HAM: Menghancurkan Islam    Setiap tanggal 10 Desember, bangsa-bangsa di dunia 
memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia. Pada tanggal ini, tepatnya 
61 tahun yang lalu, Majelis Umum PBB mendeklarasikan the Universal Declaration 
of Human Rights (UDHR). Dalam pernyataannya, PBB menyerukan seluruh anggota 
untuk mempublikasikan teks deklarasi tersebut. 
  Akan tetapi, pelaksanaan dari UDHR sendiri sering menggunakan standar ganda. 
Masih teringat dalam benak kita kasus penghinaan Rasulullah lewat kartun yang 
dimuat oleh media massa di Denmark. Pemerintah Denmark tidak bisa menghukum 
pelaku penghinaan karena alasan kebebasan berpendapat. Namun, ketika ada 
seseorang yang meragukan peristiwa Holocaust di Jerman, ia akan dicap sebagai 
anti semit dan diajukan ke pengadilan sebagaimana yang dialami oleh David 
Irving. 
  HAM telah dijadikan justifikasi untuk menyerang Islam baik oleh kalangan 
internal umat Islam sendiri maupun eksternal, yaitu musuh-musuh Islam seperti 
Amerika dan Sekutunya. Bush dalam pidatonya mengatakan “Hal yang paling 
ditakuti oleh teroris adalah kebebasan manusia – masyarakat dimana pria dan 
wanita bebas memilih, menjawab hati nurani mereka sendiri, dan hidup dengan 
harapan mereka daripada dengan rasa dendam.” 
(http://jakarta.usembassy.gov/bhs/Laporan/SHRD-2006_indo.html). 
  Sudah kita ketahui bersama bahwa teroris dalam kosakata pemerintah Amerika 
adalah sinonim dengan Dunia Islam seperti Irak yang dibombardir oleh Amerika. 
Dari kalangan umat Islam sendiri, aktivis JIL sering menggunakan dalih HAM 
untuk menyerang Islam, seperti pernyataan Abdul Moqsith Ghazali bahwa selama 
fatwa tidak merongrong HAM, maka ia adalah valid dan absah dan jika 
bertentangan dengan HAM, maka fatwa bukan hanya dapat dibatalkan melainkan 
batal dengan logika fatwa itu sendiri. Kebebasan berpendapat yang merupakan 
bagian dari HAM telah melahirkan pendapat-pendapat yang begitu nyleneh, yang 
tidak pernah ada sebelumnya. Karena kebebasan berpendapat, tokoh-tokoh Liberal 
mampu mengatakan al-Quran adalah produk budaya. Mereka bahkan mempertanyakan 
keotentikan al-Quran itu sendiri. Selain itu kebebasan berekspresi yang juga 
merupakan bagian dari HAM telah melahirkan orang-orang yang serba bebas. 
  Karena itu, tidak wajar jika ada seorang Muslim yang beranggapan bahwa HAM 
adalah bagian dari Islam. Prinsip kebebasan yang ada dalam HAM tidak akan 
pernah sejalan dengan prinsip keterikatan terhadap hukum syariah yang ada dalam 
Islam. Penerapan HAM hanya akan mereduksi aturan-aturan Islam. Karena itu, 
sudah seharusnya seorang Muslim membuang jauh-jauh konsep hak asasi manusia dan 
menyandarkan segala sesuatu hanya pada syariah. Cukuplah al-Quran dan as-Sunnah 
saja yang kita jadikan rujukan dalam segala aktivitas kita. [Roni Nugraha, 
S.Si; Mahasiswa Pascasarjana Chung Yuan University – Taiwan; Pengurus Forum 
Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan (FORMMIT)] 


       
---------------------------------
 Sent from Yahoo! - a smarter inbox.

Kirim email ke