãúÏõ (Lihat Irwa`ul Ghalil, 3/125) Tempat Shalat Id Banyak ulama menyebutkan bahwa petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam shalat dua hari raya adalah beliau selalu melakukannya di mushalla. Mushalla yang dimaksud adalah tempat shalat berupa tanah lapang dan bukan masjid, sebagaimana dijelaskan sebagian riwayat hadits berikut ini. Úóäö ÇáúÈóÑóÇÁö ÞóÇáó: ÎóÑóÌó ÇáäøóÈöíøõ Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóæúãó ÃóÖúÍðì Åöáóì ÇáúÈóÞöíúÚö ÝóÕóáøóì ÑóßúÚóÊóíúäö Ëõãøó ÃóÞúÈóáó ÚóáóíúäóÇ ÈöæóÌúåöåö æóÞóÇáó: Åöäøó Ãóæøóáó äõÓõßöäóÇ Ýöí íóæúãöäóÇ åóÐóÇ Ãóäú äóÈúÏóÃó ÈöÇáÕøóáÇóÉö Ëõãøó äóÑúÌöÚó ÝóäóäúÍóÑó Ýóãóäú ÝóÚóáó Ðóáößó ÝóÞóÏú æóÇÝóÞó ÓõäøóÊóäóÇ Dari Al-Bara Ibnu Azib ia berkata: Nabi pergi pada hari Idul Adha ke Baqi lalu shalat 2 rakaat lalu menghadap kami dengan wajahnya dan mengatakan: Sesungguhnya awal ibadah kita di hari ini adalah dimulai dengan shalat. Lalu kita pulang kemudian menyembelih kurban. Barangsiapa yang sesuai dengan itu berarti telah sesuai dengan sunnah (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitab Al-Idain Bab Istiqbalul Imam An-Nas Fi Khuthbatil Id) Ibnu Rajab berkata: Dalam hadits ini dijelaskan bahwa keluarnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan shalatnya adalah di Baqi, namun bukan yang dimaksud adalah Nabi shalat di kuburan Baqi. Tapi yang dimaksud adalah bahwa beliau shalat di tempat lapang yang bersambung dengan kuburan Baqi dan nama Baqi itu meliputi seluruh daerah tersebut. Juga Ibnu Zabalah telah menyebutkan dengan sanadnya bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Id di luar Madinah sampai di lima tempat, sehingga pada akhirnya shalatnya tetap di tempat yang dikenal (untuk pelaksanaan Id, -pent.). Lalu orang-orang sepeninggal beliau shalat di tempat itu. (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/144) Úóäú ÃóÈöí ÓóÚöíúÏò ÇáúÎõÏúÑöíøö ÞóÇáó: ßóÇäó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóÎúÑõÌõ íóæúãó ÇáúÝöØúÑö æóÇúáÃóÖúÍóì Åöáóì ÇáúãõÕóáøóì ÝóÃóæøóáõ ÔóíúÁò íóÈúÏóÃõ Èöåö ÇáÕøóáÇóÉõ Ëõãøó íóäúÕóÑöÝõ ÝóíóÞõæúãõ ãõÞóÇÈöáó ÇáäøóÇÓö æóÇáäøóÇÓõ ÌõáõæúÓñ Úóáóì ÕõÝõæúÝöåöãú ÝóíóÚöÙõåõãú æóíõæúÕöíúåöãú æóíóÃúãõÑõåõãú ÝóÅöäú ßóÇäó íõÑöíúÏõ Ãóäú íóÞúØóÚó ÈóÚúËðÇ ÞóØóÚóåõ Ãóæú íóÃúãõÑó ÈöÔóíúÁò ÃóãóÑó Èöåö Ëõãøó íóäúÕóÑöÝõ Dari Abu Said Al-Khudri ia mengatakan: Bahwa Rasulullah dahulu keluar di hari Idul Fitri dan Idhul Adha ke mushalla, yang pertama kali beliau lakukan adalah shalat, lalu berpaling dan kemudian berdiri di hadapan manusia sedang mereka duduk di shaf-shaf mereka. Kemudian beliau menasehati dan memberi wasiat kepada mereka serta memberi perintah kepada mereka. Bila beliau ingin mengutus suatu utusan maka beliau utus, atau ingin memerintahkan sesuatu maka beliau perintahkan, lalu beliau pergi. (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitab Al-Idain Bab Al-Khuruj Ilal Mushalla bi Ghairil Mimbar dan Muslim) Ibnu Hajar menjelaskan: Al-Mushalla yang dimaksud dalam hadits adalah tempat yang telah dikenal, jarak antara tempat tersebut dengan masjid Nabawi sejauh 1.000 hasta. Ibnul Qayyim berkata: Yaitu tempat jamaah haji meletakkan barang bawaan mereka. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: Nampaknya tempat itu dahulu di sebelah timur masjid Nabawi, dekat dengan kuburan Baqi (dinukil dari Shalatul Idain fil Mushalla Hiya Sunnah karya Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 16) Waktu Pelaksanaan Shalat íóÒöíúÏõ Èúäõ ÎõãóíúÑò ÇáÑøóÍóÈöíøõ ÞóÇáó: ÎóÑóÌó ÚóÈúÏõ Çááåö Èúäõ ÈõÓúÑò ÕóÇÍöÈõ ÑóÓõæúáö Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ãóÚó ÇáäøóÇÓö Ýöí íóæúãö ÚöíúÏö ÝöØúÑò Ãóæú ÃóÖúÍóì ÝóÃóäúßóÑó ÅöÈúØóÇÁó ÇúáÅöãóÇãö. ÝóÞóÇáó: ÅöäøóÇ ßõäøóÇ ÞóÏú ÝóÑóÛúäóÇ ÓóÇÚóÊóäóÇ åóÐöåö æóÐóáößó Íöíúäó ÇáÊøóÓúÈöíúÍö Yazid bin Khumair Ar-Rahabi berkata: Abdullah bin Busr, salah seorang shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pergi bersama orang-orang di Hari Idul Fitri atau Idhul Adha, maka ia mengingkari lambatnya imam. Iapun berkata: Kami dahulu telah selesai pada saat seperti ini. Dan itu ketika tasbih. (Shahih, HR. Al-Bukhari secara muallaq, Kitabul Idain Bab At-Tabkir Ilal Id, 2/456, Abu Dawud Kitabush Shalat Bab Waqtul Khuruj Ilal Id: 1135, Ibnu Majah Kitab Iqamatush- shalah was Sunan fiha Bab Fi Waqti Shalatil Idain. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud) Yang dimaksud dengan kata ketika tasbih adalah ketika waktu shalat sunnah. Dan itu adalah ketika telah berlalunya waktu yang dibenci shalat padanya. Dalam riwayat yang shahih riwayat Ath-Thabrani yaitu ketika Shalat Sunnah Dhuha. Ibnu Baththal berkata: Para ahli fiqih bersepakat bahwa Shalat Id tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya matahari atau ketika terbitnya. Shalat Id hanyalah diperbolehkan ketika diperbolehkannya shalat sunnah. Demikian dijelaskan Ibnu Hajar. (Al-Fath, 2/457) Namun sebenarnya ada yang berpendapat bahwa awal waktunya adalah bila terbit matahari, walaupun waktu dibencinya shalat belum lewat. Ini pendapat Imam Malik. Adapun pendapat yang lalu, adalah pendapat Abu Hanifah, Ahmad dan salah satu pendapat pengikut Syafii. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/104) Namun yang kuat adalah pendapat yang pertama, karena menurut Ibnu Rajab: Sesungguhnya telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rafi bin Khadij dan sekelompok tabiin bahwa mereka tidak keluar menuju Shalat Id kecuali bila matahari telah terbit. Bahkan sebagian mereka Shalat Dhuha di masjid sebelum keluar menuju Id. Ini menunjukkan bahwa Shalat Id dahulu dilakukan setelah lewatnya waktu larangan shalat. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105) Apakah Waktu Idul Fitri lebih Didahulukan daripada Idul Adha? Ada dua pendapat: Pertama, bahwa keduanya dilakukan dalam waktu yang sama. Kedua, disunnahkan untuk diakhirkan waktu Shalat Idul Fitri dan disegerakan waktu Idul Adha. Itu adalah pendapat Abu Hanifah, Asy-Syafii dan Ahmad. Ini yang dikuatkan Ibnu Qayyim, dan beliau mengatakan: Dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melambatkan Shalat Idul Fitri serta menyegerakan Idul Adha. Dan Ibnu Umar dengan semangatnya untuk mengikuti sunnah tidak keluar sehingga telah terbit matahari dan bertakbir dari rumahnya menuju mushalla. (Zadul Maad, 1/427, Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105) Hikmahnya, dengan melambatkan Shalat Idul Fitri maka semakin meluas waktu yang disunahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah; dan dengan menyegerakan Shalat Idul Adha maka semakin luas waktu untuk menyembelih dan tidak memberatkan manusia untuk menahan dari makan sehingga memakan hasil qurban mereka. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105-106) Tanpa Adzan dan Iqamah Úóäú ÌóÇÈöÑö Èúäö ÓóãõÑóÉó ÞóÇáó: ÕóáøóíúÊõ ãóÚó ÑóÓõæúáö Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÇáúÚöíúÏóíúäö ÛóíúÑó ãóÑøóÉò æóáÇó ãóÑøóÊóíúäö ÈöÛóíúÑö ÃóÐóÇäò æóáÇó ÅöÞóÇãóÉò Dari Jabir bin Samurah ia berkata: Aku shalat bersama Rasulullah 2 Hari Raya (yakni Idul Fitri dan Idul Adha), bukan hanya 1 atau 2 kali, tanpa adzan dan tanpa iqamah. (Shahih, HR. Muslim) Úóäö ÇÈúäö ÚóÈøóÇÓò æóÚóäú ÌóÇÈöÑö Èúäö ÚóÈúÏö Çááåö ÇúáÃóäúÕóÇÑöíøö ÞóÇáÇó: áóãú íóßõäú íõÄóÐøóäõ íóæúãó ÇáúÝöØúÑö æóáÇó íóæúãó ÇúáÃóÖúÍóì Ëõãøó ÓóÃóáúÊõåõ ÈóÚúÏó Íöíúäò Úóäú Ðóáößó ÝóÃóÎúÈóÑóäöí ÞóÇáó: ÃóÎúÈóÑóäöí ÌóÇÈöÑõ Èúäõ ÚóÈúÏö Çááåö ÇúáÃóäúÕóÇÑöíøõ Ãóäú áÇó ÃóÐóÇäó áöáÕøóáÇóÉö íóæúãó ÇáúÝöØúÑö Íöíúäó íóÎúÑõÌõ ÇúáÅöãóÇãõ æóáÇó ÈóÚúÏó ãóÇ íóÎúÑõÌõ æóáÇó ÅöÞóÇãóÉó æóáÇ äöÏóÇÁó æóáÇó ÔóíúÁó¡ áÇó äöÏóÇÁó íóæúãóÆöÐò æóáÇó ÅöÞóÇãóÉó Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma dan Jabir bin Abdillah Al-Anshari keduanya berkata: Tidak ada adzan pada hari Fitri dan Adha. Kemudian aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang itu, maka ia mengabarkan kepadaku bahwa Jabir bin Abdillah Al-Anshari mengatakan: Tidak ada adzan dan iqamah di hari Fitri ketika keluarnya imam, tidak pula setelah keluarnya. Tidak ada iqamah, tidak ada panggilan dan tidak ada apapun, tidak pula iqamah. (Shahih, HR. Muslim) Ibnu Rajab berkata: Tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama dalam hal ini dan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar radhiallahu 'anhuma melakukan Shalat Id tanpa adzan dan iqamah. Al-Imam Malik berkata: Itu adalah sunnah yang tiada diperselisihkan menurut kami, dan para ulama sepakat bahwa adzan dan iqamah dalam shalat 2 Hari Raya adalah bidah. (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/94) Bagaimana dengan panggilan yang lain semacam: Ash-shalatu Jamiah? Al-Imam Asy-Syafii dan pengikutnya menganggap hal itu sunnah. Mereka berdalil dengan: Pertama: riwayat mursal dari seorang tabiin yaitu Az-Zuhri. Kedua: mengqiyaskannya dengan Shalat Kusuf (gerhana). Namun pendapat yang kuat bahwa hal itu juga tidak disyariatkan. Adapun riwayat dari Az-Zuhri merupakan riwayat mursal yang tentunya tergolong dhaif (lemah). Sedangkan pengqiyasan dengan Shalat Kusuf tidaklah tepat, dan keduanya memiliki perbedaan. Diantaranya bahwa pada Shalat Kusuf orang-orang masih berpencar sehingga perlu seruan semacam itu, sementara Shalat Id tidak. Bahkan orang-orang sudah menuju tempat shalat dan berkumpul padanya. (Fathul Bari, karya Ibnu Rajab, 6/95) Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu berkata: Qiyas di sini tidak sah, karena adanya nash yang shahih yang menunjukkan bahwa di zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk Shalat Id tidak ada adzan dan iqamah atau suatu apapun. Dan dari sini diketahui bahwa panggilan untuk Shalat Id adalah bidah, dengan lafadz apapun. (Taliq terhadap Fathul Bari, 2/452) Ibnu Qayyim berkata: Apabila Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat maka mulailah beliau shalat tanpa adzan dan iqamah dan tanpa ucapan Ash-shalatu Jamiah, dan Sunnah Nabi adalah tidak dilakukan sesuatupun dari (panggilan-panggilan) itu. (Zadul Maad, 1/427) Kaifiyah (Tata Cara) Shalat Id Shalat Id dilakukan dua rakaat, pada prinsipnya sama dengan shalat-shalat yang lain. Namun ada sedikit perbedaan yaitu dengan ditambahnya takbir pada rakaat yang pertama 7 kali, dan pada rakaat yang kedua tambah 5 kali takbir selain takbiratul intiqal. Adapun takbir tambahan pada rakaat pertama dan kedua itu tanpa takbir ruku, sebagaimana dijelaskan oleh Aisyah dalam riwayatnya: Úóäú ÚóÇÆöÔóÉó Ãóäøó ÑóÓõæúáó Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ßóÈøóÑó Ýöí ÇáúÝöØúÑö æóÇúáÃóÖúÍóì ÓóÈúÚðÇ æóÎóãúÓðÇ Óöæóì ÊóßúÈöíúÑóÊóíú ÇáÑøõßõæúÚö Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah bertakbir para (shalat) Fitri dan Adha 7 kali dan 5 kali selain 2 takbir ruku. (HR. Abu Dawud dalam Kitabush Shalat Bab At-Takbir fil Idain. Aunul Mabud, 4/10, Ibnu Majah no. 1280, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Abani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1149) Pertanyaan: Apakah pada 5 takbir pada rakaat yang kedua dengan takbiratul intiqal (takbir perpindahan dari sujud menuju berdiri)? Ibnu Abdil Bar menukilkan kesepakatan para ulama bahwa lima takbir tersebut selain takbiratul intiqal. (Al-Istidzkar, 7/52 dinukil dari Tanwirul Ainain) Pertanyaan: Tentang 7 takbir pertama, apakah termasuk takbiratul ihram atau tidak? Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat: Pertama: Pendapat Al-Imam Malik, Al-Imam Ahmad, Abu Tsaur dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma bahwa 7 takbir itu termasuk takbiratul ihram. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/178, Aunul Mabud, 4/6, Istidzkar, 2/396 cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah) Kedua: Pendapat Al-Imam Asy-Syafii, bahwa 7 takbir itu tidak termasuk takbiratul ihram. (Al-Umm, 3/234 cet. Dar Qutaibah dan referensi sebelumnya) Nampaknya yang lebih kuat adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafii. Hal itu karena ada riwayat yang mendukungnya, yaitu: Úóäú ÚóãúÑöæ Èúäö ÔõÚóíúÈò Úóäú ÃóÈöíúåö Úóäú ÌöÏøöåö: Ãóäøó ÑóÓõæúáó Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ßóÈøóÑó Ýöí ÇáúÚöíúÏóíúäö ÇËúäóÊóíú ÚóÔúÑóÉó ÊóßúÈöíúÑóÉð¡ ÓóÈúÚðÇ Ýöí ÇúáÃõæúáóì æóÎóãúÓðÇ Ýöí ÇúáÂÎöÑóÉö Óöæóì ÊóßúÈöíúÑóÊóíö ÇáÕøóáÇóÉö Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir pada 2 hari raya 12 takbir, 7 pada rakaat yang pertama dan 5 pada rakaat yang terakhir, selain 2 takbir shalat.(Ini lafadz Ath-Thahawi) Adapun lafadz Ad-Daruquthni: Óöæóì ÊóßúÈöíúÑóÉö ÇúáÅöÍúÑóÇãö Selain takbiratul ihram. (HR. Ath-Thahawi dalam Maani Al-Atsar, 4/343 no. 6744 cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah, Ad-Daruquthni, 2/47-48 no. 20) Dalam sanad hadits ini ada seorang perawi yang diperselisihkan bernama Abdullah bin Abdurrahman At-Thaifi. Akan tetapi hadits ini dishahihkan oleh Al-Imam Ahmad, Ali Ibnul Madini dan Al-Imam Al-Bukhari sebagaimana dinukilkan oleh At-Tirmidzi. (lihat At-Talkhis, 2/84, tahqiq As-Sayyid Abdullah Hasyim Al-Yamani, At-Taliqul Mughni, 2/18 dan Tanwirul Ainain, hal. 158) Adapun bacaan surat pada 2 rakaat tersebut, semua surat yang ada boleh dan sah untuk dibaca. Akan tetapi dahulu Nabi membaca pada rakaat yang pertama Sabbihisma (Surat Al-Ala) dan pada rakaat yang kedua Hal ataaka (Surat Al-Ghasyiah). Pernah pula pada rakaat yang pertama Surat Qaf dam kedua Surat Al-Qamar (keduanya riwayat Muslim, lihat Zadul Maad, 1/427-428) Apakah Mengangkat Tangan di Setiap Takbir Tambahan? Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Jumhur ulama berpendapat mengangkat tangan. Sementara salah satu dari pendapat Al-Imam Malik tidak mengangkat tangan, kecuali takbiratul ihram. Ini dikuatkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Tamamul Minnah (hal. 349). Lihat juga Al-Irwa (3/113). Tidak ada riwayat dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih dalam hal ini. Kapan Membaca Doa Istiftah? Al-Imam Asy-Syafii dan jumhur ulama berpendapat setelah takbiratul ihram dan sebelum takbir tambahan. (Al-Umm, 3/234 dan Al-Majmu, 5/26. Lihat pula Tanwirul Ainain hal. 149) Khutbah Id Dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendahulukan shalat sebelum khutbah. Úóäú ÇÈúäö ÚóÈøóÇÓò ÞóÇáó: ÔóåöÏúÊõ ÇáúÚöíúÏó ãóÚó ÑóÓõæúáö Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó æóÃóÈöí ÈóßúÑò æóÚõãóÑó æóÚõËúãóÇäó ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõãú Ýóßõáøõåõãú ßóÇäõæÇ íõÕóáøõæúäó ÞóÈúáó ÇáúÎõØúÈóÉö Dari Ibnu Abbas ia berkata: Aku mengikuti Shalat Id bersama Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman maka mereka semua shalat dahulu sebelum khutbah. (Shahih, HR Al-Bukhari Kitab Idain Bab Al-Khutbah Badal Id) Dalam berkhutbah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam berdiri dan menghadap manusia tanpa memakai mimbar, mengingatkan mereka untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan juga beliau mengingatkan kaum wanita secara khusus untuk banyak melakukan shadaqah, karena ternyata kebanyakan penduduk neraka adalah kaum wanita. Jamaah Id dipersilahkan memilih duduk mendengarkan atau tidak, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: Úóäú ÚóÈúÏö Çááåö Èúäö ÇáÓøóÇÆöÈö ÞóÇáó: ÔóåöÏúÊõ ãóÚó ÑóÓõæúáö Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÇáúÚöíúÏó ÝóáóãøóÇ ÞóÖóì ÇáÕøóáÇóÉó ÞóÇáó: ÅöäøóÇ äóÎúØõÈõ Ýóãóäú ÃóÍóÈøó Ãóäú íóÌúáöÓó áöáúÎõØúÈóÉö ÝóáúíóÌúáöÓú æóãóäú ÃóÍóÈøó Ãóäú íóÐúåóÈó ÝóáúíóÐúåóÈú Dari Abdullah bin Saib ia berkata: Aku menyaksikan bersama Rasulullah Shalat Id, maka ketika beliau selesai shalat, beliau berkata: Kami berkhutbah, barangsiapa yang ingin duduk untuk mendengarkan khutbah duduklah dan barangsiapa yang ingin pergi maka silahkan. (Shahih, HR. Abu Dawud dan An-Nasa`i. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud, no. 1155) Namun alangkah baiknya untuk mendengarkannya bila itu berisi nasehat-nasehat untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan berpegang teguh dengan agama dan Sunnah serta menjauhi bidah. Berbeda keadaannya bila mimbar Id berubah menjadi ajang kampanye politik atau mencaci maki pemerintah muslim yang tiada menambah di masyarakat kecuali kekacauan. Wallahu alam. Wanita yang Haid Wanita yang sedang haid tetap mengikuti acara Shalat Id, walaupun tidak boleh melakukan shalat, bahkan haram dan tidak sah. Ia diperintahkan untuk menjauh dari tempat shalat sebagaimana hadits yang lalu dalam pembahasan hukum Shalat Id. Sutrah Bagi Imam Sutrah adalah benda, bisa berupa tembok, tiang, tongkat atau yang lain yang diletakkan di depan orang shalat sebagai pembatas shalatnya, panjangnya kurang lebih 1 hasta. Telah terdapat larangan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melewati orang yang shalat. Dengan sutrah ini, seseorang boleh melewati orang yang shalat dari belakang sutrah dan tidak boleh antara seorang yang shalat dengan sutrah. Sutrah ini disyariatkan untuk imam dan orang yang shalat sendirian atau munfarid. Adapun makmum tidak perlu dan boleh lewat di depan makmum. Ini adalah Sunnah yang mayoritas orang meninggalkannya. Oleh karenanya, marilah kita menghidupkan sunnah ini, termasuk dalam Shalat Id. Úóäö ÇÈúäö ÚõãóÑó Ãóäøó ÑóÓõæúáó Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ßóÇäó ÅöÐóÇ ÎóÑóÌó íóæúãó ÇáúÚöíúÏö ÃóãóÑó ÈöÇáúÍóÑúÈóÉö ÝóÊõæúÖóÚõ Èóíúäó íóÏóíúåö ÝóíõÕóáøöí ÅöáóíúåóÇ æóÇáäøóÇÓõ æóÑóÇÁóåõ æóßóÇäó íóÝúÚóáõ Ðóáößó Ýöí ÇáÓøóÝóÑö Ýóãöäú Ëóãøó ÇÊøóÎóÐóåóÇ ÇúáÃõãóÑóÇÁõ Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu apabila keluar pada hari Id, beliau memerintahkan untuk membawa tombak kecil, lalu ditancapkan di depannya, lalu beliau shalat ke hadapannya, sedang orang-orang di belakangnya. Beliau melakukan hal itu di safarnya dan dari situlah para pimpinan melakukannya juga. (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitabush Shalat Bab Sutratul Imam Sutrah liman Khalfah dan Kitabul Idain Bab Ash-Shalat Ilal harbah Yaumul Id. Al-Fath, 2/463 dan Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/136) Bila Masbuq (Tertinggal) Shalat Id, Apa yang Dilakukan? Al-Imam Al-Bukhari membuat bab dalam Shahih-nya berjudul: Bila tertinggal shalat Id maka shalat 2 rakaat, demikian pula wanita dan orang-orang yang di rumah dan desa-desa berdasarkan sabda Nabi: Ini adalah Id kita pemeluk Islam. Adalah Atha` (tabiin) bila ketinggalan Shalat Id beliau shalat dua rakaat. Bagaimana dengan takbirnya? Menurut Al-Hasan, An-Nakhai, Malik, Al-Laits, Asy-Syafii dan Ahmad dalam satu riwayat, shalat dengan takbir seperti takbir imam. (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/169) Pulang dari Shalat Id Melalui Rute Lain saat Berangkat Úóäú ÌóÇÈöÑö Èúäö ÚóÈúÏö Çááåö ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ ÞóÇáó: ßóÇäó ÇáäøóÈöíøõ Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÅöÐóÇ ßóÇäó íóæúãõ ÚöíúÏò ÎóÇáóÝó ÇáØøóÑöíúÞó Dari Jabir, ia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila di hari Id, beliau mengambil jalan yang berbeda. (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitab Al-Idain Bab Man Khalafa Thariq Idza Rajaa , Fathul Bari karya Ibnu Hajar, 2/472986, karya Ibnu Rajab, 6/163 no. 986) Ibnu Rajab berkata: Banyak ulama menganggap sunnah bagi imam atau selainnya, bila pergi melalui suatu jalan menuju Shalat Id maka pulang dari jalan yang lainnya. Dan itu adalah pendapat Al-Imam Malik, Ats-Tsauri, Asy-Syafii dan Ahmad Dan seandainya pulang dari jalan itu, maka tidak dimakruhkan. Para ulama menyebutkan beberapa hikmahnya, diantaranya agar lebih banyak bertemu sesama muslimin untuk memberi salam dan menumbuhkan rasa cinta. (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/166-167. Lihat pula Zadul Maad, 1/433) Bila Id Bertepatan dengan Hari Jumat Úóäú ÅöíóÇÓö Èúäö ÃóÈöí ÑóãúáóÉó ÇáÔøóÇãöíøö ÞóÇáó: ÔóåöÏúÊõ ãõÚóÇæöíóÉó Èúäó ÃóÈöí ÓõÝúíóÇäó æóåõæó íóÓúÃóáõ ÒóíúÏó Èúäó ÃóÑúÞóãó ÞóÇáó: ÃóÔóåöÏúÊó ãóÚó ÑóÓõæúáö Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÚöíúÏóíúäö ÇÌúÊóãóÚóÇ Ýöí íóæúãò¿ ÞóÇáó: äóÚóãú. ÞóÇáó: ÝóßóíúÝó ÕóäóÚó¿ ÞóÇáó: Õóáøóì ÇáúÚöíúÏó Ëõãøó ÑóÎøóÕó Ýöí ÇáúÌõãõÚóÉö¡ ÝóÞóÇáó: ãóäú ÔóÇÁó Ãóäú íõÕóáøöíó ÝóáúíõÕóáøö Dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syami, ia berkata: Aku menyaksikan Muawiyah bin Abi Sufyan, dia sedang bertanya kepada Zaid bin Arqam: Apakah kamu menyaksikan bersama Rasulullah, dua Id berkumpul dalam satu hari? Ia menjawab: Iya. Muawiyah berkata: Bagaimana yang beliau lakukan? Ia menjawab: Beliau Shalat Id lalu memberikan keringanan pada Shalat Jumat dan mengatakan: Barangsiapa yang ingin mengerjakan Shalat Jumat maka shalatlah. Úóäú ÃóÈöí åõÑóíúÑóÉó Úóäú ÑóÓõæúáö Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Ãóäøóåõ ÞóÇáó: ÞóÏú ÇÌúÊóãóÚó Ýöí íóæúãößõãú åóÐóÇ ÚöíúÏóÇäö¡ Ýóãóäú ÔóÇÁó ÃóÌúÒóÃóåõ ãöäú ÇáúÌõãõÚóÉö æóÅöäøóÇ ãõÌóãøöÚõæúäó Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau berkata: Telah berkumpul pada hari kalian ini 2 Id, maka barangsiapa yang berkehendak, (Shalat Id) telah mencukupinya dari Jumat dan sesungguhnya kami tetap melaksanakan Jumat. (Keduanya diriwayatkan Abu Dawud dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1070 dan 1073) Ibnu Taimiyyah berkata: Pendapat yang ke-3 dan itulah yang benar, bahwa yang ikut Shalat Id maka gugur darinya kewajiban Shalat Jumat. Akan tetapi bagi imam agar tetap melaksanakan Shalat Jumat, supaya orang yang ingin mengikuti Shalat Jumat dan orang yang tidak ikut Shalat Id bisa mengikutinya. Inilah yang diriwayatkan dari Nabi dan para shahabatnya. (Majmu Fatawa, 23/211) Lalu beliau mengatakan juga bahwa yang tidak Shalat Jumat maka tetap Shalat Dzuhur. Ada sebagian ulama yang berpendapat tidak Shalat Dzuhur pula, diantaranya Atha`. Tapi ini pendapat yang lemah dan dibantah oleh para ulama. (Lihat At-Tamhid, 10/270-271) Ucapan Selamat Saat Hari Raya Ibnu Hajar mengatakan: Kami meriwayatkan dalam Al-Muhamiliyyat dengan sanad yang hasan dari Jubair bin Nufair bahwa ia berkata: Para shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bila bertemu di hari Id, sebagian mereka mengatakan kepada sebagian yang lain: ÊóÞóÈøóáó Çááåõ ãöäøóÇ æóãöäúßó Semoga Allah menerima (amal) dari kami dan dari kamu. (Lihat pula masalah ini dalam Ahkamul Idain karya Ali Hasan hal. 61, Majmu Fatawa, 24/253, Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/167-168) Wallahu alam. Footnote : 1. 'Ied artinya kembali. 2. Karena Nabi tidak memberi contoh demikian dalam ibadah ini. Lain halnya wallahu alam bila kebersamaan itu tanpa disengaja. (Dikutip dari Dikutip dari majalah Asy Syariah, Vol.III/No.26/1427 H/2006, tulisan Al-Ustadz Qomar ZA, Lc., judul asli Meneladani Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Ber'idul Fithri. Url sumber http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=373) Silahkan menyalin & memperbanyak artikel ini dengan mencantumkan url sumbernya. Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=1108 Joko Suseno Unit Bisnis Kredit Konsumer PT. Bank Central Asia, Tbk Kantor Pusat Chase Plaza Building 8th Floor Jl. Jend. Sudirman Kav.20-21 Jakarta Selatan Telp: (021) 5711250 ext.48158 Fax: (021) 2523009 e-mail: [EMAIL PROTECTED] <mailto:[EMAIL PROTECTED]> [Non-text portions of this message have been removed] ================================================================= "Morning greetings doesn't only mean saying 'Good Morning'. It has silent message saying that I remember you when I wake up. Wish you have a Great Day!" -- Ida Arimurti Jangan lupa simak IDA ARIMURTI&FRIENDS SENIN HINGGA JUMAT di 99,1 DELTA FM Jam 4 sore hingga 8 malam dan kirim sms di 0818 333 582. ================================================================= Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/idakrisnashow/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/