Keluh Kesah Berbisnis
(by NIAM MUIZ)

Sebuah radio memberi peluang saya mengisi siaran
“business talk”. Isinya mendorong kegairahan
berbisnis, sembari disana sini memberi pelita bagi
yang usahanya dalam kegelapan. Tidak selalu dengan
memberikan tips, tapi paling tidak mencarikan
perspektif yang sebelumnya tidak terlihat oleh
pendengar. Siaran direlay oleh 8 kota besar group
radio tersebut, sehingga komentar, ungkapan telepon
maupun sms, mencerminkan sebagian kondisi pebisnis di
negeri ini.

Saat mengevaluasi program siaran, saya meneliti isi
sms yang masuk dalam periode satu tahun terakhir. 
Setelah mengkategorisasi seluruh sms diatas,
tersebutlah sejumlah kategori lapangan bisnis, jenis
masalah, dan permintaan konsultasi. Satu kategori yang
membuat saya tertegun, ternyata terdapat 14% sms yang
tidak dapat dimasukkan dalam lapangan bisnis manapun,
jenis masalah apapun, dan bukan pula permintaan
konsultasi. Karena isinya hanyalah melulu; keluh kesah
berbisnis, yang pada akhirnya menafikan kepentingan
essensi business talk. Tak usahlah kita bicara bisnis
bisa begini dan begitu, peluang sana dan sini, langkah
ini dan itu. Kita semua sudah tiarap, ludes habis
dimakan regulasi tidak becus, kebijakan yang tak
berpihak kepada kita, dan kepemimpinan negeri yang
merontokkan tuan di rumahnya sendiri. Totally patah
arang, singkat kata.

Selain representasi sejumlah sms dalam kalimat diatas,
beberapa ungkapan senada melalui telepon juga
diterima. Sebagian bahkan melebar dari domain
frustrasi menuju lapangan prasangka (prejudice). Etnik
yang satu menguasai bisnis, jadi selama bukan berasal
dari etnik itu, janganlah coba-coba berbisnis. Pasar
tertentu mempunyai perputaran mega-rupiah, sehingga
kalau tidak bisa eksis disana, tak pantaslah
mendirikan usaha. Partai tertentu mendominasi
kabupaten ini, sehingga kalau tidak pake batu loncatan
aktif di partai, mana mungkin dapat kavling bisnis.
Makanya janganlah panjang-panjang bunyi. 

Prosentase jumlah sms bernada diatas belum menghitung
lebih dari dua kali lipat prosentase tersebut untuk
kalangan yang mentok pada segi finansial. Sudahlah,
tuan tokh tahu berapa harga BBM sekarang, berapa
sembako kini, dan berapa biaya produksi belakangan.
Mau mencari kunci sukses apalagi, selain kekuatan
modal. Tanpa bernasib seperti konglomerat sekarang,
tanpa patgulipat dengan bank pemberi modal, atau tanpa
mertua kaya luar biasa, tidak masuk akal menjalankan
bisnis masa kini. Bill Gates saja memulai imperium
kayanya dengan dua langkah strategis: lahir di
keluarga kaya dan menikah dengan keluarga kaya, titik.

Apa gerangan yang terjadi?! Barangkali ini yang
disebut musibah ketidak-adilan. Musibah tsunami dan
gempa bumi sedahsyat apapun tidak berpengaruh pada
proses pembelajaran, bahkan di beberapa negeri malah
me-leverage  lessson learned untuk bangkit. Musibah
yang berbuah positif, mencari akal agar tidak terulang
korban, sekalipun jenis musibahnya sendiri yang
bersifat alam tersebut tidak mungkin dicegah untuk
berulang. Dengan kata lain, ada musibah yang berbuah
berkah bagi peningkatan semangat orang untuk belajar,
terdorong menaklukan kuasa alam. Tapi sebaliknya,
musibah ketidakadilan meskipun tidak sampai
meluluhlantakkan bumi, namun merata-tanahkan semesta
kemanusiaan, termasuk mencabut akar hujjah dan
kemauan. Tumpul, hilang selera, beberapa malah mundur
angkat kaki dari ajang pergulatan kinerja.

Sampai pada suatu saat seorang penelepon mengudara,
bertanya mengenai perluasan bisnis. Wow, hari gini
meluaskan bisnis?! Satu-dua kalimat dialog berlangsung
di udara, nyatalah bahwa si penelepon adalah seorang
tuna netra. Tuna netra?! Bukankah sebagian orang melek
diatas sudah patah arang, mana mungkin justru sang
tuna netra yang berpikir positif untuk maju. Lalu apa
kiat yang perlu saya utarakan agar sang tuna netra
pebisnis ini memperoleh tips pengembangan bisnisnya?!
Sidang pembaca barangkali tak usah repot memikirkan
apa yang akan diperoleh sang tuna netra itu. Dia sudah
bisa terang benderang “membaca” roadmap yang harus
dijalaninya. Yang justru perlu dipikirkan adalah nasib
kalangan melek yang patah arang tadi. Merekalah yang
berada dalam kegelapan, tidak menemukan jalan bahkan
bagi dirinya untuk berdiri tegak ditengah badai
pukulan ekonomi. Terjerembab dalam rawa pasir hisap
bernama musibah ketidakadilan yang melahirkan musibah
baru yang tak kalah menghancurkan: keputus-asaan dan
melemparkan penguasaan nasib pada pihak diluar
dirinya.

Ancaman terbesar musibah ini ketika tak disadari sang
diri beralih nama menjadi “si korban”, dan paradigma
“si korban” bak eskavator penggali jurang dihadapan
usaha. Semakin lama tertanam, semakin jurang itu tiada
mampu dilompati lagi. Paradigma itu tak lain dari
pardigma excuses. Jaman dihujat sebagai produk
kebijakan tertentu. Ketika pembuat kebijakan berganti,
berganti pula excuse-nya. Padahal sang alasan dapat
di-assess secara siklus manajemen. Anda berencana apa
hingga si alasan menghadang sukses Anda?! Anda
mengorganisir sumberdaya bagaimana sehingga si alasan
bermain catur mematikan key succes factor Anda?!
Contingency plan seperti apa yang dalam keadaan
darurat bisa anda luncurkan untuk cut loss dan
menggeser moncong usaha Anda?! Atau Anda berbisnis
rapuh yang tanpa plan B, tanpa skenario alternatif,
dan semua jalur dari pasok hingga pasar menyisakan
margin tipis yang satu komponen biaya saja melambung
maka melayang pula semua struktur usaha yang bertumpu
disatu titik itu?! Dengan kata lain, anda berbisnis
yang 85 dari 100 komponennya dikuasai oleh kekejaman
konstelasi makro dan gonjang-ganjing pasar maupun
supply ?!

Tanpa locus of control yang sebanyak-banyaknya berada
diarea internal, Sun Tzu menyatakan pasukan Anda
berperang di lembah terbuka. Sementara musuh
berbenteng superioritas di ketinggian. Pantas kemudian
strategi terbaiknya pun hanya sampai seberapa lama
bertahan digerogoti kompetitor. Berbiaya tinggi,
sehingga keluhan berikutnya adalah ketiadaan modal.
Buta terhadap jalan keluar, karena semakin lama
terpuruk semakin pandangan terkepung asap derap
pasukan musuh. Konsekwensinya, hati memanas melihat
”siapapun diluar diriku yang malang”. Benih paling hot
untuk prasangka, kecemburuan, dan bahkan persepsi
ketidakadilan berikutnya.

Sah jika kemudian para ahli mau meneliti kebenaran
sinyalemen bahwa 4 dari 5 pebisnis yang terkapar
mestilah meneriakkan ketidakadilan kebijakan. Tapi
hanya 1 saja dari kelima itu yang sebenarnya mendapat
perlakuan ketidakadilan sesungguhnya. Yang berteriak
justru mereka yang tidak memiliki cukup kiat untuk
tidak segera terkapar.

Jika ada yang mau meneliti, jangan kepalang untuk
melanjutkan dengan sinyalemen kedua. 1 dari 4 yang
berteriak adalah pebisnis hit and run yang belum cukup
lama berdiri disana. Bisnisnya teruji pun belum.

Sejak jaman komunitas pebisnis diakui sebagai marga
tersendiri (jika bukan makhluk dengan struktur DNA
tersendiri) di planet bumi ini, tidak pernah terjadi 
ada masa dimana kebijakan mengungguli kehandalan
pebisnis. Yang lebih sering terjadi dalam catatan
sejarah adalah pebisnis mendiktekan kebijakan. Jika
ketidakadilan masuk dalam kamus pebisnis, maka ia akan
disimpan dalam kategori khusus: ”pemicu kelahiran
modus bisnis baru”, atau ”teknik mengekor dibalik
kekuasaan untuk mengalahkan kompetitor”. Yang satu
sangat positif dampaknya, sementara yang terakhir
adalah etika paling buruk dari mentalitas pebisnis.

Keluh Kesah Berbisnis
dalam Seri Manajemen Positif
by NIAM MUIZ

Tentang Penulis

Niam Muiz adalah konsultan senior dan pembicara publik
(public speaker) yang telah berkecimpung dengan
asam-garam dunia bisnis di Indonesia. Tak terhitung
perusahaan yang telah memanfaatkan jasa dan keahlian
Niam Muiz. Hingga saat ini, telah lebih dari 18.000
eksekutif yang menghadiri sesi-sesi pelatihan dan
seminar yang dipimpinnya.

Kualitas dan keahlian Niam Muiz dapat dilihat dari
daftar klien yang telah memanfaatkan keahliannya di
dunia bisnis.

Selain berpengalaman dan matang di organisasi
konsultan internasional (Price Waterhouse, KPMG
Consulting, serta Cooper & Lybrand), pengalaman bisnis
Niam Muiz diperkaya oleh pengalaman langsung di dunia
bisnis dengan menjadi Chief Operating Officer sebuah
kelompok perusahaan yang memiliki 47 anak perusahaan
dengan total revenue sekitar US$ 100 juta.

Sebagai seorang konsultan bisnis, Niam Muiz dikenal
dengan keahliannya sebagai Senior Assessor, Trainer –
facilitator, Executive Searcher, Human Capital System
Specialist, serta Organizational Diagnostic & Business
Services Specialist. Selain itu, Niam Muiz juga
dikenal dalam keahliannya untuk mentransformasi budaya
perusahaan (corporate culture) dan melakukan perubahan
di dalam organisasi bisnis (change management).
Sebagai pembicara publik, saat ini Niam Muiz aktif
mengasuh acara Dialog Bisnis setiap minggu di jaringan
Radio Elshinta yang dapat didengar di berbagai kota di
Indonesia.

NIAM MUIZ
Inspira Consulting
Jl. Pancoran Timur VIII/27
Jakarta Selatan

Contact: 085214118395


       
____________________________________________________________________________________Pinpoint
 customers who are looking for what you sell. 
http://searchmarketing.yahoo.com/

Reply via email to